Di siang hari, matahari bersinar sangat terik. Bagaikan dijemur layak ikan asin, Zafasha dan kedua temannya yang sedang berada di lapangan saat jam olahraga rasanya ingin pingsan kepanasan. Tak ada hari dimana matahari seceria hari ini, mungkin matahari sedang jatuh cinta jadi bersinar begitu terik tanpa belas kasihan.
"Cell, temen lo yang namanya matahari baru dapet pacar ya?" Tanya Sonya, menyenggol bahu Cellse saat mereka sedang berbaris mendengarkan arahan guru olahraga yang tampan.
"Kok lo bisa tahu?" Jawab Cellse yang otaknya setengah sadar.
"Gue mah emang keren, gausah heran gitu!"
Zafasha memutuskan untuk fokus mendengarkan guru olahraga, sedangkan kedua sahabatnya melanjutkan obrolan tak penting yang telah menjadi sebuah kebiasaan dalam waktu-waktu seperti ini. Sonya pasti lebih gembira mengajak Cellse berbicara saat otak gadis itu sedang sedikit miring karena terlalu kepanasan, karena disaat itu otak mereka berdua sama-sama miring.
"Oke anak-anak, karena cuaca sangat tidak mendukung kita untuk berdiri disini terlalu lama lagi, kita akhiri pertemuan minggu ini dengan informasi jam latihan club basket hari ini. Kebetulan di kelas sini anggotanya banyak, ya? Jadi saya bicara langsung, jangan sampai telat ya, contoh anak club basket tahun angkat Kadavi Abifatih." Ucapnya menyelesaikan penyampaian materi dan sedikit informasi.
"Wih, Cell. Nama Kak Davi dibawa-bawa tuh! Noh liat sampai pipi si Zafa merah tomat baru mateng gitu." Sonya menunjuk pipi sebelah kanan Zafa lalu menusuk-nusuknya gemas. Pipi Zafa yang tak terlalu tembam namun lucu ini banyak menarik perhatian.
"Diem, Nya! Ayo balik ke kelas, gue mau ngerjain sisa tugas."
"Yaelah tugasnha dikumpulin Minggu depan ini. Santai dulu aja!" Sonya mengandeng lengan Zafasha dan ikut terseret sampai ke kelas mereka, sedangkan Cellse entah pergi kemana ditengah perjalanan.
Sonya dan Zafa duduk di bangku mereka yang bersebalahan, menunggu Cellse yang entah kemana perginya.
Beberapa saat kemudian, Cellse datang dengan tiga es cekek kesukaan didalam genggamannya. Ah, es cekek adalah hidup bagi seorang Cellse yang mudah haus kasih sayang. Becanda, maksudnya haus dahaga.
"Wah pengertian banget punya temen, dibawain es cekek!" Ujar Sonya, menyambar salah satu es dari Cellse.
"Panas gini emang enak minum es, makasih ya, Nya!"
"Sama-sama!" Ucap Cellse sembari mendudukkan dirinya dibangku milik orang lain.
Ketiganya fokus dengan dunia masing-masing, Zafa fokus dengan lembar tugasnya, Cellse dengan handphone nya, dan Sonya fokus membenarkan riasan miliknya yang sudah berantakan akibat kepanasan.
Dalam layar handphone milik Cellse, tertera jelas disitu room chat milik Kalvin.
"Zaf, kata Kalvin mau double date gak?" Tanya Cellse, disela-sela kesibukan mereka bertiga yang tenang.
Sonya dengan cepat melirik sahabatnya, "Woy gue gak diajak?"
"Emang punya pacar?" Balas Cellse dengan nada sinisnya.
"Wah ngajak berantem. Gini-gini gue punya tiga! Yakan, Zaf?"
Zafasha melirik kedua sahabatnya, ia sungguh menginginkan waktu tenang sekarang. Sebelum membuka mulut, Zafa menghembuskan napasnya kasar.
"Gatau! Kalau soal double date gue masih mikir, kak Davi sibuk banget orangnya. Mending lo tanya dia aja, jangan gue." Ujar Zafa malas, dan kembali memalingkan muka pada lembar-lembar tugas kesayangan.
Sonya dan Cellse saling menatap satu sama lain. Apa apa dengan Zafa hari ini? Sangat tidak bersemangat dan tidak memiliki gairah hidup. Mungkin saja Zafa sedang memiliki masalah, tapi tak ada hari dimana Sonya dan Cellse melihat sahabatnya seperti ini, ini pertama kalinya dalam hidup.
Dengan kontak mata, Sonya mengerti bahwa hari ini dia tidak boleh menganggu Zafa terlebih dahulu dan Cellse juga akan mencari tahu letak masalah Zafa. Mereka berdua memang sangat mengenal Zafa, gadis yang selalu memendam masalahnya sendirian, memang dia agak egois dengan melampiaskan kekesalannya pada semua orang, tapi percayalah, Zafa juga tak memiliki niat seperti itu.
Sonya dan Cellse tidak keberatan. Karena mau bagaimana pun pasti mereka berdua juga pernah bersikap seperti itu dan memohon pengertian sahabat-sahabatnya.
"Maaf.." lirih Zafa.
"Maaf banget. Seharian ini gue lagi kesel sama kak Davi! Beberapa hari yang lalu dia sibuk banget, sampai kayaknya gak ada waktu buat ngabarin gue padahal dirumah lagi sendirian mana hujan gede. Kemarin hari minggu dia dirumah, dia ajakin gue keluar berdua. Cuma gue males, setelah nyuekin gue gitu aja terus besoknya manis banget kayak gak ada dosa. Males gue! Lo berdua paham gak sih apa yang gue rasain.." jelasnya, dengan muka lelah.
"Lo sendirian lagi? Kenapa gak manggil kita berdua, Zaf?" Tanya Cellse, mempertanyakan salah satu gunanya mereka berteman.
"Gak enak. Gue nyusahin terus. Sekali lagi maaf ya gue kalau ada masalah jadi cuek dan silent treatment kayak hari ini.." terang Zafa, berusaha menjadi pribadi yang lebih baik dengan menjadi orang yang terbuka, bukan malah mendiamkan orang lain saat mempunyai masalah.
Karena ya, orang lain juga punya masalah. Dengan kita mendiamkan orang lain karena masalah kita, kita hanya menambah-nambah masalah orang lain saja.
"Gapapa! Oh iya, dan mungkin kak Davi lagi banyak kerjaan aja Zaf, terus mau minta maaf juga kelupaan, atau jangan-jangan sikap tiba-tiba manis itu bisa jadi kayak semacam ungkapan maaf versi dia?" Ucap Sonya, yang entah kenapa mendadak menjadi sedikit dewasa.
"Tumben otak lo jalan, Nya!" Timpal Cellse.
"BADJINGAN!' Teriak Sonya, hampir memukul Cellse sahabat terkasihnya.
"Iya sih, gue gak kepikiran sampai situ. Gak tahu deh, perasaan gue kacau banget pokoknya." Racau Zafasha.
"Sekarang minggu ke berapa?" Tanya Cellse tiba-tiba, out of topic.
"Ke-dua? Ya gak sih?" Jawab Sonya tak yakin.
"BEGO! PMS lo, Zaf." Ujar Cellse, disusuli gelak tawa Sonya dan Zafasha. Akhirnya, gadis cantik yang sedari tadi bad mood itu tertawa bahagia juga.
"Lah iya juga ya? Pantes perasaan gue kayak sakit banget, padahal cuma liat kaki kak Davi digigit nyamuk semalem." Kata Zafa mengakui.
"Nangis ya lo? Jujur aja, Zaf..?" Goda Sonya.
"Nangis dikit gak ngaruhkan?"
Mereka bertiga tertawa bersama, ah ada-ada saja hari ini. Persahabatan yang hangat dan sejati, adalah persahabatan yang tak pernah kehilangan komunikasi. Bukan malah berdiskusi sebelah pihak saat pihak lain terasa berbeda dan janggal, namun diskusikan bersama agar tak ada lagi prasangka buruk tentang seseorang. Kalau cara ini masih tak berhasil dikarena pihak yang menimbulkan masalah itu tak mau berkomunikasi, berarti ya sudah, ia tak menginginkan lebih dari pertemanan yang tentram.
Bukan hanya soal pertemanan, di segala hubungan, komunikasi adalah yang paling penting. Dan ke pahaman dalam komunikasi tersebut juga harus jelas, agar tak terjadi sebuah salah paham. Percuma kita sudah berkomunikasi, tapi penafsiran katanya salah karena gagal fokus atau tersulut emosi. Maka dari itu, berkomunikasilah dengan pikiran yang dingin dan hati yang tenang tanpa menyudutkan pihak lain. Semoga semua orang dapat mempunyai healthy relationship ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hug Me in The Dark
Ficção AdolescenteMenerima sebuah takdir dengan ikhlas ada cara mensyukuri hidup yang mudah, tak perlu terlalu sibuk mencari takdir yang lebih baik jika yang sudah cukup baik ada didepan mata. Hidup hanya untuk mengejar Ridha-Nya, membahagiakan orang tua dan membangu...