Delapan

3 0 0
                                    

Belenggu ini tak terlihat nampak dari luar, jika kau melihatku lebih dalam lagi akan banyak rantai jeruji yang sudah berkali-kali aku coba untuk lepaskan. Keadaan seperti ini sudah aku alami selama dua puluh dua tahun yang lalu atau bisa dikatakan sejak aku lahir.

Tak pernah diberi kebebasan untuk memilih, semua diatur dalam aturan yang dibuat oleh romo.

"Shitt!" Arjuna menggeram, para pengawal hanya menatapnya sekilas tidak memerdulikan umpatan demi umpatan yang sedari tadi dikeluarkannya.

Sudah sering kabur beberapa kali membuat orang tua Arjuna memperketat pengawalan dengan menambah beberapa ajudan untuk mengawal kepulangan anaknya dari Bali.

Tak tanggung-tanggung orang tua Arjuna memesankan helikopter, karena menunggu pesawat komersil biasa dapat menjadi celah untuk Arjuna kabur ketika tiba di bandara nanti.
Ibu sudah menyambut kedatangan Arjuna setelah menanti dua setengah jam lamanya di cafe yang berada di rooftop hotel ini sebagai tempat mendaratnya helikopter.

Saat Arjuna turun dari sana, ia sudah disambut dengan raut wajah muram dari ibunya. Anjani yang merupakan adik perempuannya menunduk tak berani menatap kakaknya seakan tahu apa yang sebentar lagi akan terjadi diantara ibu, romo, dan Arjuna.

Di sisi lain, Cara baru saja keluar dari kantor karena jam pulang telah tiba. Ia membuka ponselnya mengetik nama seseorang yang hendak diajaknya untuk makan malam bersama. Beberapa kali menelfon tak menunjukkan tanda-tanda telfon darinya akan diangkat, lantas ia mengirimkan sebuah pesan menunggu jawaban dari seseorang tersebut.

Sudah tiga puluh menit Cara menunggu dikantornya, namun tak kunjung mendapat balasan dari Arjuna. Oleh karena itu ia berinisiatif untuk pergi langsung ke restauran yang dimaksud, barangkali nanti Arjuna akan segera menyusul karena sekarang tengah sibuk hingga tak sempat membalas pesannya.

"Meja untuk berapa orang, nona?" tanya salah satu pegawai ketika Cara sudah tiba didepan meja resepsionis Le Balie.

"Untuk dua orang, dengan view terbaik bisa?" Cara ikut menelisik melihat pemandangan di kanan dan kirinya.

"Ada, mari ikut saya" sang pelayan berjalan mendahului Cara menuju salah satu private room yang seringkali dipesan oleh artis serta turis asing ketika berkunjung.

Sebelum datang kemari pada saat menunggu Arjuna tadi, Cara sudah mencari tahu terlebih dahulu informasi restauran terbaik untuk dinner di Bali. Entah mengapa nalurinya meminta untuk mengajak Arjuna makan di sana.

"Ini untuk menunya, jika memerlukan bantuan atau ada yang ingin ditanyakan cukup pencet bel ini saja" Sang pelayan beringsut meninggalkan Cara bersama empat meja lain yang sudah terisi.
Sedari tadi ia memerhatikan ponselnya, tak ada pesan balasan dari Arjuna.

Hal tersebut membuatnya bertanya-tanya, dimana lelaki itu berada sekarang, apakah ia dalam keadaan yang baik?

Arjuna hanya sempat mengatakan jika ia memiliki salah satu kenalan pemilik tempat gym di Bali, kalau tidak salah nama tempat itu Amnesthy. Cara akan berusaha mencari tahu lebih lanjut nanti, untuk sekarang ia akan menikmati makan malamnya sendiri.

"Bisa-bisanya gue mudah terbuai sama orang yang bahkan baru gue temui selama dua hari di sini" tawa Cara getir pada dirinya sendiri karena menyayangkan kebodohannya yang sudah jatuh hati pada Arjuna.

Cara menyesap wine dalam gelas yang berada di genggamannya."Bisa jadi dia justru sekarang sedang bersenang-senang sama perempuan lain, di pantai, gunung, hotel, mungkin?"

"Hahaha bodoh lo, Cara!" imbuhnya kembali.

Dalam perjalanan pulang usai dari Le Balie, ia mencari tahu seputar Amnesthy di internet. Rencananya besok sepulang kerja, Cara akan mengunjungi tempat tersebut untuk menanyakan pada ownernya yang merupakan teman Arjuna. Bisa jadi mereka sempat bertemu selama Arjuna berada di Bali, atau informasi lain yang dapat ia temukan seputarnya.

Warm On A Cold NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang