18. Tetangga Baru

614 160 774
                                    

Sejujurnya dari awal aku ciptain tokoh Tristan itu lebih ke pendiem, cool, cuek gitu. Karena jujur aku lebih suka cowok pendiem wkwk. Dan kalau sikap Tristan di rumah berbanding terbalik, alasannya murni cuman karena Tristan anak bungsu gak ada alasan lain.. atau selebihnya kalian bisa simpulin sendiri hehe>//<

Selamat membaca💙

📌

Biasakan vote dahulu sebelum membaca;)

○○》《○○



Anya tidak begitu tahu, seberapa besar Tristan menyukai ketoprak dan es tehnya pak Juki, pedagang ketoprak yang suka mangkal di pinggir jalan. Yang Anya tahu bertahun-tahun kenal Tristan, lelaki itu selalu bertanya. "Mau makan dulu gak Nya? Enaknya makan apa ya?" Setiap saat kepala Anya beserta helmnya mendekat, karena bisingnya jalanan ibu kota. Dan jawaban dari Anya, "Terserah.".

Selalu kata "Terserah." Bukan sebab Anya mau membingungkan Tristan atau terkesan memberi kode supaya Tristan peka sendiri. Niat Anya semata-mata hanya tidak ingin membebani. Tapi hebatnya sekalipun mereka tidak pernah meributkan perihal "mau makan apa?" dan kata "terserah." Karena setelah Anya bilang terserah, selalu ada kata. "Ketoprak pinggir jalan aja ya, Nya? Duit gue cuman cukup beli itu soalnya."

Tristan Putra Tarigan memang begitu. Tidak banyak bicara dan tidak banyak tingkah seperti teman-temannya minus--Aruna. Tristan mungkin tidak bisa seromantis perlakuannya Juna kepada Bora. Tapi biarpun begitu menurut Anya, lelaki itu juga mempunyai caranya sendiri. Seperti pernah suatu hari, Anya bicara gini.

"Harus ya irit ngomong kayak gitu? Kamu tahu setiap pagi Bora di spam chat sama Juna, terus setiap malem mereka sering sleepcall an. Kurang romantis apa coba mereka!" dengan wajah cemberutnya, lalu mau tahu apa jawaban Tristan? Lelaki itu malah berakhir dengan jawaban.

"Cowok itu punya caranya masing-masing untuk bisa nunjukin rasa sayangnya mereka Nya. Lagian rumah kita itu deket. Spamchat tiap pagi? Gue bisa tuh teriakin nama lo tiap pagi dari luar gerbang. Kalau sleepcall? Gue juga bisa tiap malem kunjungin lo untuk nemenin tidur.., ya kalau gak kena marah tapi."

Jawaban yang menurut Anya menyebalkan, tapi mampu membuat kedua pipinya bersemu merah jambu.

"Tristan."

Pria itu berguman, sementara mulutnya penuh dengan kunyahan ketoprak setelah baru saja melahap potongan lontong besar berbalut bumbu kacang.

"Udah ada niat kalau lulus nanti mau ngapain?"

"Kuliah lah," Tristan menjawab seolah terlalu enggan untuk berpikir lebih dulu.

"Setelah kuliah?"

"Eemmm..., cari kerja."

"Terus?"

"Gatau deh, belum kepikiran lagi."

"Kalau nikah?"

Tristan nyaris sampai terbatuk-batuk akibat tersedak es tehnya. Lalu dia menoleh pada Anya hanya untuk memasang sorot terkejutnya. "Kejauhan Nya,"

"Aku nanya serius loh!" Anya cemberut, berbanding terbalik dengan Tristan yang justru geleng-geleng. "Tiba-tiba aku kepikiran, nanti kamu nikahnya sama aku atau sama orang lain?"

Tristan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal secara tidak langsung canggung juga. Lalu menoleh lagi sekilas sambil tersenyum kecil. "Ya aku nikah sama kamu lah Nya. Emangnya ada siapa lagi si?"

"Masa? Nanti kalau ada yang modelan jisoo blackpink, kamu goyah juga."

Sejenak Tristan menghentikan pergerakan tangannya dengan sendok, "Kamu pengen tahu banget?" satu alisnya mengangkat yang praktis membuat Anya bungkam untuk sementara waktu.

[✔]Tomorrow•Esok Tak Pernah DatangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang