you kno i'm no criminal, but

555 39 5
                                    



I lied.

Aku berbohong.

Aku selalu tahu siapa Clarin. Well, not by the name nor reputation as everybody seems to know her better. Tapi dari tiap penolakan halus dari Laz.

"Gabisa, Al. Gue mesti anter Clarin."

"Duh, Al. Jangan tiba-tiba chat eksplisit gitu dong, dibaca Clarin nih WA gue."

"Al, Clarin mau ikutan nonton juga, dia belom nonton, boleh ngga?"

Yang terakhir itu gila sih. Kok bisa dia kepikiran menempatkan aku dan Clarin dalam satu area yang sama, berdekatan, bahkan berbagi udara yang sama dalam sirkulasi teater bioskop.

"Gausah parnoan deh. Clarin ketemu model model foto gue baik-baik aja," tanggap Laz pada setiap kekhawatiranku untuk bertemu Clarin, model disini maksudnya ya model yang ia habiskan malam bersama juga, tapi akukan bukan model-nya, tapi aku juga salah satu yang menghabiskan malam dengannya.

Lewat Laz, aku bahkan mengenal karakternya, makanan favorit, ataupun kebiasaan Clarin.

"Al, gue foto dulu deh buat Clarin, dia pengen liat bentuk tahu campur," saat aku sempat-sempatnya berhenti di sebuah warung makanan khas Surabaya langgananku di bilangan Jakarta Selatan demi seporsi hidangan penuntas lapar sekaligus penambah energi pada apapun yang akan kami lakukan di apartemennya nanti, saat menunggu Laz tak jauh dari lokasi apartemennya.

"I thought she's our alumnae too," aku menebak-nebak, mengingat-ingat apakah Clarin Clarin ini satu dari teman kuliahnya, atau teman saat kuliahnya, dulu.

"Enggak, lulusan Depok dia. Yang di Surabaya juga tuh Sherin sih. Pedes ga, Al? Kalo pedes banget kayaknya Clarin gabisa," aku mengungsurkan sebuah sendok baru padanya untuk ia cicipi sendiri hidanganku, lucu juga mengingat kita biasa berbagi lebih dari saliva di tempat berbeda tapi aku enggan berbagi sendok dengannya.

Tanggapan Laz sama bingungnya, tapi akhirnya mengambil sendok itu dan kami saling menyendok dengan akrab. "I thought you'll end up with Genevieve."

"Itulah kenapa gausah dipikir-pikir."

"Dia kan yang bikin lo galau berbulan-bulan? Tumben fuckboy kayak lo gagal dapetin cewe."

"Kata siapa gagal? Sherin not into marriage."

"Lo juga bukannya?"

"Makanya ga baik, gue sama Sherin tuh terlalu sama dalam banyak hal, untuk longterm relationship bagusan opposite attract sih menurut gue."

"Teori dari mana lagi tuh."

"Dari pengalaman lah. Sama lo gini kan opposite attract, bakal tahan lama nih kita."

"Ge er. Gak bakal yah gue kontak lo kalo udah nikah?"

"Nikah sama siapa sih, Al? Yakin lo jadi nikah sama Alfa —mantan lo?" Laz menekankan. Sialan, padahal segala drama perpisahan itu menyeret dirinya juga.

"Nikah sama jodoh gue lah. Ntar juga tau-tau muncul kayak Clarin."

"Udah lama gue ama Clarin tuh, lo aja baru denger."

"Iya gue aja yang baru denger blakangan ini. Lo selalu bilang mau nikah dari awal kita ketemu tapi gak ada nyebut satu nama. Baru sekarang, Clarin ini Clarin itu. Siapa sih Clarin? Kok bisa dia ngajak elo nikah?"

Laz menjejalkan sendok penuhnya pada mulutku. "Gausa cemburu."

Aku hanya mengumpat. "Anjir!"

BLUEBERRY   Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang