Bab 7

2.9K 417 18
                                    

"Kenan, papamu hanya becanda. Dia dan Om biasa becanda sejak dulu. Jadi Kenan jangan khawatir ya," ucap Haikal seraya menundukkan tubuhnya kehadapan Kenan.

"Beneran Om?"

"Iya Sayang. Sana dekati papamu dan minta maaflah padanya." Haikal mengusap kepala Kenan dengan penuh kasih sayang.

"Papa maafkan Kenan, Kenan nggak tahu kalau papa dan Om Ikal sedang becanda."

Seraya membalas pelukan sang putra, Arkha melemparkan tatapannya pada Haikal yang sorot matanya terlihat menantang. Haikal mengatakan itu pada Kenan pasti bertujuan ingin menunjukkan pada dirinya tentang kedekatannya dengan sang putra. Sialan, adik tirinya itu pasti sengaja ingin mengoloknya di depan Alena dan juga putra mereka.

Tapi ini salahmu, kau yang sudah membuat putramu sendiri lebih akrab dengan Haikal dibandingkan denganmu.

Sebuah suara di dalam kepalanya tiba-tiba menyadarkan Arkha akan kesalahannya. Tetapi kini ia berjanji akan memperbaiki hubungannya dengan sang putra. Ia tidak ingin kedudukannya sebagai seorang papa di gantikan oleh pria manapun.

***

"Kenapa kamu kelihatan sedih? Kamu nggak suka aku mengajak kalian kesini?" tanya Arkha pada Alena yang melamun disebuah bangku yang ada di wahana bermain-tempat dimana beberapa orang melepas lelah usai melakukan permainan. Ia menghampiri istrinya itu usai menemani sang putra bermain. Hari ini ia membawa Kenan serta Alena ke salah satu wahana bermain, sengaja menghabiskan waktu liburnya bermain bersama sang putra agar hubungannya dengan Kenan semakin dekat. Setelah insiden bersama Haikal waktu itu, Arkha berusaha lebih keras dalam mendekatkan dirinya dengan sang putra agar tak ada seorang pun yang bisa menandingi perannya sebagai sosok ayah dihati putranya itu.

Alena membingkai wajahnya dengan senyuman khasnya yang lembut. "Aku senang melihat Kenan bahagia, hanya saja...."

"Hanya saja apa?" Arkha memotong cepat, seakan begitu penasaran.

Alena menatap Kenan yang sedang berlarian sembari memegangi seutas tali dimana bagian ujungnya terdapat sebuah balon berwarna merah. Terik matahari membuat pipi bocah itu bersemu kemerahan, tetapi tak sedikitpun rasa panas memudarkan senyum diwajahnya.

"Hanya saja, aku takut Kenan akan mulai terbiasa dengan caramu memanjakannya sekarang." Senyuman miris terulas di bibir Alena.

"Kenapa memangnya, bukankah itu bagus karena aku papanya? Justru kamu harusnya khawatir pada pria lain yang bersikap baik pada Kenan karena sesungguhnya mereka itu tidak tulus." Maksud Arkha adalah menyinggung Haikal.

"Justru karena itu adalah kamu, aku jadi khawatir, Mas." Alena membalik ucapan Arkha sehingga pria itu tercengang.

"Kenapa?"

"Mas ... kita nggak pernah tahu kapan ingatan kamu akan pulih? Dan jika itu terjadi maka Kenan akan menjadi orang yang paling terluka hatinya, karena kamu akan kembali membencinya."

Arkha terbungkam lama, tatapannya terlihat sedih. "Aku hanya sedang berusaha menebus sikapku yang dulu padanya...."

"Empat tahun ini dia sudah terbiasa mendapat penolakan darimu, dan perubahanmu yang sekarang malah akan semakin menyakitinya. Mungkin saat ini Kenan belum merasakannya tapi nanti ... nanti saat ingatanmu kembali dan kamu kembali bersikap dingin padanya, dia pasti akan bertanya-tanya ... lalu apa yang harus aku jelaskan padanya Mas?" kedua mata Alena memanas, ia langsung menunduk saat merasa air matanya akan meleleh keluar.

Mendengar itu Arkha seketika tertampar, ternyata alasan Alena membatasinya untuk dekat dengan Kenan adalah karena wanita itu mengkhawatirkan hal itu. Pantas saja, jika maksud baiknya dalam beberapa bulan ini untuk menebus kesalahannya pada mereka terkesan dihalang-halangi oleh Alena.

AlenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang