Tiba di acara kelulusan, Davi merasa tak rela meninggalkan Zafa dan sejuta kenangannya disekolah ini. Namun takdir berkata, kenangan lalu biarlah usai, membekas dalam hati dan menjadi memori.
Dan hari ini Davi tampil memukau karena semua persiapannya diatur oleh Zafa, sampai ke warna kaus kaki sekalipun itu masih pilihan Zafa seorang. Warna baju mereka berdua sama, seperti couple, namun masih tak terlalu mencolok dan banyak yang tak menyadari akan hal itu.
Argh, hari ini Zafa bertemu banyak teman-teman Davi yang sebelumnya tak pernah ia kenal. Entah, namun Zafa mengikuti Cellse, dan Cellse mengikuti Kalvin pacarnya yang terus berada bersama Davi sepanjang acara. Sudah berapa perempuan jika dihitung yang menyapa Davi sedari tadi, Zafa geram, ia rasanya ingin pulang saja, rasa cemburunya memburu panas ke sekujur tubuh.
"Kak boleh foto gak?" Ujar salah satu dari wanita yang menghampiri Davi.
"Kik, bilih minti foto gik!" Celoteh Zafa disebrang sana.
Satu, dua, tiga, empat sampai tujuh orang yang mengajak Davi berfoto bersama. Sampai Zafa benar-benar kesal, membelah orang-orang yang datang lalu menarik lengan Davi untuk berpautan dengan lengannya.
"Cel, fotoin gue sama kak Davi dong!" Ucap Zafa, sengaja membuat beberapa orang yang melewatinya bergidik kesal.
"Boleh, bentar!"
Davi tersenyum. "Erat banget ya dek!" Godanya, melihat Zafa dengan wajah posesif nya.
"Ck, pengen pulang." Protes Zafa, mendekati telinga Davi untuk berbisik.
Cellse mengambil beberapa tangkapan, sampai pundaknya tersenggol oleh sosok wanita yang berlalu didepannya, terlihat menghampiri Davi juga dengan ekspresi tak senang.
"Tangannya! Kalian bukan mahram, gak seharusnya bergandengan seperti itu!" Tegur sang sosok wanita tersebut.
"Gapapalah, suka-suka gue. Toh Kak Davi-nya aja mau!" Sombong Zafa, semakin mengeratkan gandengannya.
"Dia mahram saya, Syhira!" Ujar Davi.
Sosok bernama Syhira itu hanya menggelengkan kepalanya, "Sepupu? Adek? Atau apa?"
"Istri!" Jawab Davi tanpa beban sama sekali saat mengucapkan hal itu.
Zafa melirik Davi terkejut. Syhira hanya mengangkat bahu nya tak percaya, ia hanya menganggap Davi sedang membuat lelucon semata untuk mengalihkan pembicaraan, padahal selama ini Davi terkenal bukan orang yang seperti itu, tak pernah main-main dengan ucapannya.
"Nyogok apa sampai Davi mau ngakuin lo istri?"
"Apasih gak jelas amat!" Jawab Zafa kesal.
"Syhira, gak penting. Ngurusin hidup orang lain gak akan bikin kamu dapat pahala!" Ujar Davi, lalu menarik lengan Zafa ketempat lain.
Cellse berdengus kasar, menggeleng-gelengkan kepalanya pusing dengan tingkah kakak tingkatnya yang satu ini sedari dulu. Selalu saja ikut campur hidup orang berlagak seperti yang tahu segalanya.
"So tau banget sih kak idup lo!" Timpal Cellse, lalu pergi meninggalkan Syhira sembari menarik lengan Kalvin menjauh mengikuti Davi yang juga membawa Zafa ketempat lain.
"Lo yang so tau!" Teriak Syhira.
Oh ayolah. Syhira itu adalah murid berprestasi disekolah, namun semua pencapaiannya itu menjadikan Syhira orang yang angkuh dan sombong. Selalu bersikap seolah-olah semuanya harus semaunya, dan tak ingin dibantah orang lain.
Guru-guru bersikap baik padanya, hanya karena Syhira sering sekali membawa nama baik sekolah ke beberapa kejuaraan. Sikapnya? Tidak usah ditanya. Semua guru pun sudah muak dengannya yang banyak mau.
"Kita mau kemana?" Tanya Zafa, menyadari bahwa mereka berdua sudah jauh meninggalkan kerumunan orang-orang yang masih bersorak gembira merayakan kelulusannya.
"Pulang." Jawab Davi singkat.
Zafa mengerutkan keningnya, dia tak ingin banyak tanya lagi. Jujur saja ia masih kesal, dan merasa sangat menyesal ikut ke acara perpisahan Davi ini.
Bulan yang bersinar terang diatas sana, seolah menatap dan memperhatikan setiap langkah dari kedua insan yang tengah berjalan dibawah gelapnya malam, dengan pautan jemari yang begitu erat.
Langkah mereka tak sama, terpencar aura permusuhan dari gadis yang tertinggal satu langkah dibelakang laki-laki yang menggenakan jas putih dengan perawakannya tinggi serta tegap.
"Kak, pelan-pelan jalannya. Kaki aku sakit!" Ujar Zafa.
Tiba-tiba Davi memberhentikan langkahnya, lalu ia melirik ke arah Zafa yang masih saja menekuk wajahnya kesal.
Kemudian tangan Davi menggapai sebelah tangan Zafa yang tak ia genggam, lalu mengalungkan kedua tangan ramping itu dileher jenjangnya.
Posisi mereka kini sangat dekat, bahkan Zafa bisa merasakan deru napas Davi yang sedang menatap lekat wajah cantiknya dengan intens.
Mata itu begitu indah, Zafa ikut terlarut dalam tatapan yang diberikan Davi, dan merasakan ketenangan mulai menyelimutinya.
"Uhibukki, ya habibati!" Bisik Davi, yang tanpa aba-aba mengecup bibir Zafa sekilas lalu membawa tubuh mungil istrinya itu dalam gendongannya.
"Eh?" Ucap Zafa terkesiap.
"Nanti dirumah kita obatin ya, kakinya!" Ucap Davi lembut.
Malam itu, sebelum acara selesai, Davi dan Zafa sudah tiba dirumah terlebih dahulu. Menghabiskan malamnya berdua, dan menyelesaikan kesalahpahaman Zafa terhadap teman-teman perempuan Davi yang terlalu bersikap berlebihan selama acara.
***
"Pagi guys! Semangat! Ini tahun terakhir kita disekolah!" Sapa Sonya.
"Sedih, abis ini bakal pisah kita!" Ucap Cellse, dengan tatapan kosong.
"Berisik Cel, lo udah bilang itu ke 10 kali nya pagi ini!" Sahut Zafa membekap mulutnya Cellse dengan tangannya.
"Kita gak akan pisah. Walau pas kuliah bakal berpencar, kita kan masih bisa ketemuan tiap libur panjang!"
"Tau, si Cellse ini pikirannya pendek!"
"Gue sih sama ayang Kalvin mau nikah, habis itu kuliah barengan!" Ujar Cellse, melepas bekapan Zafa.
"Ya, semangat berekspektasi! Gue sih mau nyari jodoh, yang ganteng, terus bau duit kayak Jaemin dan Jaehyun!" Ujar Sonya sembari membayangkan artis Korea kesukaannya.
"Eh kalau dipikir-pikir, kak Davi mirip Winwin gak sih?" Kata Zafa.
"Tai, gue gamau nge-iyain, tapi Kak Davi emang mirip Winwin dikit!" Ungkap Cellse.
"IHHH, PARAHHH! DARI DULU KALEEE! SEBAGAI DAVI-LOVERS, DIA EMANG DUPLIKAT WINWIN. SELAMAT ZAFA, DUPLIKAT BIAS LO MENJADI SUAMI LO!" Gerutu Sonya dengan nadanya yang tinggi.
"Hehehe, iya, makasih-makasih. Gue doain suami lo nanti mirip Jaehyun dah, Nya!"
"AAMIIN PALING KENCENG, AAMIIN-IN JUGA DONG, CEL!"
"Berisik, iya-iya, Aamiin!"
Ketiganya terdiam setelah itu, mereka mulai membayangkan jika nanti setelah lulus, obrolan seperti ini yang setiap harinya selalu saja dibuat heboh oleh Sonya, akan menjadi rindu yang mendalam.
Ingin terus menerus bersama, namun mimpi memisahkan mereka bertiga. Semua orang punya mimpi, dan mimpi, kadang memang tak bisa dijalani bersama orang yang mempunyai mimpi berbeda.
Berpisah karena mimpi, percayalah, itu takkan selamanya. Ya karena ini bukan perpisahan maut. Selagi semua masih bernapas, dan mengenal satu sama lain, pertemuan kembali itu sangatlah mungkin terjadi.
Kecuali, ya memang sudah tak ada keinginan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hug Me in The Dark
Teen FictionMenerima sebuah takdir dengan ikhlas ada cara mensyukuri hidup yang mudah, tak perlu terlalu sibuk mencari takdir yang lebih baik jika yang sudah cukup baik ada didepan mata. Hidup hanya untuk mengejar Ridha-Nya, membahagiakan orang tua dan membangu...