Tanpa tau hal apa yang mendorongnya, Dia berhenti lalu datang menghampiri dan melihat tempat ini untuk terakhir kali sebelum akhirnya benar-benar pergi... lagi.
Dia menarik nafas dalam-dalam sampai dadanya sesak hanya untuk kemudian merasakan kelegaan yang ditimbulkan saat sesaknya hilang.
Kemudian pada akhirnya semua akan berlalu, akan terlewatkan.
Lagi dan lagi, waktu berjalan bagaikan seorang supir yang mengendarai kendaraan di jalan lurus tanpa hambatan ataupun bergelombang.
Berhenti hanya untuk mengisi bensin, atau sekedar istirahat karena lelah.
Namun lucunya dia akan berbaik hati untuk membiarkanmu membawa seluruh gambar yang sudah kau rekam bahkan jika kendarannya penuh dan menyesakkan.
Meninggalkan kita dengan gambar-gambar yang mungkin juga ada yang sangat tidak ingin kau simpan.
Menyakitkan tapi memang itulah kenyataannya.
Karena Tuan waktu yang perkasa tidak akan sebaik itu untuk mau menunggumu.
Dia memang selalu seperti itu, selalu melaksanakan tugasnya dengan baik.
Lalu ketika dia merasa sudah cukup melihat kembali tempat ini untuk merekam setiap detil sudut tempat ini di kepalanya, perhatiannya tertuju pada seorang anak kecil yang mengendarai sepeda roda tiganya di bawah sana. Dia turun dari sepedanya ketika ada sebuat batang kayu seukuran badannya menghalangi jalur sepedanya dan berusaha memindahkan batang kayu tersebut. Dia agak heran kenapa anak itu tidak melompati kayu itu atau berjalan lewat di sampingnya saja. Namun ketika anak itu berhasil memindahkan batang kayu tersebut lalu melanjutkan bersepada lagi, dia jadi tersadar akan sesuatu.
Bagaimana jika terkadang kitalah yang sebenarnya menjadi supirnya?
Kitalah yang memutuskan untuk berhenti lama atau tidak, membuang gambar-gambar tersebut atau malah sebaliknya, menyimpannya.
Cogito Ergo Sum.
Dia pun tersenyum tipis pada anak kecil yang mungkintidak akan pernah dia lihat lagi itu lalu berjalan pergi meninggalkan tempattersebut.
