we are in weird and strange relationship

445 31 4
                                    



thanks for loving mba Al
~mars

*



Ekspektasiku terhadap Laz tadinya ingin kupatahkan.

Tadinya Laz kukira akan sama seperti teman sekampus lainnya yang sangat ringan tangan dan dapat diandalkan sebagai sesama perantau ibukota, maksudnya bisa kupanggil saat butuh. Lulus dari kampus teknik dengan proporsi lebih banyak kaum adam dibanding hawa membuatku secara casual berteman dengan banyak lawan jenis -yang selalu dikeluhkan Alfa padaku. Pun ajaran kaderisasi (baca: ospek) bertahun lamanya membuat pria lulusan kami (katanya) lebih punya kesabaran memperlakukan saudara satu kampusnya. Ya sebut aku si lulusan berjiwa tua, karena kebanggaanku atau tepatnya arogansi atas almamaterku, alumni angkatan pasca kemerdekaan pasti bangga.

"Gue begini karena terpaksa ya, Laz," karenanya aku memanggilnya, sama seperti teman lainnya.

"Iya baginda ratu," sahutnya dari balik helm.

"Karena gue gatau mau minta jemput siapa. Ini udah malem, dan ojek di sekitar kantor gue nyeremin," aku menegaskan lagi dalam perjalanan just in case agar ia tidak berpikiran macam-macam, apalagi mengira aku modus dan semacamnya. Dia kan sama aja seperti teman lainnya ya. Dan lagi, tahun itu ojek online belum populer.

"Iya iya selow."

"Ya gue gamau lo nganggep gue murah atau gimana. Gue kan terpaksa minta anter lo," Aku benar-benar linglung saat itu. Hari sudah lewat tengah malam, namun pekerjaan ku baru selesai karena deadline yang tanggung untuk dilaksanakan di kamar kosan.

Tentu saja karena rangkaian meeting sepagi-siang-sore yang membuat kami baru menyentuh deadline kami. Bu Fyo, Sigi, bahkan Jeni bertugas lewat dari masa lemburnya dan baru bersamaan pamit lebih dahulu.

Mereka bergantian menawari tumpangan namun kutolak karena sungkan. Menurutku tempat tinggal adalah hal yang paling tidak ingin kubagi pada orang kantor, apalagi kalau mereka tahu aku malah lebih sering tinggal di apartemen Alfa.

Aku menimbang-nimbang siapa kiranya orang yang tidak beruntung untuk menjemputku, karena lagi-lagi Alfa ke luar kota untuk urusan pekerjaannya. Kontak teratasku menyisakan Laz untuk kumintai bantuan mengantarku pulang, namun firasat serta pesan-pesan Alfa tentang Laz membuatku menimbang kembali keputusannya.

Barangkali pepatah kalau serigala bisa mengenali kawanannya benar juga.

Tapi lagi-lagi kenaifanku justru tidak ingin Alfa mengira ada sesuatu antara aku dan Laz. Lagipula Laz di waktu-waktu ini memang baru saja selesai dari shiftnya. Jam kerjanya memang nyentrik seperti dirinya. Konon karena penghematan, firma desain tempatnya berkerja menggunakan sistem shift agar software gambar kapal yang mahal itu bisa digunakan optimal selama 24 jam. Kutebak, Laz memilih sendiri untuk bekerja di shift malam. Itulah kenapa di siang hari ia mengisi waktunya dengan hobby sekaligus usaha sampingannya sebagai fotografer.

Kurasa alasanku tidak buruk. Jadi akupun ingin mematahkan ekspektasi dengan menyamakan Laz seperti teman lainnya.

Tuk.

Aku terkejut ketika helmku terantuk helm Laz.

Laz meminggirkan vespanya. Menarik tanganku untuk melingkari pinggangnya. Membuat tubuhku condong padanya.

"Nyender ajalah Al, lo tuh ngantuk."

Setengah kesadaranku mencoba mencerna suruhannya untuk bersandar, menimbang apa boleh aku merebah sedikit ke punggungnya yang sepertinya nyaman.

BLUEBERRY   Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang