5. Should be funny! ...or no?

18 2 0
                                    

"Grit, seru tuh, yuk nonton kesana aja." Anet semangat mengajakku ke tribun. Akupun tertarik melihatnya.

Kami duduk di sisi tribun yang agak sepi, memperhatikan Aldein dengan kuasa penuh di tangannya melakukan apapun di bawah sana. Ia benar-benar layak dikagumi semua orang.

"Ada yang bisa stand-up comedy disini? Kalau ada hukuman kalian selesai setelah satu orang itu tampil." Aldein bernegosiasi dengan maba-maba itu.

Setelah beberapa waktu saling mengelak, akhirnya seorang maba didorong oleh teman-temannya yang lain.


"Ok, take your time." Aldein berbalik badan, ia menangkap keberadaan kami di tribun penonton dan benar saja, ia menghampiri kami dan duduk di samping Anet.

Dari seberang sana masih ada saja suara-suara sumbang yang meneriaki nama Aldein. Aku rasa sebagian dari mereka datang lebih pada ingin melihat Aldein ketimbang melihat maba yang sedang dihukum itu.


"Gila sih, Al.." Anet menggelengkan kepalanya tak percaya Aldein memberi tontonan yang sangat seru ini.

Tiba-tiba dua mahasiswi menghampiri Aldein sambil membawa beberapa lembar kertas,
"Kak, minta tanda tangan persetujuan buat-.." Salah seorang dari mereka menyodorkan lembaran yang ia bawa.

Aldein tampaknya sudah sangat paham maksud dua mahasiswi ini sehingga ia langsung mengambil lembaran tersebut tanpa menunggu mereka menyelesaikan kalimatnya. Hal yang biasa baginya dimintai tanda tangan untuk acara-acara yang akan dilakukan organisasi di kampus.

"Kenapa nggak kirim soft-copy aja, biar di sign otomatis." Ia mulai menandatangani lembar itu satu persatu.


"Udah kak, semalam udah kirim ke whatsapp tapi kakak nggak buka wa kayanya." Jawab mahasiswi itu dengan sopan.

"Barusan juga udah kirim lagi tapi kak Aldein belum liat juga." Sahut temannya.

Anet menahan tawa,
"Kebiasaan" Gumamnya melirik Aldein yang tak menjawab lagi.

Dua mahasiswi itu kemudian berterimakasih lalu meninggalkan lapangan.

"Udah berapa persen persiapan turnamen, Net?" Aldein mengeluarkan ponselnya dari saku dan meletakkannya di bangku depan tanpa memeriksa apapun darisana, padahal aku yakin orang penting seperti dia pasti dicari setiap jam lewat benda itu.

"Ada kali 50%, sore ini lapangan sama tribun bakal di cat ulang." Obrolan mereka diiringi backsound tawa mahasiswa yang menyaksikan seseorang sedang melucu di bawah sana.

"Loe yang mantau kan ntar sore?" Sambung Anet, menoleh ke sebelahnya.

"Gue harus ngurus atribut permainan sore ini. Loe aja yang handle soal cat ulang Net."

Anet menyetujuinya. Aku baru sadar mereka ngobrol menggunakan loe-gue, perasaan kemarin Aldein pakai aku-kamu saat bicara denganku. Aku kira Aldein begitu ke semua orang.

Aldein melihat ke arahku, "Temen loe nggak pernah diajak ikut kegiatan kampus, Net."


"Tanya aja sendiri udah sesering apa gue promosiin organisasi kampus ke dia. Udah kayak BA Himmas gue." Anet melirikku.

Aldein terkekeh, aku tidak berniat menimpali obrolan mereka. Dari tadi mataku terus memperhatikan layar hp Aldein yang tidak berhenti menyala karena notif yang tiap sepuluh detik sekali masuk. Ia sama sekali tidak terganggu dengan itu.

"Panggilan kepada sekretaris umum, untuk segera ke ruang dekan."

"Duh, apalagi ni" Anet segera bangkit mendengar panggilan microfon dari pusat informasi kampus.

"Gue cabut dulu ya.." Pamitnya pada Aldein "..Grit, kamu disini aja, ntar aku balik kesini lagi." Anet berlalu meninggalkan aku yang bingung harus bagaimana.

Akan canggung kalau aku tinggal disini berdua dengan Aldein, 30 menit lagi aku ada kelas di lantai dua, lebih baik aku kesana lebih cepat.


"Eem.. aku balik ke ruang dulu." Pamitku mengambil langkah di depannya, namun tanganku di tahan. Aku kaget bukan main.

My Hectic Lovey CrushTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang