02. Soal Hak

11 1 0
                                    

Nasib sial. Zafa harus menutupi bagian jidatnya yang lebam selama jam pelajaran terakhir. Semua orang memperhatikannya saat dia berjalan menuju halte, bagai tontonan gratis yang disediakan publik. Dengan lebam seperti itu saja, anehnya wajah Zafa masih terlihat begitu cantik dengan rambut sebahunya. Wajahnya sanggar namun lucu, natural, dan sorot mata bermanik hitam itu memancarkan sinar indah yang memikat. Sudah berapa orang yang mengatainya memakai susuk.

Dihalte bus, Zafa tak sengaja melihat Davi dengan jemputannya. Laki-laki itu masih dijemput? Itu sedikit membuat Zafa kaget. Tapi hal yang lebih membuatnya terkejut, apa Davi tak sedikitpun menaruh rasa bersalah kepada Zafa? Ayolah, laki-laki itu barusan menatap sekilas Zafa tak sengaja. Dimana empatinya? Bagaimana tiba-tiba Zafa jatuh pingsan kembali? Hei Itu terlalu lebay.

"Bundaaaaaaa! Lihat jidat Zafa lebam gini!" Teriak Zafa, seusai membuka sepatunya lalu berlari menghampiri sang Bunda yang tengah membersihkan ruang tamu.

Zafa membuka lebar-lebar keningnya, dia mempersilakan Bundanya untuk mengecek inci demi inci kening mulus anaknya yang menjadi lebam ungu.

"Hahaha! Ini kenapa bisa gini? Kamu jadi kayak ular yang kepalanya ada titik ungu gitu!"

"Loh kok Bunda gitu sih? Gimana kalau Zafa gak ada yang mau?"

"Udah ah, jangan lebay. Malam ini kita makan malam diluar, kamu dandan yang cantik. Tutupin lebamnya pakai apa aja!" Bunda menyeret badan kecil Zafa, untuk naik kelantai atas. "Sekarang istirahat, Bunda mau lanjut bersih-bersih sama mbak Amih!"

"Aku bantuin ya?" Tawar Zafa.

"Gak usah. Istirahat!"

Zafa tak membantah. Dirinya beranjak keatas dan secepatnya mandi untuk menghempas semua kuman-kuman yang menempel padanya. Entah ada apa gerangan Bundanya mengajak makan malam keluar, tapi mereka memang sudah jarang makan diluar. Mungkin karena terlalu keasikan dengan masakan-masakan enak milik sang Bunda dirumah.

Ditengah istirahat nya, Zafa merasakan seseorang membuka pintu kamarnya. Dia yakin itu pasti Bunda yang datang menaruh sesuatu dimeja kamar Zafa. Dia tak menoleh, membiarkan bunda nya hanya tahu bahwa anaknya sedang istirahat saja. Padahal hanya istirahat gadungan.

Pintu tertutup. Zafa segera beranjak dari kasurnya, lalu beralih menggambil kantung yang baru saja Bundanya simpan. Sungguh, Zafa benar-benar penasaran dengan isinya.

"Kerudung? Ini banyak banget deh? Bunda apa gak tahu ukuran kepala anaknya?" Pikir Zafa terheran.

Karena sangat penasaran, Zafa lalu beralih menghadap cermin untuk mencoba satu persatu kerudung yang Bunda nya berikan. Apa Bundanya akan menyuruh Zafa berhijrah?

Tak ada model kerudung yang tak cocok di Zafa, semua cocok. Namun Zafa merasa, bahwa yang segi panjang polos lah yang paling cocok dengannya. Tapi jika dibiarkan keatas, kerudung itu jadi membuat dada nya menjadi lebar. Lalu Zafa memutuskan untuk memilih style yang dikebawahkan saja. Tak tahu apa bedanya, bedanya hanya kenyamanan.

Beralih pada baju-baju gamis panjang yang selalu saja tersusun rapih di lemari, dan jarang ia kenakan. Zafa jadi merasa bersalah. Padahal Bunda nya memberikan ini semua dengan senyuman tulus dan hati yang ikhlas. Kenapa tak pernah ia kenakan selama ini.

Malam ini, Zafa harus mengenakannya agar terlihat anak dan ibu bersama Bunda.

***

"Dek, turun cepetan!" Teriak Bunda.

Zahra mengukir senyumnya manis, dia sangat senang ketika melihat anaknya turun dengan pakaian yang matching dengannya. Mempunyai warna yang sama, dan bentuk gamis polos yang sama. Hanya berbeda gaya kerudungnya saja.

Hug Me in The DarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang