"Komplek Routen Hill, blok C, Nomor 13"
Aldein langsung mengangguk saat mendengar alamatku. Cukup mudah dikenali karena aku memang tinggal di komplek perumahan elit di kota ini. Entah mimpi apa aku sampai diantar pulang oleh orang nomor satu di fakultasku ini. Namun sepanjang perjalanan kami tidak berbicara. Harusnya aku bisa sedikit basa-basi mengingat dia memang tidak handal dalam hal itu.
Tapi sedari awal perjalanan pikiranku sudah terganggu dengan kalimat Aldein tentang Anet beberapa menit lalu. Aku tidak tau mereka sedekat itu sampai ia hafal rutinitas Anet tiap sore menjelang magrib. Tapi kalau diingat-ingat, Aldein memang tidak pernah lebih dekat dengan wanita lain selain Anet di kampus. Ya aku tau mereka sering bertemu karna satu jurusan Hubungan Internasional, sementara aku, masih di fakultas yang sama dengan jurusan Ilmu Administrasi. Kalau dipikir secara amannya, Aldein memang tidak banyak berinteraksi dengan orang lain apalagi perempuan karna tidak punya waktu, Anet satu-satunya teman bertukar pikiran mengenai tugas-tugasnya, karena sel otaknya hampir sama a.k.a sama-sama pintar. Tapi bukan tidak mungkin juga ada sesuatu antara mereka yang lebih dari sekedar partner kuliah.Tiba-tiba aku jadi insecure, kalau dibanding denganku, Anet tentu saja lebih unggul IQ nya dariku, dia aktif, berprestasi, cantik? Juga. Kalau Aldein disuruh memilih, ya sudah pasti bukan aku kalau begitu. Selama menguping, -ah bukan menguping sih sebenarnya, aku hanya tidak sengaja mendengar gosip anak-anak itu di kampus-, aku juga tidak pernah mendengar soal Aldein dipasangkan dengan seseorang.
Aku mendadak ingat, sebulan yang lalu Anet pernah bercerita ia merasa seseorang sedang menunjukkan suka terang-terangan padanya. Kalau tidak salah, saingannya di mata kuliah psikologi pemerintahan. Ketika kutanya siapa ia menolak memberitahu karna ia tak menyukainya balik, ia beralasan tidak mau diolok olehku.
Dan setauku Anet dan Aldein sering berkejar-kejaran nilai. Aku jadi makin overthinking pada Anet. Apa ada yang tidak ia ceritakan padaku?Aku melihat ke luar jendela, sudah hampir sampai. Berapa lama aku melamun disini? Aldein pasti merasa aneh denganku.
"Adikku titip salam.."
Apa aku salah dengar? Aku menoleh ke arahnya, memastikan ia tidak sedang bicara di telfon.
"Hm?" Aku bingung kenapa tiba-tiba jadi adiknya? Titip salam kepadaku?
"Adik aku salah satu followers kamu" Sambungnya sambil melirikku lalu terkekeh.
Oh shit, aku lupa kenyataan tentang instagramku. Jadi dia punya adik, yang menfollow ig ku selama ini? Artinya dia sudah tau tentangku, tapi sejak kapan?
"Serius? Umur berapa adiknya?" Aku sudah excited mengetahui aku pernah jadi obrolan ia dan adiknya.
"Hm.. kelas 2 SMP. Tapi pikirannya lebih tua 3 tahun dariku." Aldein masih tertawa membahas adiknya.
Aku tidak begitu mengerti tapi sepertinya hubungan kakak-adik ini asik sekali.Aku ikut tertawa, "Aku titip salam balik, bilangin ke dia, dm aja nanti aku folback" Ya kali adik gebetanku aku abaikan begitu saja, haha.
Aldein melempar senyum lagi padaku. Sungguh, aku tidak pernah melihat dia tersenyum dengan teman-temannya, bahkan Anet sekalipun.
"Thank you, Aldein." Ucapku dari luar jendela mobilnya. Ketika mobilnya berhenti tepat di depan rumahku.
"Thanks juga udah bantuin tadi. Aku balik.." Ia melepas rem tangannya, berbalik arah dan melaju dari hadapanku.
***
"Wah, rame juga". Anet bergumam sambil sesekali menyendok ice cream chocolatenya.
Aku mendekat ke arah balkon lantai empat gedung fakultasku dan mengikuti arah pandangannya ke lapangan.
"Masih maba udah berani macam-macam disini! Putar lagi!" Samar-samar terdengar suara Aldein di bawah sana yang sedang mendisiplinkan beberapa mahasiswa baru yang kedapatan merokok di lingkungan kampus.
Mereka berlari memutari lapangan seratus kali. Untung cuaca pagi menjelang siang ini sedikit mendung jadi mereka tidak terlalu tersiksa di bawah matahari.
"Net, Aldein gimana sih orangnya?" Aku bertanya dengan hati-hati agar Anet tidak merasa aneh.
"Aldein?.." Ia memberi jeda beberapa detik, "..paket komplit sih.., kenapa Grit? Kamu masih takut sama dia?" Anet menghadap ke arahku.
Terakhir kali aku membahas Aldein dengan Anet adalah saat aku bilang aku agak takut dengannya, setelah mendengar ia marah besar hingga mengancam akan membubarkan himpunan mahasiswa seni yang terlalu sering mengundang penyanyi untuk pentas seni yang mereka adakan besar-besaran hampir tiap bulan. Menurut Aldein, seharusnya mahasiswa terlibat yang harus kreatif mengembangkan bakat mereka disana bukan malah mengundang orang lain hingga menghabiskan banyak dana Himmas untuk membayar tarif orang yang mereka undang. Sejak saat itu, himmas seni mulai mengasah bakat anggotanya hingga banyak yang percaya diri ikut ajang unjuk bakat di luar sana. Aldein memang sekeren itu.
"Dia best of the best person yang aku kenal, soal prinsip gapernah main-main. Tegas banget. Ada sih satu kurangnya.." Anin menggantung kalimatnya dan kembali melihat ke arah lapangan sambil tersenyum geli, "..Gak mungkin aku sebarin sih, itu privasi dia banget."
Privasi dia banget? Aku merasa asing diantara dua orang ini sekarang. Mereka saling tau satu sama lain. Disini aku merasakan jarak pertemanan dengan orang-orang hebat. Aku agak kecewa, entah pada Anet atau Aldein. Mungkin keduanya. Tapi aku belum puas mengorek-ngorek tentang ini.
"Aldein.. orang yang pernah suka kamu itu ya, Net?" Aku to the point, membuat Anet keselek ice cream dan berakhir tawa darinya.
"Haahh? Ya kali Aldein suka gue, orang tiap ketemunya komunikasi kita gak pernah keluar dari lingkar pertugasan kampus doang. Kamu ngawur, ada apa sih, Grit?" Heboh Anin
"Kamu pernah cerita soal saingan yang suka kamu itu.." Aku harap Anet tidak curiga dengan nada bicaraku yang mulai ketus.
Anet seperti mengingat-ingat, "Oohh yang ituu, janji gak heboh ya aku kasih tau," aku mengangguk, "..itu mah si Dean unit dua. Agak jijik sih ngeliat tingkahnya caper mulu."
"Tapi Aldein tau kamu tiap sore ngapain.." Aku sudah out of control, ingin segera mendapat penjelasan dari pertanyaan di otakku saat ini. Semoga Anet tidak terlalu sadar aku sedang menginterogasinya.
"Hm? Oh iya? Itu karna dia pernah dua kali ke rumah pas mau magrib buat nitip tugasnya ke aku. Dia kesel banget aku gak jawab telfonnya, jadi disamperin. Taunya aku lagi di kebun pas dua kali dia datang di waktu yang sama itu." Jelas Anet meyakinkan sambil tertawa mengingat kejadian itu.
Seperti ada yang melonggar di dadaku hingga aku bisa bernafas lega kembali. Apa aku benar-benar sudah jatuh pada Aldein sampai sekacau ini pikiranku.
"Sok keras loe pada! Jadi ospek dua kali kan." Kegiatan di lapangan mengundang perhatian kami lagi.
Kali ini para maba itu tengah melakukan scott jump sambil menyanyikan lagu Minyak Wangi-ATT. Terlihat ada beberapa mahasiswi mulai berkerumun di tribun ikut menyaksikan hiburan itu.
"Grit, seru tuh, yuk nonton kesana aja." Anet semangat mengajakku ke tribun. Akupun tertarik melihatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Hectic Lovey Crush
Romance... Enggak salah juga, rupanya hidupnya udah terencana banget. Mungkin bukan cuek, dia emang enggak mikirin hal itu lagi karena semuanya udah tertata rapi.. ... Sementara aku, prinsipku jika ada waktu kosong bukankah berbaring di kamar sambil scroll...