Tujuh

2 0 0
                                    

Kebetulan ketika Arjuna sampai, Bimo ada didepan sedang bersiap untuk membuka tempat gymnya. Bahkan sebelum dibuka pun sudah ada dua turis asing yang menunggu didepan.

Bisa dibilang salah satu kunci kesuksesan dari usaha yang selalu Bimo jalankan adalah yang pertama ia memilih lokasi yang strategis yang dekat dengan pesisir pantai dimana banyak turis asing yang memilih lokasi penginapan di daerah itu.

Yang kedua, Bimo tidak banyak mengambil keuntungan dari bisnis yang selama ini dijalaninya. Keuntungan yang didapat diputar kembali untuk mengembangkan bisnisnya agar semakin besar.

Yang ketiga yang paling penting dan sering dilupakan oleh kebanyakan pebisnis yaitu rasa humble kepada seluruh pegawai dan pengunjung yang hadir. Setidaknya tiga hal itulah yang selama ini diamati oleh Arjuna semenjak mereka berteman.

Bimo selalu menyapa dan mengajak para pelanggannya yang datang, tidak hanya sekali ia memberikan welcome drink seperti jus dan sandwich secara gratis.

Pelanggan yang datang tentu merasa senang atas keuntungan yang didapat, terlebih jika mereka merupakan member VIP. Akan lebih banyak benefit yang mereka miliki.

Seperti sekarang karena hari Jum'at, sesuai dengan syariat di agamanya, Bimo membagikan sandwich secara gratis kepada pelanggannya yang datang mulai pukul tujuh hingga sepuluh pagi.

"Gue siap-siap dulu bro, lo ikut gue naik aja ke atas, nunggu di sana" ajak Bimo.

"Oke oke boleh, gue juga udah lama nggak mampir."

Selagi Bimo bersiap, Arjuna berjalan-jalan mengeliling taman dibelakang rumah. Ciri khas rumah di Bali dimana selalu ada pura didepan gerbang masuk, lalu disamping kanan kiri hingga belakang ada banyak tanaman yang membuat rumah terasa sejuk. Tak luput Bimo menambahkan air terjun mini di atas kolam ikan yang ada di sini.

Andai saja jika rumahnya yang ada di Jogja bisa dibuat dengan arsitektur khas Bali seperti ini, pasti jika ia merindukan pulau ini dapat sedikit terobati. Arjuna juga menyukai gaya rumah di Bali yang terkesan sederhana namun memiliki makna khusus pada setiap elemennya, sama seperti gaya rumah di wilayah keraton.

Sekitar dua puluh lima menit waktu yang dihabiskan Arjuna untuk menunggu Bimo yang sedang bersiap. Bimo keluar dari rumahnya sudah dalam keadaan rapi, siap untuk menghabiskan waktu bersama dengan temannya itu.

Mereka berada di mobil sekarang dengan Bimo yang memegang kemudi."Mau kemana nih, Bim?"

"Gue ajak lo ketemu sama temen gue yang pebisnis juga, barangkali lo suatu saat pengen buka usaha di Bali. Itung-itung nambah relasi lo di sini, kalo lo kabur kan enak tuh temen lo nggak cuman gue doang hahaha" canda Bimo yang terlihat melirik Arjuna sejemang disampingnya.

"Hahaha anjir lo! Gue udah kabur yang ketiga kalinya, kayaknya room sama ibu udah nggak kaget dan bakal nyariin gue lagi."

"Tapi dugaan gue mereka tetep bakal nyariin lo sih na, nggak mungkin nggak. Secara lo putra ningrat, mana mungkin mereka diem aja" Bimo menimpali pernyataan Arjuna yang memang kenyataannya tidak mungkin putra seorang bangsawan kabur dan pihak kerajaan hanya diam saja.

Bisa jadi justru sekarang mereka sedang mengirim pasukan khusus kerajaan untuk mencari kediaman anaknya di Bali karena Arjuna seringkali kabur ke Bali.

"Yang jelas gue bakal berusaha ngehindar dan ngehindar lagi, muak gue sama suasana rumah." Tegas arjuna dengan kata-katanya. Benar, ia akan berusaha untuk menghindari dari incaran pasukan kiriman orang tuanya.

Mobil yang dikemudikan Bimo berhenti di salah satu pekarangan rumah mewah dengan arsitektur barat di kawasan legian yang bisa dikatakan sebagai kawasan elit Bali. Di pekarangan tersebut terdapat tiga mobil mewah yang ia yakini bahwa ini merupakan perkumpulan elit jajaran pengusaha.

Bimo menyapa mereka satu persatu yang diikuti oleh Arjuna."Kenalin pak, temen saya dari Jogja, Arjuna."

Arjuna tersenyum ramah kepada empat orang laki-laki yang hadir di sana, rata-rata mereka sudah terlihat berumur di atas tiga puluh tahun. Penampilan mereka pun terkesan biasa saja layaknya pebisnis pada umumnya, tidak mewah yang mencolok namun jangan tanyakan harga daripada outfitnya tersebut yang jelas tidak main-main nominalnya.

Salah seorang yang duduk di sana bernama Pak Haris nampak memperhatikan dengan detail perawakan Arjuna seperti sedang mendeteksi asal muasalnya. Arjuna memang menyadari itu, tapi tidak memilih untuk ambil pusing. Ia cukup senang karena selama mereka berkumpul, pembicaraan yang mereka bahas lebih banyak seputar bisnis, saham, dan investasi. Hal tersebut menambah wawasan dari Arjuna sendiri yang sedari dulu tidak begitu paham mengenai ini.

"Kamu di Jogja tinggal di daerah mana, na?" tanya Pak Haris secara tiba-tiba ketika yang lain sedang mengobrol dengan topik yang berbeda.

"Kotagede pak"

Pak Haris mengangguk pelan."Oalah .. soalnya saya juga asli Jogja, tapi rumah saya daerah Jakal alias kaliurang hahaha"

"Jogja atas dong pak, arah ke Merapi itu, ya?"

"Iya bener mas, daerah sana"

Pertemuan mereka usai setelah menyantap makan siang bersama, Bimo dan Arjuna berpamitan sebelum menuju ke destinasi selanjutnya dimana mereka akan pergi ke salah satu pengrajin yang ada di Buleleng.

Awalnya selama perjalanan menuju Buleleng tersebut suasana masih terasa biasa saja tidak ada firasat aneh hingga tiba-tiba mobil mereka diberhentikan secara paksa oleh gerombolan orang tak dikenal ketika melewati jalanan kecil yang sepi.

"Bim, mereka siapa? Musuh lo?" tanya Arjuna sedikit khawatir, takut jika mereka ternyata dibegal.

"Lah gue malah nggak tau na, baru pertama ini, mana gue juga nggak kenal sama mereka lagi. Duh .." Bimo nampak frustasi karena beberapa dari mereka sampai memukul kaca mobil.

Mau tidak mau Bimo dan Arjuna akhirnya keluar dari mobil, dengan segera segerombolan laki-laki tersebut menangkap paksa Arjuna layaknya seperti buronan. Dari pin yang tersemat di dalaman pakaian mereka, Arjuna sudah tahu jika mereka adalah suruhan dari orang tuanya.

Bimo hendak menolong Arjuna dengan menghajar mereka semua, tetapi Arjuna langsung menghalangi niat Bimo seakan berkata bahwa ini suruhan dari orang tuanya.
Arjuna bersama kelima laki-laki tersebut melesat meninggalkan Bimo yang masih dilanda kekhawatiran akan temannya. Ia sudah yakin jika tempat yang akan dituju setelah ini tidak lain tidak bukan adalah bandara.

Sudah terbiasa dengan situasi seperti ini jadi Arjuna tidak memusingkan masalah barang-barangnya yang tertinggal di sana sebab mereka pasti sudah mengurusnya sebelum akhirnya menemukan keberadaan dirinya.

Arjuna justru curiga dengan Pak Haris dimana sedari tadi ia terus memerhatikan dirinya dengan seksama seperti sedang memastikan sesuatu. Sialnya, ia tidak memperkirakan jika kejadiannya akan secepat ini, bahkan Arjuna baru berada di Bali selama lima hari, belum genap seminggu.
Rupanya mereka telah mengetahui lokasi tersembunyi Arjuna selama ini.

Daripada mengkhawatirkan dirinya yang sudah jelas tertangkap, ia justru sedang memikirkan bagaimana caranya memberitahu Cara, bagaimana cara menghubungi wanita itu sedangkan ia tahu jika setelah ini mungkin ponselnya akan disita untuk waktu yang entah sampai kapan.


01 Juni 2022

Warm On A Cold NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang