WAKTU KEDUAPULUH

3.6K 417 76
                                    

...
Hidupku harusnya jadi Bagianmu,
Tapi hatiku buta tak melihat budi mu.
Tuturmu selembut awan
melenakan ku,
Menganggap kau lemah takluk
Di kaki ku.
Kini...
Bahkan sujudku tak bisa mengembalikanmu.



.

.
.
.
.
.
.

Bagaimana ia harus bersikap pada pria yang kini tengah menyuapi nya dengan tulus. Dengan sabar membersihkan mulutnya yang belepotan makanan. Tersenyum manis dengan mata berbinar penuh cinta?.

"Aaaa.....". Mulut Jericho ikut terbuka ketika memerintahkan dirinya membuka mulut, wajah pria itu terlihat lucu membuat ia mau tak mau tersenyum.

"Naaahhh gitu dong sayangnya Ico, senyuuummm...cantik banget sih..". Entah bagaimana ia mengerucutkan mulutnya merasa jika ia berhak merajuk pada pria yang adalah tunangan Alin.

Sedang dirinya, adalah seseorang yang tengah meminjam tubuh milik Alin, wanita beruntung karena dikelilingi orang-orang yang menyayangi nya.

Lima kembali merasa bersalah.
Tak seharusnya ia mengorbankan Alin dan Jericho, dan seluruh keluarganya.

Lima juga tidak tahu bagaimana ia bisa sampai berada didalam tubuh ini.

Kembali ia melihat kesibukan Jericho memotong kentang dan wortel agar bisa ia suapkan. Tangannya tampak terlalu besar untuk mangkuk dan sendok yang dipegangnya. Mengingatkan Lima pada sosok lain.

Dulu Taruna juga memperlakukan nya dengan manis. Meski tidak se ekspresif Jericho, tapi Taruna berhasil menyentuh ruang terdalam pada jiwanya yang sepi.

Menjadi anak satu-satunya dari Ayah dan Ibu yang direnggut dalam waktu bersamaan membuat dirinya ketakutan. Ia seperti berada dalam ruang tak terbatas tanpa satupun yang bisa ia jadikan pegangan. Dan hanya Taruna yang bisa mengisi ruang itu. Hanya Taruna yang bisa membuatnya merasa menapak dan berani mengangkat wajah menghadapi dunia yang riuh.

Dan ketika Taruna menatapnya dengan benci, ia kembali menjadi Lima yang sendiri mencari-cari pegangan untuk bertahan.

"Yuk, terkahir, habisin..." Lima dengan patuh membuka mulutnya.

Jericho mengacak rambutnya dengan gemas.

"Kamu harus sehat terus sayang, pikirin aku saja, oke?".

Lima terdiam, apakah Jericho tahu tadi ia sedang memikirkan Taruna?.

"Heii..kok jadi diam? Hum?? Sini aku peluk, supaya yakin kalau aku memang ada disini untuk kamu sayang, cinta, Alin..."

Dalam sekejap Lima berada dalam pelukan hangat dan wangi yang kini mulai biasa ia hidu. Wangi inilah yang membuatnya penasaran untuk segera membuka matanya.

"Jangan takut Alin, take your time, nggak usah buru-buru ingat semua hal. Lebih baik begini saja, kamu nggak ingat juga nggak apa-apa. Aku nggak mau lihat kejadian kemarin lagi, aku takut kamu tidur lama lagi Alin, aku nggak mau...Just stay With me...". Lima bisa mendengar ketakutan pria itu. Dengan kaku lengannya mengusap punggung lebar dan kokoh itu.

"I Love you...really Love You..itu cukup kan buat kamu sayang?. Papa, mama, Lulu, Mateo hanya ingin kamu sehat Lin, kamu bisa ingat kami perlahan-lahan, kami akan sangat sabar...."

Apa yang bisa Lima lakukan selain memeluk kembali Jericho dengan erat, mencoba menyampaikan maaf yang tidak bisa ia ucapkan.

Jaricho melerai pelukan mereka. Menangkup kedua pipi kekasih jiwanya.

"Janji kamu nggak maksa buat ingat-ingat lagi? Kalau pun kamu nggak ingat nggak apa-apa Lin, yang penting mulai sekarang isi ingatan kamu dengan Papa, mama, Matt, Lulu dan....aku!"

MEMINJAM WAKTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang