in between black and white

649 40 4
                                    

jadi bab ini kuatur ulang yah agar supaya lebih runut
.
and this is contain super explicit materials

~mars

🔞🔞🔞🔞🔞

To me sex is more of subject matter than object.

"Dia udah nikah kan? Makin enak dong, beb?"

Adalah Zaini dengan panggilan akrab Jeni bukan karena ia adalah fanboy Jennie Blackpink - menanyaiku dengan mulut binalnya dan kujawab sekenanya tadi pagi. Kalau sudah mendekat seperti ini, bisa dipastikan ia kepo dengan kehidupan delapan belas coretku.

"Enak dong ya, pantes extend seminggu," nah kan mulai perjulidannya. Aku hanya acuh sambil memilah kertas-kertas berisi brief talent skincare ibu dan anak darinya.

Aku dan Jeni memang terkadang saling bertukar cerita kehidupan delapan belas coret kami, sepertinya dulu Jeni yang memulai perbincangan topik tersebut denganku, entah sengaja atau tidak, entah oversharing atau hanya padaku tapi katanya sih, "Gue sama siapa lagi Al bisa crita begini di kantor, elo doang yang open minded."

Lebih tepatnya aku tidak terlalu peduli dengan tindakan orang, dan malas menjadi polisi moral. toh setiap dari kita adalah pendosa, baik pernah, sedang, atau akan berbuat dosa. We never know, the clock is ticking on us.

Lama-lama ia memancingku untuk bercerita tipis-tipis, hasil-hasil tangkapan dating online. Atau mantan. Atau Laz.

Dan pertanyaannya pada setiap cerita tidak jauh dari kata enak tidak enak.

"Gue seenak itu ya?"

Pun Laz menanyakan hal yang sama dengan segala narsisme miliknya.

Padahal sex bagiku sangat subjektif.

Gampangnya, enak nggak enak itu perkara dengan siapanya, bukan tekniknya. Sejago apapun, kalau nggak ada rasa bukannya akan tetap hambar? Malah after taste nya hanya pahit dan penyesalan.

"Lo mah terlalu dipikir beb," Jeni menanggapi.

"Dipikir lah, dia laki orang. Gila aja gue jadi pelakor."

"Lo ada pengen ngerebut dia? Minta-minta duit ke dia? Apa minta penthouse? Nggak kan?"

Aku menggeleng dengan hikmat. Aku dan Laz, aint catch anything but fun. Fun. Am I having fun with him? Apa menyenangkan beraktififas hanya didasari fisik tanpa rasa? Dan apa benar tanpa rasa?

"Penthouse tuh gue bisa beli sendiri kali, walau KPR sih."

"Ya brarti ga masalah, beb. Itukan kebutuhan. Biar lo ngga grumpy."

Am I grumpy without him?

Am I happy with him?

Satu minggu yang dihabiskan seperti mimpi. Mencoba hal-hal yang tidak pernah kami coba sebelumnya. Hal-hal terliar di kepalaku. nyatanya tidak menghapus pertanyan pertanyaan tentangnya.

Apa dia enak?

Apa akan ada yang lebih dari saat itu?

Karena bicara tentang rasa, bukankah yang pertama selalu yang paling mengesankan.

Menghentak live music di hadapan kami, padatnya publik skena indie malam itu membuat kami saling berhimpit.

Situasi ini asing, bahkan outfitku jauh berbeda dengan penonton lain. Aku dengan matching set blazer dan celana kerja senada, lengkap dengan heels membuatku canggung ikut berdendang. Kalau saja bukan karena kalimat template aligator ibukota darinya, "Kalo lo butuh jalan atau nongkrong kemana gitu, gue temenin deh. Temen minum, temen curhat, atau temen ngedate, gue bawain temen-temen gue. Tinggal bilang, Laz gue suntuk yuk cabut. Oke?"

BLUEBERRY   Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang