07. Dulu Dan Sekarang

1.1K 241 894
                                    

Aku pikir lagu di atas bakalan cocok banget sama cerita Tarigan:") gada salahnya kan kalian dengerin sambil baca part ini, biar tambah ngefeel🤧

Jangan lupa tinggalin jejak ya:")

Happy Reading all❤

~~~~

Beranilah tuk percaya semua ini
pasti berlalu, meski takan mudah.

Namun kau takan sendiri...
ku ada disini

-Afgan-

●●○○●●

📌
Vote dulu ya;)

~~~

Di umur 19 tahun ini, hal pertama yang Tristan paham dirinya harus bisa menjadi lebih dewasa. Bukan karena keadaan yang menuntut, tapi menjadi dewasa sesungguhnya itu dorongan serta keinginan dari dirinya sendiri. Seperti yang ayah bilang belum lama ini, "Memang jika dibandingkan dengan kak Jovan, Tristan itu adeknya. Tapi keadaan yang seperti ini, menyuruh Tristan untuk bisa menjadi lebih dari sekadar adek."

Untuk sesaat netranya menatap lurus pada bentangan langit luas di atas sana, warna gelapnya seakan membuat pria itu secara tidak langsung mengingat sebuah kejadian lampau, yang bahkan hampir Tristan lupakan begitu saja. Dimana ketika film little woods menjadi pengisi suara di antara empat jiwa yang tengah hening dan fokus pada satu titik yaitu televisi.

Lalu ketika film itu selesai, ayah mulai buka suara. "Filmnya bagus nih, realis dan gak di lebih-lebihkan," begitu katanya ayah. Dan entah kenapa, jadi nyambung ke cerita.

"Dulu.... kalau Jovan dan Tristan bertengkar karena rebutan mainan, kak Jovan bakalan menjadi orang pertama yang ayah marahin. Sebenarnya bukan menyalahkan. Ayah cuman kasih nasihat, kalau Jovan itu kakak, sudah seharusnya mengalah sama adeknya." Beberapa detik dia menjeda, meneguk kopi hitamnya.

"Tapi itu bukan berarti kalau Tristan gak salah. Tristan juga pasti akan ayah kasih arahan, lalu solusinya mainannya ganti-gantian supaya gak rebutan. Atau kalau kalian gak mau nurut juga, terpaksa mainannya akan ayah ambil. Jadi masing-masing gak ada yang dapat, dan itu jauh lebih adil."

Detik itu juga ketika bunda, Jovan, dan Tristan yang setia mendengarkan. Jovan bertanya gini, "Emang peraturannya harus selalu begitu ya, yah?"

Diantara Jovanka dan Tristan yang di himpit di tengah-tengah antara bunda dan ayah, mereka semua sama-sama menoleh penuh pada seorang pak Septio dengan ceritanya, yang masih menggantung.

Ayah nampak menimang sebentar, lalu tanpa izin menepuk pergelangan tangan Jovan. "Sebenarnya bisa aja ayah belikan kalian satu-satu. Tapi Jovan bukankah, saling berbagi itu lebih indah? Dan akur itu lebih baik."

Tapi itu dulu, karena setelahnya ditutup dengan memori setiap ada kejadian yang terjadi pada Jovanka ketika ayah dan bunda tidak di rumah. Lalu Tristan akan menjadi orang pertama yang ayah salahkan.

Dulu dan sekarang, berbeda.

Hembusan napas yang panjang membuyarkan lamunan Tristan begitu saja, kilas balik yang sebelumnya berputar pun seketika lenyap. Kala Tristan merasa adanya kehadiran seseorang dari arah belakang. Tidak langsung balik badan, pria itu diam dulu sebentar, menatap daun-daun dari pohon mangga milik tetangga sebelah yang dahannya sampai ke balkon. Walaupun jauh dalam insting-nya Tristan tahu akan siapa sosok yang baru saja datang.

[✔]Tomorrow•Esok Tak Pernah DatangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang