Chapter 23 : Mencoba Menerima Takdir yang Baru

44 4 8
                                    

Setibanya di rumah aku langsung berlari ke kamar. Tidak perduli papa yang memanggilku dari ruang makan, dan Aidan yang ternyata mengejarku sampai ke rumah.

Aku masuk ke kamar kemudian mengunci pintu. Ku sandarkan diri di pintu kamar lalu tubuhku merosot begitu saja ke lantai. Dadaku sesak bahkan suara tangisanpun tidak keluar.

Tok. Tok. Tok. Tok

" Jessi buka pintunya!" Kudengar suara Aidan yang memanggilku. Aku tahu dia pasti khawatir denganku.

" Jessica ini gue Aidan. Please buka pintunya."

Aku masih tidak bergeming dengan ketukan pintu dan panggilannya.

" Jessi loe jangan bikin gue khawatir. Buka pintunya Jess!"

Aidan tidak menyerah untuk terus menggedor pintu dan memintaku keluar.

Samar-samar ku dengar suara papa bertanya pada Aidan. Entahlah apa yang mereka bicarakan, aku tidak peduli.

" Sayang? Ini papa. Buka pintunya dulu ya!"

Tak lama papa juga ikut membujukku untuk keluar dari kamar. Tapi aku ingin sendiri dulu. Kupaksakan diri menjawab panggilan mereka agar tak khawatir padaku.

" Jessi pengen sendirian dulu pa. Jessi baik-baik aja, kalian berdua engga perlu khawatir." Jawabku berusaha agar suaraku tidak bergetar.

" Oke, kamu boleh tenangin diri kamu di dalem. Tapi kamu jangan berbuat yang aneh-aneh ya Jess."

Papa berpesan padaku, kuiyakan namun tanpa menjawabnya.

Aku mengangkat kepalaku kemudian menyadari sesuatu. Ku edarkan pandangan ke seluruh ruangan. Foto Kim terpampang hampir di setiap sisi dindingku. Penuh, hanya bersisa sedikit saja itupun untuk menempelkan beberapa catatan yang juga berisi tentang Kim, ah tidak Oppa J maksudnya.

Aku menghela napas lelah.
Aku tetap tidak bisa membencimu Kim. Mana mungkin aku bisa melupakan lima tahun yang kuhabiskan untuk berkenalan denganmu, lima tahun yang kuhabiskan untuk mengikutimu.

Aku menertawakan diri sendiri. Aku saja yang 5 tahun tidak bisa begitu saja melupakanmu. Tapi bahkan 20 tahun yang kamu bilang hanya menyukaiku saja, kamu dapat melupakanya dalam hitungan hari.

Aku berjalan menuju tempat tidur. ku telungkupkan badan di sana.

Kenapa rasanya sakit sekali?
Kim? Aku sangat merindukanmu.

Aku berdiri dan mencari ponselku. Ku tekan nomor Kim, tidak di angkat. Ku coba hingga tak terhitung lagi jumlahnya.

Aku mulai putus asa.

" Setega itu kamu sama aku Kim. Apa salahku?"

***



Beberapa hari setelahnya aku mulai terbiasa dengan hilangnya Kim dihidupku. Meski bukan yang pertama kalinya di tinggalkan, tapi pertemuan terakhirku dengan Kim memang lebih terasa menyakitkan dibanding saat Kim meninggalkanku melalui surat.

Dan saat ini aku mulai terbiasa lagi menjalani hidupku seperti dulu. Ada Aidan yang menggantikan kehadiran Kim. Aku dan Aidan pun menjadi semakin dekat. Hubungan kami pun terasa seperti sebelumnya. Bagaimana tidak, dia selalu berada di sisiku di saat-saat terpurukku. Aidan tidak pernah sehari pun tidak datang mengunjungiku. Dia tidak pernah membiarkanku sendirian. Jujur perlakuannya sangat menyentuh hatiku.

Seperti hari ini dia datang lagi dengan kejutan-kejutan kecil. Aku baru menyadari bahwa Aidan yang terlihat menyebalkan di pertemuan pertama ternyata merupakan orang yang sangat hangat dan perhatian. Dia juga humoris. Aku nyaman di dekatnya. Jika bersamanya aku bahkan bisa melupakan kesedihanku walaupun akan teringat lagi jika aku sedang berdiam diri sendirian.

Menikah Dengan IdolaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang