Bab 3

3.8K 521 20
                                    

Esoknya, mereka bertiga sarapan bersama. Berbeda dengan Kenan yang terlihat senang, Alena justru merasa canggung. Itu adalah pertama kalinya dia dan Kenan sarapan bersama dengan Arkha. Biasanya, ia akan bangun pagi-pagi sekali, dan terpaksa sarapan di sekolah Kenan ataupun di angkot yang mereka tumpangi.

"Ken, papamu sibuk. Kenan ikut ibu Siska lagi aja ya, nanti seperti biasa Mama akan jemput Kenan sepulangnya dari kantor." Alena buru-buru menyela, khawatir permintaan sang putra akan membuat Arkha kesal.

Kenan memberengut, wajah cerianya seketika berubah murung. Tapi alih-alih marah, Arkha justru tersenyum lembut dan dengan penuh kasih sayang mengusap kepala putranya itu.

"Kenan memangnya pulang jam berapa? Nanti biar papa jemput."

"Kenan pulang jam dua, Mas. Jam segitu Mas Arkha pasti lagi sibuk-sibuknya, biar nanti Ken aku titipkan seperti biasa ke gurunya." Alena memang sengaja memasukkan Kenan ke sekolah fullday, supaya jarak antara jam pulang sekolah Kenan dan jam pulang kantornya tidak terlalu jauh.

"Tidak usah, kebetulan aku tidak ada rapat penting hari ini." Arkha menatap Alena, berusaha meyakinkan wanita itu lewat tatapan mata.

"Asiikk ... makasih papa." Kenan langsung turun dari kursinya dan menyerbu kearah Arkha untuk menghadiahi ciuman pada sang papa.

Arkha tak tinggal diam, dia merangkulkan lengannya pada tubuh kecil putranya yang sudah memeluknya lebih dulu. Keduanya tampak begitu menikmati saat-saat itu.

Sementara di kursinya, Alena langsung menunduk. Ia mungkin bisa mengantisipasi hatinya untuk tidak terlalu jatuh dalam kebersamaan mereka, tapi bagaimana dengan Kenan? Putranya itu belum mengerti jika papanya yang sekarang sewaktu-waktu ingatannya akan pulih dan akan kembali membencinya sebagai anak yang tidak diinginkan.

Tiba-tiba Alena merasakan jemarinya dii genggam dengan lembut.

"Apa yang kamu pikirkan?" tanya Arkha.

Alena tersekiap, ia mengangkat wajahnya dan mendapati tatapan dalam Arkha padanya.

Sebelum Alena sempat memberinya jawaban, terdengar suara bel pintu rumah mereka.

Tak lama kemudian seorang pelayan yang telah membukakan pintu, mendatangi mereka.

"Siapa Bik?" Tanya Alena.

"Itu Nonya, anu ... hmm ... ada Non Mika di depan, Nyonya."

Jawaban pelayan itu seketika membuat suasana menegang. Alena melirik reaksi Arkha yang entah mengapa tak dapat ia baca sedikitpun.

Sementara di kursinya Arkha membeku. Wanita itu lagi.... Seingatnya, sejak ia sadar di rumah sakit wanita bernama Mika itu selalu berusaha menemuinya tapi anak buah sang nenek mencegahnya masuk. Dan bahkan berulang kali menerobos ke kantornya demi bisa bertemu dengannya tapi lagi-lagi selalu digagalkan oleh para penjaga yang neneknya kirimkan untuk melindunginya-entah dari apa.

Tak lama dari itu....

"Biarkan saya masuk!" Itu suara Mika.

"Tidak bisa, Anda tidak diijinkan untuk berada disini." Dan suara pria itu, Alena tidak mengenalinya siapa.

"Lepaskan brengsek! Kalian akan membayarnya, lihat saja! Aku akan membuat Arkha kembali mengingatku lagi dan kalian akan menyesal telah melakukan ini padaku," ancam Mika dengan lantang.

Kata-kata yang di ucapkan oleh wanita itu diluar sana membuat Alena tertegun. Sebenarnya apakah yang telah terjadi dengan hubungan Arkha dan Mika? Mengapa suara teriakan Mika terdengar begitu putus asa? Padahal selama ini yang ia kenal, Mika adalah sosok wanita yang optimis, tenang dan juga anggun-itulah mengapa Arkha begitu mencintainya. Apakah itu terjadi karena Arkha yang menghindarinya usai kehilangan ingatan?

AlenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang