WAKTU KEDUAPULUH DUA

3.2K 437 44
                                    

.
.
.
.
.

Merangkai jejakmu diwaktu lalu,
Membuat aku tersadar
Jika ternyata hidupku tersia-sia,
Membenci pada hati yang salah.
Memuja angkara yang tidak aku duga..

.
.
.
.
*****

.


.
"Maaf mas, sesuai dengan keputusan Papa, proyek pembangunan perumahan di Batam tidak akan kita lanjutkan..."

"Semua sudah sempurna, mengapa harus ditunda lagi?"

Lima menggelengkan kepalanya.

"Bukan ditunda Mas, tapi tidak disetujui..". Dingin suara itu menolak tegas keinginannya.

Taruna menggeram. Bahkan kini saat Papa sudah tidak ada, proyek ini masih terancam batal. Dan benar kata Om Bram, sebenarnya Lima yang memengaruhi Papa untuk membatalkan semua proyek Taruna.

"Sejak dulu memang kamu nggak setuju juga dengan proyek ini kan Lima?"

Tanpa ragu Lima mengangguk.

Taruna cukup terkejut, tak menduga Lima mengangguk tanpa sungkan.

Sombong!

"Bisa kamu jelaskan alasannya?" Mencoba meredam marah yang kini mendesak.

"Sama seperti yang disampaikan Papa, terlalu beresiko...". Ketenangan itu, semakin menipiskan pertahanan Taruna.

"Apa ada bisnis yang tidak beresiko?" Tantang Taruna tidak puas dengan jawaban itu.

"Tidak ada, tapi kita bisa menganalisa segala sesuatunya, dan semua data menunjukkan jika Project ini tidak bisa dilanjutkan."

"Bukan karena kamu merasa terganggu karena kemungkinan besar Project ini pengahsilannya akan mengalahkan project kamu yang di Rote?"

"Tidak sama sekali.."

"Pembohong!" Persetan dengan Lima yang hanyalah seorang wanita. Mama selalu mengingatkan agar ia menghormati wanita. Salah satunya jangan pernah membentak seorang wanita.

Lima diam hanya menatap Taruna dengan wajah datar. Taruna frustasi, apa yang terjadi pada Lima? Mengapa  hatinya berubah menjadi keras seperti ini?.

"Kamu pikir saya tidak tahu, jika hotel yang disana belum sesuai target...". Serang Taruna lagi, ia belum puas, ia akan menghancurkan ekspresi dingin wanita itu.

"Tapi masih dalam batas toleransi, belum rugi dan sesuai dengan prediksi tim Rote, peningkatan diharapkan mulai libur Natal nanti..."

Taruna mengumpat dalam hati, Lima selalu punya jawaban yang tidak bisa dibantahnya.

"Mengapa hal yang sama tidak berlaku pada Project Batam, mengapa tidak ada toleransi?" Sarkas Taruna.

"Tim sudah mengecek ke lapangan,banyak kejanggalan, salah satunya yang paling penting adalah mengenai pembebasan lahan, ternyata belum bisa seratus persen, dan harganya terlalu tinggi.."

"Itu semua bohong! kita sudah mengantongi persetujuan pengurus desa dan pemilik lahan" Potong Taruna frustasi, entah bagaimana cara mengatakan pada Papa dan Lima jika masalah itu sudah beres.

MEMINJAM WAKTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang