Prolog

1.1K 109 75
                                    

Author pov.
Tidakkah kebanyakan orang benci menunggu ?
Hujan masih belum tampak akan mereda. Choi Jisu, gadis berparas cantik yang akrab dipanggil Lia itu memutuskan untuk mengambil airpods di dalam saku jaketnya, lalu mengenakan benda kecil itu ke kedua telinganya. Sambil menunggu sopir pribadinya menjemput, Lia menyandarkan kepala ke tembok tempat penungguan jemputan, lalu memejamkan mata untuk menikmati lagu kesukaannya.
Lia tidak pernah sekali pun menyukai hujan. Alasannya cukup sederhana, karena hujan tidak pernah membuatnya tersenyum.
Malahan hujan hanya memberinya rasa sakit karena terus mengingatkan Lia pada kenangan yang sangat ingin ia lupakan.

Saat Lia sedang memejamkan mata sambil menikmati lantunan lagu melalui airpodsnya, tiba-tiba saja aroma parfum dari salah satu brand ternama di dunia secara samar-samar tertangkap oleh indera penciuman Lia. Dan karena hal itu dada Lia kembali terasa nyeri, ingatan Lia seakan dibawa kembali pada saat-saat dirinya bisa dengan bebas memeluk erat si pemilik wangi itu. Lia yakin, bahkan sangat amat yakin, dari sekian banyak anak di sekolahnya, hanya satu orang yang memiliki aroma khas itu.

Jika orang-orang berkata, kenangan buruk lah yang selalu membuat hati kita terasa seperti dicabik-cabik, tidak demikian menurut Lia, karena nyatanya malah kenangan indah lah yang berhasil menghancurkan perasaan banyak orang. Dan itu lah mungkin salah satu alasan kenapa masih banyak orang-orang yang susah untuk move on dari masa lalu. Mereka seakan tidak rela jika harus melupakan kenangan-kenangan indah yang telah dibuat bersama, entah dibuat dengan orang yang salah, atau pun dengan orang yang benar namun ternyata tidak ditakdirkan untuk kita.
Opsi terakhir adalah rasa sakit yang sesungguhnya.

Secara perlahan-lahan, Lia membuka matanya, menoleh ke samping untuk memastikan indera penciumannya.



"Yeji ?"



Yang dipanggil hanya tersenyum tipis dan tidak berlangsung lama, karena orang itu segera mengarahkan kembali pandangannya lurus ke depan tanpa mengeluarkan satu kata pun dari mulutnya untuk menjawab Lia.



"Mau nungguin lagi ?"



Lia melihat gadis yang ia panggil 'Yeji' itu merogoh kantong jaket denim yang sedang gadis itu kenakan.
Ah, ternyata yang gadis itu ambil adalah airpods, dan lagi-lagi tanpa menjawab pertanyaan Lia, Yeji atau pemilik nama asli Hwang Yeji itu melakukan apa yang tadi Lia lakukan, yaitu menyandarkan kepala ke tembok tempat penungguan jemputan setelah memasangkan airpods di kedua telinganya.

Lia yang merasa diabaikan oleh teman satu angkatannya itu akhirnya mengambil paksa salah satu airpods yang sedang Yeji kenakan.

Tentu saja karena hal itu, Yeji langsung menoleh, dan membuat kedua anak itu saling menatap.

Namun, detik itu juga Lia langsung menyesali perbuatannya. Karena melalui tatapan yang mereka lakukan itu, Lia dapat melihat rasa sakit yang begitu besar dari sorot mata Yeji.



"Aku cuma mau mastiin kamu pulang dengan selamat. Aku ga jawab karena takut bikin kamu ga nyaman. Lain kali, kamu ga perlu gubris aku, karena aku ga berniat buat nyari perhatian kamu. Aku di sini cuma mau jaga kamu, sesuai janji yang dulu pernah aku kasih ke kamu."



Tidak lama setelah Yeji berucap demikian, sebuah mobil mewah yang diketahui harganya mencapai milyaran rupiah tampak menghampiri mereka.



"Aku pulang dulu."



Tanpa menunggu jawaban Yeji, Lia segera bangkit dari duduknya lalu berjalan menuju ke mobil yang sudah berhenti di hadapan mereka.



"Lia."



Baru saja Lia hendak membuka pintu mobil pribadinya itu, panggilan lembut Yeji berhasil menghentikannya.



"Selamat liburan." Ujar Yeji, kemudian gadis bermarga Hwang itu tersenyum dengan cara paling tulus.

"Makasih, kamu juga." Setelah menjawab demikian, tanpa basa-basi lagi Lia langsung masuk ke mobil mewah itu.

"Dijagain Yeji lagi ya ?"



Lia sedikit terkejut karena ternyata di dalam mobil yang biasa digunakan untuk mengantar jemputnya terdapat sang eomma yang sedang duduk manis.

Sungguh, Lia tidak berbohong, pertanyaan-pertanyaan seperti itu tidak pernah gagal untuk membuat hati Lia semakin dan semakin tersakiti lagi. Akibatnya, tanpa sanggup memberikan jawaban terlebih dahulu, tangisan Lia langsung pecah di depan eommanya.

Sedangkan Yeji, hanya bisa menghela nafasnya dengan berat, lalu kembali menyandarkan kepalanya ke tembok setelah mobil pribadi Lia berjalan menjauh.



"Sampe kapan mau jadi orang bego kayak gini ?"



Dengan tidak bersemangat, Yeji menoleh. Yeji sangat hafal dengan suara itu, suara dari salah satu sahabatnya, Choi Yena.

Hening, tidak ada jawaban dari Yeji. Namun Yena sebagai sahabat yang sudah lama mengenal Yeji memaklumi hal itu, karena Yena sangat paham akan situasi sang sahabat.



"Sampe dia nemuin kebahagian yang dia cari-cari selama ini. Walaupun gue keliatan bego banget, tapi gini aja gue udah bahagia bek, gue bahagia karena gue masih bisa jagain orang yang gue sayang, setidaknya dengan cara ini gue masih bisa liat dia dari deket, walaupun pada akhirnya nanti kebahagiaan yang dia cari itu bukan pada diri gue."



Yena tidak lagi berkata apa-apa. Ia hanya menatap iba sahabatnya itu. Jika Yeji sudah berkata demikian, apa yang bisa Yena lakukan ? Melarang sang sahabat ? Memaksa sahabatnya untuk menghentikan semua kebodohan itu ? Tidak mungkin kan ?
Dan sejauh ini akhirnya Yena dibuat sadar bahwa yang Yeji lakukan itu bukan kebodohan semata, namun sebuah ketulusan yang begitu luar biasa.











Di tempat lain, di kota yang berbeda, di dalam sebuah ruangan yang terdapat banyak sekali peralatan olah raga, seorang gadis yang memiliki paras cantik namun juga tampan tampak sedang memukuli samsak tinju seperti orang kesetanan. Bahkan walaupun sudah satu jam berlalu, gadis itu tidak kunjung menyudahi kegiatannya seakan tubuh mungil itu tidak memiliki rasa lelah.



"Stop it."



Suara rendah seorang pria yang berasal dari pintu ruangan itu pun tidak berhasil menghentikan apa yang dilakukan oleh gadis tampan itu.



"APPA BILANG BERHENTI, SHIN RYUJIN!"

"AAGH!"



Bersamaan dengan teriakan itu, sebuah pukulan yang sangat amat kuat gadis itu layangkan untuk terakhir kalinya. Gadis tampan pemilik nama 'Shin Ryujin' itu meluruhkan tubuhnya di atas matras yang ia pijaki. Pria yang tidak lain adalah appa Ryujin itu melihat tubuh putri sulungnya tiba-tiba saja bergetar sesaat setelah putrinya itu menutup muka menggunakan kedua tangan.

Hal seperti ini terjadi bukan untuk pertama kalinya. Dan sebagai seorang ayah, tentu saja hati appa Shin teriris melihat putrinya sehancur itu.

Appa Shin berjalan perlahan mendekati putrinya, lalu mendudukkan diri tepat di sebelah Ryujin membaringkan diri, lalu mengelus lembut kepala putri sulungnya yang masih belum juga berhenti terisak.



"Sakit appa." Tanpa menghentikan isak tangisnya, Ryujin akhirnya mengeluarkan suara yang berhasil membuat hati kecil appa Shin semakin terasa sakit.

"Iya, appa tau sayang, tapi tolong, berhenti nyalahin diri kamu. Hati appa juga sakit banget kalau liat kamu kayak gini terus."



Tanpa ayah dan anak itu ketahui, seorang gadis teramat cantik sedang memperhatikan mereka berdua dengan hati yang ikut tersayat. Bahkan sakit di hatinya itu sampai membuat kedua mata indahnya berkaca-kaca.

BROKENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang