7. Town Centre Stadion

25 4 0
                                    

***

"Anett..!"

Aku menghampiri Anet yang berjalan tergopoh di depanku sambil membawa tumpukan kertas dari ruang pusat pengembangan mahasiswa. Aku memungut lembaran yang terjatuh darinya.

"Buru-buru amat, ada apa nih?" Aku meletakkan lembaran tersebut di tempat asalnya

"Eh thank you, Grit, iya aku buru-buru banget emang. Ada hal mendadak, aku harus ke sekret sekarang. Ikut yuk." Anet tergesa-gesa menjawab.

Aku sedikit merasa bersalah pada mereka yang sibuk ini setelah semalam melihat Aldein yang sangat bekerja keras untuk kampus ini, sementara aku hanya menikmati hasilnya dan tak peduli pengorbanannya.

Aku menyetujui Anet untuk pertama kalinya ke sekret, ia agak kaget awalnya tapi tak sempat bertanya banyak.

Sesampai di sekret pandanganku langsung menangkap ekspresi serius Aldein saat memerintah, mode berkuasa.
Ia sedang berdiri menghadap pintu sementara anggotanya duduk lesehan di bawah.

Ketika mengetahui aku berdiri di pintu masuk aku merasa ia langsung mengatur wajahnya lebih bersahabat, tidak sekencang tadi. Orang-orang dalam ruang ini saling berpandangan seperti menyadari Aldein mengganti ekspresinya dengan cepat saat melihatku. Tampaknya sebelum aku datang ada sedikit perdebatan disini.

"Jadi gimana Al? Ini beneran harus rombak lagi?" Laki-laki yang mengenakan behel melanjutkan diskusi mereka.

"Sebenarnya bukan rombak sih, kita kan cuma nambah acaranya supaya jadi lebih menarik. Sementara turnamennya memang sudah seperti yang kita rencanakan." Aldein masih serius tapi lebih tenang dengan suara agak pelan.

Suara notif hp Aldein terdengar, sama seperti saat ia menerima pesan dari dekan. Aku penasaran siapa lagi sekarang orang penting yang diprioritaskan Aldein ini. Ia mengambil ponselnya yang diletakkan di atas meja di belakangnya.

Mengetikkan sesuatu sesaat, "Gue izin ke bandara jemput nyokap, siangnya balik lagi.."

Oh I see, tentu saja ibunya salah satu orang penting di hpnya.


"...Kalo ada yang belum jelas telpon aja ntar." Aldein memasukkan ponsel ke saku celana dan meraih tas selempangnya bersiap pergi.

Setelah ia menghilang keadaan jadi agak gaduh. Mereka banyak menghela nafas dan bahkan berbaring sembarangan.

"Ada apa sih, Net?" Tanyaku pelan belum mengerti ada kehebohan apa disini.

Anet menghela nafas panjang, "Aldein tiba-tiba minta turnamennya diadain di Town Centre Stadion."

Aku langsung ingat celetukanku kemarin. Tidak mungkin karena itu, kan? Atas dasar apa Aldein harus mendengarkan perkataanku? Masalahnya aku memang sengaja bercanda, tidak mungkin rasanya turnamen antar kampus memakai stadion yang aku tau cukup sulit proses penyewaannya. Ditambah lagi turnamen ini tinggal lebih kurang dua minggu lagi.

*


Pukul18.20, aku baru saja selesai kuliah sore. aku berjalan ke parkiran sambil merogoh kunci mobil di tasku. Seingatku benda itu ada di tas terakhir kali namun tidak kutemui di sana. Apa mungkin terjatuh di ruang?

Aku kembali ke sana untuk memeriksa. Kampus sudah sepi. Aku agak ngeri berjalan sendiri di tempat seluas ini.

Nihil. Tidak kutemukan apapun yang tercecer disana. Aku mengingat kembali, hampir seharian ini aku di sekret.
Aku panik, pasti ruangnya sudah dikunci mengingat semua orang sudah pulang.
Aku berjalan cepat memastikannya, aku melihat pintu sekret sedikit terbuka. Apa mereka lupa mengunci pikirku, aku bernafas lega.

Ketika sampai di sana aku agak kaget melihat Aldein masih disana mengumpulkan dua tumpukan kertas di mejanya. Dia pun sama kagetnya melihatku.


"Kok masih disini, Grit?" Tanyanya dengan mata melebar.

"Ee.. aku kayanya ninggalin kunci mobil disini.." Jawabku melihat ke sekitar.

Aldein membuka laci mejanya, "Oh punya kamu ya? Aku pikir punya anak-anak" Ia memperlihatkan kunci mobilku yang telah lebih dulu ditemukan.

Aku langsung mengambilnya, "Oh thank you, Al. Kamu.. kenapa belum pulang?" Tanyaku ragu-ragu.

"Aku harus selesain ini semua, besok gak keburu ada urusan lain, jadi aku kerjain di rumah malam ini."

Aku langsung ingat postingan adiknya yang kulihat beberapa hari lalu. Rasanya aku ingin sekali merebut dan meletakkan kembali berkas itu ke tempat semula.
Anak ini dari pagi tadi padahal sudah paling banyak kerjaannya. Sekarang ia mau ngelanjutin lagi di rumah? Aku khawatir dengannya, tapi tak bisa berbuat banyak. Dia memang sudah seperti itu dari dulu.


"Kalau gitu aku balik duluan ya," Aku menyimpan semua kata-kata yang ingin kukeluarkan untuknya.

Ia mengangguk. Aku berbalik untuk keluar tapi rasanya mengganjal sekali melihatnya seperti itu. Akhirnya aku menoleh lagi padanya.


"Istirahat yang cukup di rumah, kamu udah terlalu capek disini." Aku berlalu meninggalkannya yang terdiam di tempat.

*
*
Apakah sudah saatnya melihat point of view Aldein? 🧐🤭
Leggo next chapterrr...💨💨


My Hectic Lovey CrushTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang