Bonus Chapter: Lomba

469 60 8
                                    

Note: POV ketiga; untuk memperingati 17 Agustus anggap saja chapter spesial ini berlokasi di Indonesia.
•••

Braak!

"Semuanya!"

Tiba-tiba saja, Taufan muncul dengan mendobrak pintu rumah tanpa berperike-pintu-an.

Suara keras itu membuat Gempa terlonjak kaget dari sofa, pasalnya posisinya saat ini yang paling dekat dengan pintu; Ice secara ajaib terbangun dari hibernasinya, padahal beruang kutub ini sangat sulit dibangunkan jika sudah terlelap; Blaze tersedak air karena terkejut dan segera terbatuk hingga mengeluarkan air mata; Thorn secara tidak sengaja tertusuk duri kaktus yang sedang ia rawat; Halilintar hampir melempar ponselnya ke arah pelaku yang membuatnya kaget; Solar yang sedang mengajar adik bungsunya tanpa sadar merobek buku di tangannya; dan [Name] yang sedang menulis di kertas berakhir dengan membuat coretan panjang melintang hingga ke sudut.

Seketika semua pandangan marah tertuju pada pelaku yang hanya berdiri di ambang pintu dengan wajah tanpa dosa.

Gempa mengelus dadanya, berusaha menenangkan degup jantungnya yang berpacu cepat. "Astaghfirullah Taufan, jangan begitu!"

Taufan tertawa dan menanggapi, "Sorry, aku terlalu bersemangat."

"Kau beruntung," timpal Halilintar dengan suara dingin, "karena tanganku sekarang tidak memegang pisau."

Jika tidak, bukan ponsel yang akan dilempar, melainkan pisau.

" ... " Menahan bulu kuduknya yang meremang akibat perkataan saudara tertuanya, Taufan menjelaskan alasan mengapa ia bersemangat. "Dengar, kita akan ikut lomba tujuh belasan!"

"Lomba tujuh belasan?" Sontak kelima saudara―minus Ice dan Halilintar―membeo dengan linglung.

Taufan meletakkan secarik kertas selebaran yang memiliki tampilan penuh nuansa warna merah dan putih ke tengah meja, membiarkan semua saudaranya melihat isi tulisannya. Selebaran itu melampirkan berbagai macam lomba―dari yang umum hingga nyeleneh―serta hadiah pemenang untuk para peserta.

"Juara satu bisa dapet lima puluh juta?!" Blaze bersorak gembira. "Aku pasti akan memenangkan lomba sepak bola!"

"Sepak bola lagi? Belum lama ini kakak tanding sepak bola ... Nggak bosen apa?!" hardik Solar yang memiliki ekspresi tidak senang karena masih mengingat rasa sakit di tulang keringnya.

"Ya 'serah aku mau milih yang mana. Toh sekarang aku nggak ngajak kamu ikut!" balas Blaze dengan ketus.

[Name] yang duduk di tengah keduanya, alih-alih melerai justru ia bergumam sedih, "Saudaraku sekalian, kasihanilah aku yang di sini. Dipikir telingaku ini toa mesjid atau apa?"

Halilintar yang mendengar kesedihan adik bungsunya langsung melirik dingin pada kedua saudara yang masih adu mulut. "Diam."

Dua orang yang dimaksud langsung kicep.

Di sisi lain, Ice yang memiliki mata setengah mengantuk melihat salah satu lomba yang menurutnya sangat sesuai seleranya. "Lomba cepat tidur."

Sungguh luar biasa acara tujuh belasan menghadirkan lomba cepat tidur. Sudah bisa dipastikan tidak ada yang bisa mengalahkan Ice yang memang notabenenya orang yang paling mudah untuk tertidur.

Solar―yang sudah pindah tempat duduk terjauh dari Halilintar dan Blaze―sedang mempertimbangkan lomba yang sesuai minatnya. Perhatiannya jatuh pada lomba yang pastinya tidak banyak orang menyukainya. "Wah, lomba cerdas cermat! Serahkan padaku!" Ia menepuk dadanya dengan bangga.

Jika menyangkut masalah pengetahuan, Solar adalah orang yang tepat untuk mengatasi hal itu. Semua saudara tidak keberatan dengan pilihannya.

"Kalau 'gitu, aku lomba balap karung aja!" Tidak mau kalah dengan saudaranya, Taufan segera memilih lomba yang ia ingin ikuti.

"Balap karung? Haha, awas jatuh terus gigimu ompong lagi kayak dulu," ejek Blaze mengingat kenangan masa lalu yang sangat berkesan.

"Nggak bakal ah!"

Gempa menyelisik setiap lomba yang ada, lalu bertanya pada ketiga saudaranya yang belum memilih, "Apa yang mau kalian ikuti?"

Thorn menatap dengan rasa ingin tahu pada selebaran di depannya. "Eemm ... Lomba panjat pinang? Kayaknya sangat mudah. Tinggal panjat pohonnya dan petik buah pinangnya aja, 'kan?"

Mendengar perkataan Thorn, serempak semua orang menepuk dahi dengan pasrah.

"Bukan begitu, panjat pinang itu ... Eh, 'gimana jelasinnya, ya?" Blaze menggaruk kepalanya dengan bingung.

Tanpa basa-basi, Halilintar membuka KauTube, mengetik kata kunci 'panjat pinang' pada kotak pencarian, kemudian menyerahkannya pada saudaranya yang paling polos itu. "Pelajari sendiri."

"Oke!" Dengan senang hati Thorn menghabiskan kuota kakaknya. "Terus Kak Hali mau ikut lomba apa?"

Saudara sulung itu menjawab dengan tegas, "Aku tidak akan ikut."

"Hee? Ayolah, Hali! Pilih satu lomba aja!" rengek Taufan tidak terima. "Atau kamu mau dipilihkan? Oke, kalo 'gitu ... Gimana dengan lomba yang ini?"

Semua saudara melihat lomba yang ditunjuk; adalah lomba tiup balon sampai meletus.

Sontak wajah Halilintar memucat. "Tidak!"

Jelas siapapun tahu fakta saudara tertua ini memiliki ketakutan terhadap balon. Taufan sudah pasti mengetahuinya, tapi bukan Taufan namanya kalau tidak iseng.

"Terus yang ini?" Jarinya bergerak ke lomba memecahkan balon air dengan mata tertutup.

Tentu saja Halilintar menolak dengan keras. "Tidak! Apapun yang 'balon' aku tolak!"

Taufan berusaha sekuat mungkin untuk menahan tawanya. "Kalo 'gitu mau yang mana?"

Mungkin karena sudah pasrah dengan keadaan, Halilintar menunjuk lemah pada salah satu lomba yang terletak di akhir daftar; adalah lomba lari maraton yang ia pilih.

Tidak ada yang keberatan. Lagipula, selain Ice dan Solar, yang lain memang memiliki rata-rata fisik yang kuat. Jika diberi peringkat, maka fisik Halilintar dan Blaze yang berada di posisi pertama dan kedua.

"[Name], kamu mau yang mana?" tanya Gempa pada si bungsu.

[Name] menatap semua daftar lomba dengan serius, seolah-olah sedang menghadapi pilihan jawaban untuk ujian akhir nasional. Setelah banyak pertimbangan, akhirnya ia menjawab, "Aku ikut lomba [pilihanmu] aja, kak. Aku suka lomba ini."

"Oke karena itu pilihanmu." Tatapan Gempa beralih ke Thorn yang masih fokus menonton video panjat pinang. "Thorn, kamu yakin pilih lomba panjat pinang."

"Iya! Kayaknya seru!" Thorn telah memutuskan pilihannya.

Sekarang, tersisa Gempa. Tentu saja, semua saudara tahu jenis lomba yang akan dipilih oleh kakak rumah tangga(?) mereka ini.

"Aku lomba memasak saja."

Tepat sekali.

Semua orang telah memilih lomba masing-masing. Taufan mencatat semua pilihan saudara-saudaranya, lalu ia akan menjadi perwakilan mereka untuk mendaftar ke setiap lomba yang telah dipilih.

"Fiks ya ini lombanya? Nggak ada yang mau ganti?" tanya Taufan sekadar memastikan. Ia tidak ingin saudaranya menyesali pilihan lomba mereka, terutama Thorn ... Yah, walau saudaranya yang satu itu tidak pernah menyesali keputusannya.

"Deal!" Kompak semua orang menjawab tegas.

•••
Fakta delapan bersaudara:
Halilintar memiliki globophobia/ketakutan terhadap balon (jujur aku bingung yang benar itu globophobia atau glophobia :v)

My Dear Brothers || F/M! ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang