28. Fang dan Kaizo (part 1)

422 51 6
                                    

Note: Yo~ Akhirnya aku kembali setelah libur lebih dari satu bulan~ Apa kalian merindukanku? Ehe.

•••

"[Name], jangan banyak merepotkan Kaizo, ya?"

Kau memutar bola matamu dengan lelah. "Kak Gempa … Kakak sudah bilang itu ribuan kali sejak tadi. Lagian, ini bukan pertama kalinya juga aku nginap di rumah Kak Kaizo dan Fang."

Bagimu, sudah menjadi kejadian biasa kau tinggal di rumah duo bersaudara 'cool' itu, sementara semua saudaramu harus pergi untuk waktu yang lama.

"Tetap saja, namanya juga tinggal di rumah orang, jadi jangan merepotkan mereka." Gempa menasihati dengan sabar.

Wajahmu menunjukkan ekspresi bingung. "Aku heran. Siapa sih yang awalnya nyaranin aku tinggal di rumah mereka?"

Dengan lugas Gempa menjawab, "Halilintar."

Yang namanya disebut pun bersin dengan suara keras. Kakak tertua itu menoleh, menatap kalian yang membicarakannya di belakang punggungnya. "Aku bisa mendengarmu."

Setelah meletakkan koper di bagasi mobil, ia pun melanjutkan, "Tidak aman meninggalkan [Name] sendirian; lebih baik serahkan ke Kaizo untuk menjaganya."

"Tapi, dari semua kenalan kita, kenapa harus dia?" celetuk Taufan tiba-tiba. Ia mendengar apa yang dikatakan Halilintar saat keluar dari rumah dengan koper besarnya.

"Keluarga Kaizo itu orang militer," jawab Gempa seraya menyiapkan barang kebutuhanmu untuk menginap di rumah tetangga nanti. "Karena itu, aku setuju dengan ide Hali."

"Heh? Aku baru tau!" seru Taufan tidak terima karena baru mengetahui hal tersebut.

Kau juga mengangkat alis dengan terkejut, tidak menyangka rumah yang tampak biasa saja itu sebenarnya dihuni oleh orang militer.

"Salah siapa isi otakmu itu ngawur semua?" sarkas Halilintar dengan nada mengejek, membuat Taufan berdecak kesal karenanya.

Kemudian, suara roda bergulir terdengar keras mendekati kalian. Sosok Blaze muncul diikuti dengan Ice yang tampaknya diseret paksa oleh saudara hiperaktif itu.

"Sudah siap!" serunya langsung menuju bagasi mobil masih dengan tangan menyeret Ice yang berjalan selambat siput.

Ketika Blaze melewati Halilintar, ia mendengkus kasar sambil memalingkan wajahnya, sementara Halilintar hanya lewat tanpa menunjukkan ekspresi apa pun.

Sepertinya kedua bersaudara ini masih belum berbaikan sejak kemarin.

Kau pun bertanya pada Gempa dengan suara berbisik, takut Halilintar mendengarnya. "Kak, mereka … baik-baik saja, kan?"

Gempa membalas dengan tawa pasrah. "Yah, aku harap tidak ada masalah nanti."

Terakhir yang datang adalah Thorn dan Solar.

Gempa tanpa sadar melirik Thorn, kemudian mengembuskan napas lega. "Syukurlah, dia tidak membawa tanamannya kali ini."

Dan kau teringat dengan peristiwa tahun lalu; ketika semua saudaramu diundang kembali ke Rumah Utama, Thorn membawa hampir semua tanaman yang ia miliki di kamarnya, membuat Gempa harus berusaha keras membujuknya untuk meninggalkan semua tanaman itu di rumah. Pada akhirnya, saat semuanya pulang ke rumah, tanaman itu layu karena tidak dirawat selama beberapa hari, membuat Thorn mengurung diri karenanya.

Sayangnya, tepat disaat Gempa lega, Blaze malah mengingatkan saudara serba hijau itu. "Hei, Thorn. Mana tanamanmu?"

Kau yang berdiri di dekat Gempa bisa merasakan keinginan kuat saudara tertua ketiga itu untuk mengubur Blaze ke dalam tanah.

Thorn yang meletakkan kopernya di bagasi mobil pun menjawab dengan tenang, "Yah, aku tinggalin aja di rumah."

Aura 'kematian' dari Gempa pun surut setelah mendengarnya.

Tapi, Blaze masih saja suka mencari 'kematian'. "Eh? Kenapa? Nanti mati lagi kayak tahun lalu."

"Nggak papa. Kali ini, aku taruh semua di halaman belakang."

Wah, tumben kakak satu ini pakai otaknya, pikirmu dengan heran.

Tepat ketika kau memuji kepintaran Thorn yang langka, Solar tiba-tiba menimpali, "Ya, aku yang nyuruh dia begitu."

" … " Aku seharusnya tahu itu.

Setelah semuanya mengatur koper di bagasi mobil milik Gempa, kalian memasuki mobil dengan Halilintar dan Gempa duduk di bagian paling depanーmereka yang akan bergantian posisi menyetir mobil.

Dengan Blaze yang sibuk bermain game, suara anime dari ponsel Taufan, dan Thorn yang terus berbicara dengan Solar di kursi belakang membuat suasana selama perjalanan tampak hidup.

Untuk kejadian yang luar biasa langka, Halilintar tidak kesal dengan keramaian di sekitarnya dan Ice tidak tidur di dalam mobil.

Mobil meninggalkan rumah; kau menatap pada bangunan yang telah menjauh di belakang sembari bertanya, "Kali ini, berapa lama kakak akan pergi?"

Pertanyaan itu membuat mobil yang awalnya ramai karena kegaduhan trio troublemakers menjadi sunyi seketika.

Ice yang tidak berbicara sepanjang hari ini pun menjawab dengan tenang, "Aku punya firasat … kali ini lebih lama dari tahun lalu."

Dan kau juga tahu, firasat Ice selalu benar.

•••
Fakta delapan bersaudara:
Tahun lalu, ketujuh saudara elemental pergi ke Rumah Utama selama lima belas hari (alias dua minggu).

My Dear Brothers || F/M! ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang