Bab 01

7.3K 828 82
                                    

"Ma, aku masih mengantuk," rengekan anak kecil yang duduk disampingnya membuat Alena terlihat semakin gelisah, tetapi sebisa mungkin Alena tidak menunjukkannya kepada sang putra.

"Kenan masih ngantuk ya, yaudah sini sandaran aja di pangkuan Mama. Nanti kalau ibu gurunya udah datang mama bangunin Kenan ya," ucap Alena, berusaha menenangkan rengekan sang putra.

Saat ini keduanya berada di sekolahan Kenan. Duduk di salah satu bangku panjang di taman, tempat Kenan dan teman-temannya menghabiskan waktunya saat beristirahat. Mereka sudah tiba disana sejak setengah jam yang lalu, sedangkan jam masuk sekolah masih satu jam lagi. Seperti hari-hari sebelumnya, Alena akan menunggui putranya itu sampai salah satu guru sang putra tiba. Di awal-awal sekolah, mereka bahkan pernah menunggu di luar tetapi kini penjaga sekolah sengaja membuka pintu pagar sedikit lebih pagi supaya Alena dan Kenan dapat menunggu kedatangan yang lain di dalam.

Setiap hari mereka akan selalu berangkat sepagi itu. Bukan tanpa alasan, hal itu ia lakukan demi menghindari suaminya yang merasa terganggu tiap kali melihat dirinya dan Kenan.

Meski Kenan merupakan darah daging suaminya, tapi keberadaannya tidak pernah diinginkan oleh suaminya itu. Suaminya pernah mengatakan jika apa yang terjadi antara mereka dimalam itu adalah sebuah kesalahan. Dan Kenan adalah buah kesalahan yang disesalinya selama lima tahun ini. Mengingat itu hati Alena terasa sakit. Sesungguhnya sudah sejak lama, ia ingin bercerai tetapi ia tidak bisa melakukannya. Sebab hutang budinya pada nenek dari suaminya yang mana telah menolong pengobatan ayahnya selama ini. Karena hal itulah suaminya membencinya. Pria itu menganggapnya sebagai wanita yang gila harta. Padahal sepeser pun Alena tidak pernah membelanjakan uang yang diberikan oleh Nenek selain untuk pengobatan sang papa kala itu.

Setelah gurunya Kenan tiba, Alena pun langsung bergegas menuju kantornya. Jarak sekolah Kenan dengan tempat kerjanya tidak terlalu jauh, tapi karena jalanan macet Alena yang menaiki transportasi umum nyaris terlambat tiba dikantor. Ketika akhirnya duduk dikursinya, ia menarik napasnya dengan lega mengingat tidak ada drama terlambat hari ini. Baru saja akan menenggak air mineral yang dibawanya dari rumah, kedatangan seseorang ke ruangannya membuat Alena nyaris tersedak.

Pria bersetelan jas mewah yang memasuki ruangan adalah suaminya sekaligus bosnya di kantor. Tapi tak ada seorang pun yang tahu mengenai status mereka disana, pria itu memintanya untuk merahasiakan perihal pernikahan mereka sejak awal menikah. Alena pun setuju mengingat tujuannya menikahi pria itu semata adalah untuk membalas budi, bukan untuk menaikkan status sosialnya dari seorang karyawan biasa menjadi nyonya bos.

Saat karyawan lainnya menyapa, Alena ikut melakukannya. Tetapi tak sekejappun ia berani mengangkat wajah seperti halnya yang rekan-rekannya lakukan. Suaminya tidak akan suka melihat wajahnya disana. Sesungguhnya, Alena bingung untuk apa suaminya mendatangi ruangannya jika melihatnya dapat membuat pria itu merasa risih?

"Selamat pagi Pak Arkha, ada yang bisa saya bantu untuk Anda?" Vita, sang kepala divisi menghampiri, bertanya dengan penuh hormat sekaligus was-was mendapati kunjungan mendadak dari bosnya itu.

"Tidak ada, saya hanya ingin melihat-lihat," sahut Arkha dengan suara dalamnya yang khas. Ia membaca tempelan sticky notes yang terdapat di whiteboard, satu tangannya terselip disaku celana. "Sudah berapa lama ruangan ini tidak di renovasi?" tanyanya pada Vita.

"Mungkin sudah lebih dari lima tahun Pak," sahut wanita berbadan tambun itu.

Arkha mengangguk, lalu melemparkan tatapannya ke langit-langit. "Besok saya akan suruh tukang untuk mengecat ulang ruangan ini. Meja, kursi dan komputernya juga sepertinya harus diganti. Saya heran bagaimana kalian bisa kerja dengan computer seperti ini?"

"Maaf Pak, saya sudah mengajukan proposal untuk itu tapi hingga saat ini pengajuan saya belum juga di setujui oleh Pak Haikal."

"Mungkin dia lupa, nanti saya akan coba tanyakan pada Pak Haikal."

AlenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang