BAB WAKTU KETUJUH

4.5K 531 36
                                    

"Akhirnya Aku belajar dari sang Waktu,
Setia menjalani dengan berani setiap hal yang menjadi bagian ku.."





Waktu ketujuh

Rasa berat dikepalanya tak lagi seperti kemarin. Rasanya sudah ringan. Hanya saja mengapa belum bisa ia gerakkan?.

Suara apa itu?  bising sekali. Membuat ia tak bisa mendengar dengan baik, karena telinganya selalu berdengung.

Ia mencium aroma itu lagi.

Aroma yang sama.

Ia tau urutannya, jika aroma ini muncul maka sebentar lagi...

Ada suara,

Yap ia benar, suara itu datang lagi

tapi masih tak bisa ia dengar dengan jelas. Seperti alunan tinggi rendah, kemudian gumaman tak jelas, seperti itu terus.

Ia mencoba menajamkan pendengarannya.

Tapi tetap saja dengungan itu membungkus inderanya.

Dan jika ia berusaha lebih keras lagi, maka pusaran hitam itu akan kembali menariknya. Ia tak mau lagi.

Ia berhenti saja.

Lelah.

Sesaat tenang seolah membungkus tubuhnya.

Ia kembali hanyut dalam tarikan lembut cahaya putih.

Tubuhnya ringan dan ia tau sebentar lagi ia akan menyatu lagi dengan cahaya putih lembut dan hangat itu.

Ada suara yang seolah menyuruh ya beristirahat, dan menjanjikan ada waktu ia boleh pergi.

Ia mulai merasakan kehangatan itu...

dan ia kembali dibuai

******











Taruna berada di pemakaman itu hingga matahari mulai turun dari singgasananya.

Ia merasa belum bisa menyampaikan kata perpisahannya pada Lima. Karena ia merasa ia belum rela Lima pergi secepat ini.

Tidak ada kata yang bisa ia sampaikan. Taruna hanya bisa menyebutkan nama Lima, setelah itu dia terdiam.

Dengan berat ia berdiri dan membiarkan pakaiannya kotor ditempeli rumput dan sisa tanah, ia tak berusaha menepiskannya.

Sekali lagi ia menatap makam yang masih penuh dengan taburan bunga. Lalu nama yang tertulis di batu Nisan itu.

Bahkan Lima telah memesan batu nisannya sendiri.

Hati Taruna kembali seperti dihantam.

Bagaimana rasanya memesan batu nisan atas nama sendiri?.

Apakah Lima sendiri yang memesannya?

Apakah ada yang menemaninya saat itu?

Air matanya kembali menetes.

Kilasan wajah gembira Lima ketika ia menenemaninya ke sekolah, ke tempat les, ke toko buku, bermain di taman, berenang. Ia selalu dengan senang hati menemani Lima.

Lima takut sendiri, dan ia kesulitan untuk beradaptasi dengan lingkungan baru. ia selalu meminta Taruna untuk mengantar dan menemaninya. 

Siapa yang menemani Lima memesan batu nisan nya?

MEMINJAM WAKTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang