4A. Lost You

4 0 0
                                    

(Selamat datang di next part! Terimakasih telah membaca<3 Vote yaaa)

Asha sampai keruangan itu kembali. Hatinya mencelos melihat ruangan yang ditinggalinya tadi hanya menyisakan teman timnya yang sedang menyapu ruangan.

Bahkan Alya juga sudah meninggalkan ruangan ini, termasuk Dokter Galen dan Asistennya. Bahkan ia belum sempat mengucapkan terimakasih atas hari ini walau tak sesuai ekspektasinya.

Terbesit dipikirannya bahwa ia harus mencari sang dokter itu. Ya, gue harus nyari Dokter Galen, bukan maksudnya mereka.

Pertama, ia mencari ke ruangan Bu Pembina karena ia pikir mungkin sang dokter sedang berpamitan disana, namun nihil. Hanya guru dan siswa bermasalah yang tengah berbincang disana.

Kedua kalinya, ia mencari ke kantin berharap mereka sedang membeli makanan atau minuman, namun kembali nihil. Tak ada satu pun diantara mereka.

Ke taman adalah tempat ketiga dimana Asha mencari Dokter Galen, tapi yang ditemukan hanyalah siswa-siswi yang berkumpul. Entah mungkin kerja kelompok atau sekedar berkumpul bersama.

Ruang guru, mungkin mereka sedang diberi tanda terimakasih atas hari ini oleh guru-guru, hasilnya yang ditemukan hanyalah gerombolan guru yang baru datang sehabis mengajar.

Entahlah Asha sudah mulai pasrah, ia melihat kembali ke arah penjuru lapangan dan tidak lagi menemukan tanda-tanda mereka disana.

'Gue belum ngucapin makasih loh, kok udah pergi aja?.'

Ia kembali mencari titik terakhir disekolah ini, parkiran. Asha lagi-lagi merasakan kecewa. Tak ada lagi mereka disana.

'Kenapa harus kayak gini sih akhirannya? Kan ga enak jadinya.'

Kemungkinan-kemungkinan dan penyesalan terus berputar dipikirannya. Seandainya ia tidak mengambil tasnya dulu, dan tetap menunggu diruangan sampai waktu berakhir. Pasti ia tidak sampai seperti ini.

Ucapan sang dokter saat dipinggir lapangan bersamanya, menyuruhnya mengisi biodata, dan mengingatkannya untuk makan perlahan terus teringat.

Bukan, ini bukan rasa suka. Ini hanya situasi yang gantung. Mungkin.

Ia menengok jam tangannya dan terlihat sisa waktu 15 menit untuknya bertemu dengan Deo di Café itu.

Dengan berat hati ia berjalan ke arah gerbang sekolah sambil memesan ojek online.

Masih dengan celingak-celinguknya berharap melihat sang dokter untuk berterimakasih. Setidaknya masih bisa melihat mereka dari jauh saja sudah sangat cukup baginya. Karena ia tak bisa melihatnya untuk terakhir kalinya.

"Asha Liona, mba Asha?."

Asha menoleh ke asal suara, "Iya pak." Tampak driver ojek online yang sudah terparkir rapih didepan Asha.

"Ke Halmahera Café ya mba, mau pake helm ga?. "

Asha tersenyum halus, "Ngga usah pak." Dibalas anggukan oleh sang driver.

Berjalannya ojek yang ia tumpangi, masih dengan pikiran yang sama. Kemana perginya Dokter Galen yang terhitung sangat cepat.

Baying-bayang muka sang dokter yang anehnya masih ikut terus muncul dipikirannya.

Ia berharap bahwa Dokter Galen akan berjaga lagi besok meskipun ia sudah tidak ada jadwal jaga lagi. Tapi setidaknya ia masih dan hak untuk masuk ke dalam ruangan tersebut.

"Mbak kelas berapa?."

Kurang beruntung, angin lumayan kencang sore itu jadi ia tak bisa mendengarr dengan baik, "Apa pak?."

"Mbak kelas berapa?."

Asha melonggarkan helmnya sedikit, "Rumah saya di Cluster Syon pak."

"Mbak kelas tiga ya?."

"Anak bapak tiga? Ohh ya ampun sehat semua pak?."

Membayangkan betapa ramenya keluarga bapak driver ojol ini. Jika melihat dari sisi keluarga Asha yang mempunyai kakak aja suka sekali ribut. Apalagi ini yang menjadi anak tengah harus mempunyai adik lagi.

"Sehat neng, Alhamdulillah."

Asha pun ikut bersyukur mendengar kabar baik walaupun ia belum kenal dekat dengan sang bapak ojol.

Dari jauh sudah terlihat nama café tersebut, ia segera menyiapkan uangnya.

"Neng, udah sampe."

"Makasih pak." Asha memberikan uang sesuai orderannya dengan tambahan tip untuk ketiga anaknya tadi. Lalu segera masuk sambil merapihkan rambutnya yang sedikit berantakan akibat terkena angin.

Memakai lipbalm sedikit sambil mengaca di ponselnya adalah hal wajib yang harus dilakukan Asha jika memang harus melakukan kegiatan lain setelah sekolah.

Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh pengunjung café sampai bertemu titik dimana ia melihat seorang pemuda melambaikan tangan ke arahnya.

"Lio!." Ia berjalan ke meja tersebut. Berusaha menormalkan detak jantungnya. Ia takut akan menangis dihadapan pemuda itu nantinya.

Pemuda itu tersenyum manis, senyum yang masih sama seperti dulu, "Duduk Lio."

"Kenapa Yo?." Aku menatapnya dengan keberanian yang telah kukumpulkan sejak kumenarik kursi untuk duduk dihadapannya.

Apa maksud tujuan dari Deo?

Terimakasih sudsah membaca sampai sejauh ini<3

GALENASHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang