Cara

30 4 4
                                    

CARA POV

Selama bertahun-tahun lamanya sosoknya abadi dalam batin dan daksa yang seringkali dipaksa keluar dari sana. Malam demi malam masih tetap berjalan seperti biasa, namun nama itu masih tertinggal jauh di tempat itu, tidak hilang atau barangkali digantikan oleh lelaki lain yang kutemui ditengah zaman yang bergerak semakin maju.

Laki-laki yang aku maksud bernama Raden Arjuna Candrakumara, lelaki berdarah biru asli kasunanan Yogyakarta yang aku temui secara tidak sengaja di Pantai Kuta tahun ini, tapi lucunya ternyata kami sempat bertemu di tahun 2008 silam ketika masih sama-sama kecil.

Aku sudah jatuh cinta padamu bahkan sejak detik pertama kita bertemu, kala itu kita hanyalah dua anak kecil yang masih sama-sama berumur delapan tahun. Kau berada dalam pangkuan ibumu dan aku berada dalam pangkuan ibuku dalam travel yang membawa kita menuju Denpasar.

Entah mengapa pada saat itu aku merasakan degup jantung yang luar biasa kencang, merasa sama-sama malu karena wajahmu yang memerah tak mampu menyembunyikan itu. Apa kau juga merasakan hal yang sama, Arjuna? aku pikir pada saat itu hanyalah cinta monyet biasa, namun siapa sangka jika perasaan ini menetap untuk jangka waktu yang tidak bisa dikatakan sebentar.

Setelah itu bahkan aku tidak pernah melihatmu lagi untuk waktu yang lama, hingga akhirnya kita dipertemukan kembali di satu pulau yang amat dipuja oleh orang-orang. Saat pandangan kita sama-sama teralihkan dari indahnya sunset di Pantai Kuta.

Aku masih teringat senyum manismu sesaat setelah debur ombak yang dengan sengaja menghantam kaki kita.Waktu seakan berhenti untuk beberapa saat. Mengunci secara lekat wajahmu dalam ingatanku pada waktu tersebut.
Memang benar kata pepatah jika kita akan dipisahkan terlebih dahulu sebelum pada akhirnya disatukan kembali di waktu yang tepat.

Waktu dimana kami sudah sama-sama lelah setelah singgah di beberapa pelabuhan. Tenanglah, karena nelayan akan selalu kembali ke satu pelabuhan dimana rumahnya berada.

Kami sama-sama menemukan tempat dimana kami akan menetap untuk selamanya, dalam jiwa raga kami. Bukan tempat persinggahan sementara lagi, melainkan tempat dimana rentangan tangannya selalu menjadi pelukan hangatku. Tempat dimana telinganya selalu siap sedia menerima segala keluh kesahku tentang kerasnya dunia ini. Serta suara lembutnya yang selalu tak kenal lelah mengingatkanku untuk selalu menjadi pribadi yang lebih baik lagi.


                                                                        15 Mei 2022

Warm On A Cold NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang