5. Ice

721 109 1
                                    

Note: POV ketiga
•••

Kesukaan Ice adalah rebahan dan tidur―

Ice pulang ke rumah sendirian. Biasanya ia bersama Blaze, namun saudaranya yang lebih tua enam bulan itu pergi ke rumah sakit meninggalkannya di belakang.

Ice tidak suka olahraga sehingga ia lemah dalam hal fisik. Karena itu, ia tidak bisa mengejar Blaze setelah berlari tiga langkah.

Jadi, daripada buang waktu mengejar Blaze, lebih baik rebahan seharian di rumah.

Awalnya, itulah rencananya.

Ketika ia tiba di rumah, suasana tampak sepi. Ia tahu kalau Halilintar masih disibukkan dengan kegiatan kampusnya, Taufan dan Gempa ... ditambah Blaze sedang menjaga [Name], sementara Thorn dan Solar ... yah, siapa yang tahu apa yang sedang dilakukan keduanya.

Ia tidak peduli.

Ia hanya ingin segera berbaring di kasur, menikmati aset istimewa miliknya di kamar yang tidak akan dimiliki oleh sembarang kid jaman now.

Awalnya, itulah rencana yang ia pikirkan.

Ia akan menghempaskan tubuhnya ke kasur empuk, menyalakan AC, dan masa hibernasi pun dimulai.

Ia akan memeluk guling dengan gambar Ice Bear dari serial kartun tertentu, dan perlahan memasuki alam mimpinya.

Itulah rencana yang ingin ia terapkan.

Tapi ....

Pada akhirnya, mengapa dirinya berdiri di sini? Di depan rumah sakit ini?

Ice menguap, berusaha menjaga matanya tetap terbuka. Tangannya menyalakan ponsel, melihat isi group chat yang berisikan alamat bangsal tempat [Name] berada.

Dengan langkah gontai, ia berjalan memasuki pintu rumah sakit, memasuki lift, dan menekan tombol lantai.

Dinding lift terasa sejuk, membuatnya bersandar di sana dan menikmati hawa kesejukan yang sangat ia sukai.

Suara 'ding' membuyarkan fantasinya. Dengan lambat, Ice melihat pintu lift yang terbuka dan memaksakan kakinya untuk melangkah keluar dari lift idamannya.

Ia berjalan selambat siput, tapi pada akhirnya dirinya tetap tiba di bangsal adik bungsunya.

Ice mencoba membuka pintu, namun karena tidak banyak mengerahkan tenaga, pintu tidak kunjung terbuka.

" .... "

Ice menghela nafas pasrah.

"Kalau begitu, tidak ada cara lain."

Ia meletakkan tangannya pada pintu dan kemudian berkata, "Wahai pintu, terbukalah."

Krik krik krik krik

Perawat yang lewat mencoba menahan tawa atas tingkahnya.

Untungnya, Ice tidak memiliki kata 'malu' dalam kamusnya, atau ia pasti akan segera meminta Gempa untuk menguburnya di tanah.

Jadi, Ice menghela nafas pasrah untuk kedua kalinya.

"Gunakan rencana B," ucapnya dengan kilauan di ujung mata.

Ia menyalakan ponsel dan ... menghubungi nomor Blaze.

Tidak perlu waktu lama, pintu segera terbuka. Tampaklah Blaze di sana dengan ponsel berdering di tangannya.

"Ice! Selamat datang!"

Ice masuk ke bangsal dan segera menikmati hawa dingin yang sangat akrab di pori-pori tubuhnya.

Ah, AC memang yang terbaik.

Ia melihat [Name] yang tertidur di ranjang, kemudian berjalan mendekat. Tangannya mengusap lembut dahi adiknya yang masih diperban

Gempa yang melihatnya datang berkunjung pun menghampiri. Ice tidak bertanya, tapi Gempa tahu apa yang dipikirkan oleh saudaranya yang sebelas dua belas dengan Halilintar itu. Ia berkata, "Kata Paman, kepalanya terbentur aspal. Tapi karena tindakan cepat dari Taufan, [Name] berhasil menghindari luka parah dan hanya mengalami gegar otak ringan."

Ice mengangguk sebagai isyarat bahwa ia mendengarkan. Ia menatap adiknya beberapa saat sebelum menuju sofa di dekat kursi penunggu. Ia membaringkan tubuhnya di sana dan ... tertidur.

Gempa hanya bisa geleng-geleng kepala melihatnya.

―tapi kau adalah prioritas nomor satu.

•••
Fakta Ice:
Anak kelima; selisih 3½ tahun dari Halilintar, 3 tahun dari Taufan, 2 tahun dari Gempa, 6 bulan dari Blaze, dan 1 tahun dari Thorn, Solar, dan [Name].

My Dear Brothers || F/M! ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang