H-1 turnamen antar kampus, persiapan kami sudah final. Hari ini semua panitia gladi resik tugas masing-masing di stadion, tidak lupa check sound untuk opening besok yang diisi banyak acara hiburan.
Tiket masuk sudah habis terjual dengan harga mahasiswa. Kami sedang berkumpul di ruang kosong yang kami jadikan ruang rapat di stadion ini. Mendengarkan arahan terakhir dari presiden mahasiswa kepada seluruh pengisi acara besok.
Jujur, ia sangat cocok dengan peran itu. Aku terus memperhatikannya berbicara dari bangku peserta paling belakang, tempat panitia berkumpul. Setelah 15 menit berdiri disana ia kembali duduk disampingku. Anet bangun mengganti Aldein bicara di depan.
Aldein beberapa kali menoleh ke arah pintu seperti mengecek sesuatu, "Grit, aku keluar sebentar ya, kayanya presma kampus lain udah di luar. Aku ketemu mereka dulu."
"Oh oke,"
Aldein meninggalkan ruangan yang masih diisi dengan arahan-arahan ketua organisasi masing-masing peserta
Aku berniat ke lapangan melihat persiapan panggung di sana. Tapi aku menemukan sebuah ponsel di sampingku. Aldein kebiasaan meletakkan hpnya sembarangan.Benda ini terlihat sama sibuknya dengan pemiliknya. Layarnya terus menampilkan notif tanpa suara itu. Rata-rata dari teman-teman pengurus himmas yang menanyakan sesuatu padanya. Belum lagi grup kampus yang aku yakin sudah dimute total olehnya.
'Posisi dimana sekarang ketua?'
'Dein, bola kita lo simpan dimana?'
'Lapor bg, himmas seni sudah ok.'
'Al, makan siang udah gue handle ya.'
Aku bisa membaca semua di layar hpnya yang terus menyala, tanpa kusentuh sama sekali. Aku yakin semua chat masuk ini tidak akan pernah sampai pada Aldein. Bahkan pesan terakhir dari Anet pun tidak bersuara.
Aku tiba-tiba penasaran apa notifnya akan bunyi jika menerima chat dariku. Harusnya iya karena sudah setiap hari ia menelpon menanyakan keberadaanku saat tak ia temukan di jangkauan pandangnya.
Aku sengaja mengirimkan satu titik ke whatsappnya.
....Aku tertawa miris, bukan hanya tak bersuara, bahkan kontakku masih berbentuk angka di notifnya. Sesibuk itu sampai tak sempat menyimpan nomorku? Bukan kah aku sudah harusnya penting baginya mengingat ia bolak-balik menelponku sementara sebelumnya ia hanya akan memegang hp saat seseorang menelponnya.
Tiba-tiba sebuah notif prioritas berbunyi kali ini. Aku buru-buru melihat dari siapa. Tertulis 'Davina 3' disana. Aku langsung ingat nama di postingan Ivana malam itu. Ada berapa kontak Davina yang ia simpan sementara kontakku masih angka-angka acak itu di hpnya.
'Hi Al, Aku baru balik, see you tomorrow ya kita ketemu'
Moodku drop, aku meninggalkan hpnya pada Adit, buru-buru keluar dan pulang di siang bolong ini. Aku rasa selama ini hanya aku yang terlalu kegeeran dengan semua sikap baiknya. Mungkin ia hanya senang berteman dengan orang bodoh sepertiku karena tidak banyak menuntut.
Aku mematikan ponselku dan melajukan mobil dengan cepat dari stadion ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Hectic Lovey Crush
Romance... Enggak salah juga, rupanya hidupnya udah terencana banget. Mungkin bukan cuek, dia emang enggak mikirin hal itu lagi karena semuanya udah tertata rapi.. ... Sementara aku, prinsipku jika ada waktu kosong bukankah berbaring di kamar sambil scroll...