"Kamu percaya omongan adalah doa?" Tanyanya dengan mata disipitkan, seakan bersiap menghakimi setiap peerkataan yang akan aku keluarkan.
Aku sempat ragu, lalu aku menjawab "Mungkin?" Jawaban yang menurutku paling aman meskipun terdengar tidak yakin.
Mendengar itu dia tertawa kecil, "Aku anggap itu iya" Ucapnya dengan nada geli.
Lalu dia melanjutkan, "Aneh ya, sesuatu seperti omongan sepintas dan bahkan hanya sebuah gumaman tersirat dalam hati yang menjadi doa itu ada. Itu bisa disebut takdir nggak sih? Sesuatu yang begitu sekejap, seperti bintang jatuh. Sampai-sampai kita nggak siap untuk menerima itu semua. Tiba-tiba saja dia yang tadinya berdiri jauh di sana bisa berada dan berdiri di dekatmu lalu masuk ke duniamu begitu saja, kemudian dari situ juga duniamu jungkir balik dan porak poranda semuanya."
