tellusaboutyourself

686 46 17
                                    

Kadang, kalimat terjahat seseorang padamu, bukanlah tuduhan tidak benar atas dirimu, melainkan ungkapan paling benar atas keinginan paling gelapmu.

"Siapa dia?" adalah Alfa, calon suamiku –saat itu, mendapati pesan balas membalasku dengan Laz pertama kali.

"Cari kesempatan dia tuh," tuduhnya lagi, dengan masih tersenyum sinis, sedikit banyak aku gembira pada kecemburuan yang jarang ia tunjukkan.

"Nggak tau aja kamu stok modelnya dia banyak yang lebih cantik," memandang remeh analisisnya terhadap Laz, aku mendebatnya.

"Ngga ada patokan, sayang. Kalau dia pengen iseng ke kamu, ya iseng aja, siapa tau kamu nyangkut."

"Nggak, sayaang. Kami professional. Dan aku kan punya kamu, ngapain iseng."

"Pokoknya jangan receh, nggak usah tanggepin aneh aneh."

Sekian lama aku mencerna arti receh, apakah ini tentang uang, ataukah ini tentang harga. Apakah perempuan jadi tidak bernilai dengan ia mencoba ramah kepada siapapun, dengan pria terburuk sekalipun?

But Laz was not that bad though.



Christian Lazuardi - Triaskanta
lo tuh supel
pantes kok lo di brand



Barisan kalimat Laz menghiburku, entah basa basi, entah tulus dalam hatinya. Namun sedikit memberi semangat di tengah ketidak cocokanku dengan tempat yang menjadi iklim kerjaku belakangan.

Saat itu aku masih menduduki posisi sebagai calon asisten manajer yang sedang OJT pada departemen pemasaran dan branding. Berniat menyelesaikan keseluruhan program management trainee dengan baik agar aku bisa memilih jalur karir sesuai minat bakatku, aku mengajukan diri sebagai penanggung jawab rebranding produk bestseller.


Me
wah, orang spt lo harus
diduplikasi nih di kantor


Christian Lazuardi - Triaskanta
ya bisa sih asal harganya cocok
mayan buat modal nikah

Me
what?
elo?
nikah?
bukan ama kucing kan?


Christian Lazuardi - Triaskanta
wets, jangan salah



"Nih, Mas, Laz tuh udah mau nikah juga," dengan polosnya, aku menunjukkan isi pesan singkat itu pada Alfa. Sebelum kalian berkomentar, belakangan aku pun merasa banyak sekali kebodohan dalam hubunganku dulu, termasuk terlalu jujur pada Alfa. Kupikir tadinya, menjalani hubungan dengan transparan, setidaknya di salah satu sisi akan membuat segala hal jadi lebih mudah, dan berjangka panjang.

"Nggak ngaruh, Allie sayang. Mau dia punya istri pun, orang seperti dia ya tetep isengnya," too much information, Alfa memilih Allie sebagai panggilan sayang, berbeda, dan satu satunya. Aku sungguh mencintai panggilannya, maupun ia yang memanggilku.

"Lagipula, kita jg udah mau nikah kan Mas?" aku mengerling padanya.

"Mas?"

Tergagap ia menjawab, harusnya kusadari kalau itu sebuah pertanda buruk. "Iya. Iya. Gedungnya jadi pilihan kamu kemarin kan?"

Kadang aku berpikir, apakah jika aku sedikit menyimpan rahasia pada Alfa, ia tidak akan menaruh begitu besar kecurigaan pada Laz. Atau, apakah jika aku tidak memilih Laz dalam project itu, apakah aku masih bisa bersama Alfa. Dan apakah jika aku tidak memaksakan kemampuanku saat itu, apakah aku berada pada jalur ini baik dalam karir maupun hubunganku dengan Laz.

Begitu banyak pertanyaan perandaian, pada akhirnya akulah yang berandil besar pada kesalahan kesalahan hidupku.

Semua ini salahku, karena tiba tiba mengide untuk mengambil konsep baru dalam produk yang akan rilis dengan imej baru. Jika biasanya produk tabir surya atau sering dikenal sunscreen diidentikkan dengan pantai, aku tiba tiba berpikir bukankah kita lebih sering mengenakan sehari hari alih alih untuk berlibur. Untuk apa lagi lagi mengambil konsep pantai dan liburan kalau lebih sering digunakan menangkal teriknya matahari metropolitan.

BLUEBERRY   Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang