20. Bengkel (part 2)

281 56 4
                                    

Note: POV ketiga
•••

Bengkel di depan mereka milik sepupu dari kedelapan bersaudara, Gentar.

Awalnya, sepupu ini sangat suka balap liar. Ia merakit motor balapnya sendiri dan memamerkannya ke semua lingkaran sosialnya. Orang tuanya tidak suka melihatnya tumbuh seperti ini, jadi mereka mengirimnya belajar ke negara tetangga (coba tebak😁).

Sekitar empat tahun yang lalu, ia kembali ke tanah air dengan piala kemenangan motor balap serta sertifikat kelulusan teknik otomotif. Ia mendirikan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang manajemen olahraga, membuka lapangan balap motor, bahkan membangun bengkel dengan usahanya sendiri. Dalam waktu singkat, Gentar―yang sebelumnya hanya remaja pemberontak hobi balap liar―berubah menjadi bos kaya dengan uang miliyaran di rekening bank-nya.

Jika ini sebuah novel, tampaknya Gentar adalah main character yang memiliki plot cerita protagonis lemah perlahan mendaki gunung raksasa menjadi protagonis kuat, membuat iri para 'pembaca' hingga nge-halu bisa jadi kayak dia.

Tentu saja, pengandaian di atas hanya imajinasi Taufan semata.

Sangat jelas, main character di fanfic ini adalah para Reader bersama tujuh saudara elemental.

//Uhuk uhuk

Oke, singkat kata, motor gede Taufan diserahkan pada sepupu mereka yang kaya ini.

"Ck ck, dasar holkay." Taufan hanya bisa menghela nafas memikirkan sejarah dramatis sepupunya.

"Nyindir orang holkay. Situ apa nggak sadar kalo holkay juga?" Bukan Gempa yang membalas; adalah orang yang diperkenalkan di awal chapter, Gentar.

Pria eksentrik―dengan baju berantakan penuh noda oli, obeng tersemat di telinga, dan kunci inggris di tangan―berdiri di ambang pintu masuk bengkel, tersenyum cerah pada kedua kerabatnya.

"Yo! Akhirnya kalian di sini!" sapanya dengan dua jari melambai, mencoba bersikap sok keren. Melihat sosok Taufan dan Gempa tanpa kehadiran orang lain, Gentar mengangkat alisnya dengan heran. "Tumben si tukang gledek merah gak ikut."

Yang dimaksud tentu saja Halilintar.

"Tau lah ... Di mana ada Taufan, di situ nggak ada Hali," sarkas Gempa.

Taufan yang disebut pun hanya cengengesan dengan wajah tanpa dosa.

"Yah, sayang sekali. Baru saja aku beli banyak es krim untuk dimakan bareng," ujar Gentar dengan wajah kecewa yang dibuat-buat.

Mendengar kata 'es krim', mata Taufan langsung berbinar-binar. "Es krim?! Mauuuu!!!!" Dengan kecepatan super, sosoknya bergegas masuk dan menghilang ke dalam bengkel.

"Ah ... Padahal yang tadi cuma bercanda." Gentar mengikik tanpa merasa bersalah.

Gempa hanya bisa pasrah melihat Taufan yang ditipu oleh sepupu ini lagi.

Terakhir kali―saat mereka datang dengan motor rusak―Taufan juga ditipu dengan iming-iming 'makanan enak', faktanya hanya ada hanya nasi bungkus lima ribuan yang sering dijual di pinggir jalan.

Walau ... nasi bungkusnya memang terasa enak, sih. Gempa menghela nafas dalam hati.

"Kalian mau ambil motor, 'kan? Sudah aku perbaiki." Gentar mengantar Gempa menuju tempat di mana motor Taufan berada. "Motornya rusak cukup parah. Tapi, untungnya kalian punya sepupu seperti aku!"

Ia menepuk dadanya, memamerkan kehebatannya. "Gentar yang luar biasa ini bisa memperbaiki apa saja! Bahkan yang sudah tak berfungsi lagi bisa aku ubah jadi seperti barang baru lagi!" ucapnya penuh rasa percaya diri.

Gempa tersenyum hangat. "Nah, karena kita sepupu, bolehlah kalau dapat diskon?"

" ... Eh?"

Senyum itu masih tercetak di wajah Gempa, tapi entah mengapa Gentar merasa bulu kuduknya merinding ketika melihatnya.

"Kami sangat beruntung punya sepupu Gentar. Kami juga sangat senang motor Taufan diperbaiki di sini. Jadi, kami sungguh senang karena sepupu memberi kami harga murah."

Tangan Gempa jatuh pada bahu Gentar yang gemetar. Tiba-tiba, di mata Gentar, senyum Gempa berubah menjadi menakutkan.

"Aku benar 'kan, sepupu?"

" .... "

Akhirnya, Gentar benar-benar memberi diskon pada saudara sepupu m̶e̶n̶g̶e̶r̶i̶k̶a̶n̶ yang murah senyum itu.

Bagus, pengeluaran uang bulan ini tidak terlalu banyak, batin Gempa dengan gembira.

Mereka berdua tiba di tempat motor gede Taufan berada. Gentar tak mengkhianati kata-katanya, motor itu benar-benar tampak seperti baru. Bahkan Gempa hampir mengira sepupunya ini sengaja membeli produk yang mirip agar menipu matanya.

"Gimana? Bagus 'kan?" Gentar bersandar pada motor itu, berlagak seperti orang keren yang norak.

"Sepertinya aku paham sekarang mengapa Hali menyarankan untuk diperbaiki di bengkelmu." Gempa tak menyembunyikan rasa kagumnya pada sepupu eksentriknya ini.

Memang cukup mengejutkan ketika Halilintar―yang awalnya berniat membuang motor ini―tiba-tiba memberi saran untuk diserahkan pada bengkel Gentar. Pasalnya, Halilintar bukan tipe orang yang akan memberi bantuan.

Gempa jadi curiga kalau saudara sulungnya itu sering mengunjungi tempat ini.

"Akh! Gentar, kamu bohong lagi!" Suara nyaring terdengar dari kejauhan. Sosok Taufan yang tampak marah segera mendekat dan berseru penuh emosi, "Mana es krimnya?! Nggak ada!"

Gentar tersenyum jahil seraya menjulurkan lidahnya. "Ehe."

"Ehe 'ndasmu!"

Kemudian, pandangan Taufan jatuh pada benda di samping Gentar. Melihat bentuk dan warnanya yang akrab, sudah jelas itu motor gede kesayangannya.

Sekali lagi, mata birunya berbinar. "Motorku!"

"Oh, tentu saja. Lihat, siapa yang memperbaikinya!" Gentar menepuk motor itu dengan bangga. Ia hendak menyingkir untuk membiarkan Taufan melihatnya, tetapi―

Braaaakk!!

―tanpa sengaja, tangannya mendorong motor itu. Lantas, motor gede berwarna biru tua yang baru saja diperbaiki jatuh ke samping, mengakibatkan kaca spionnya pecah dan setang setirnya bengkok ke arah berlawanan.

" .... "

Keheningan meliputi mereka bertiga.

•••
Fakta delapan bersaudara:
Gempa memang terlihat ramah, namun semua saudara sepakat kalau ia adalah orang paling mengerikan di rumah, mengalahkan Halilintar.

My Dear Brothers || F/M! ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang