20. Situasi Memalukan

128 27 2
                                    

Yena menghampiri Yohan yang kini tengah duduk di kursi sambil istirahat. Keringat membasahi dahi pria itu sehingga mau tidak mau dia harus melepaskan jaketnya.

"Sudah puas berlarian?" Tanya Yena membuat Yohan yang sebelumnya tengah melihat anak-anak yang masih bermain menoleh.

"Oh, hei duduk sini," Yohan menepuk bagian samping kursinya yang masih kosong.

Setelah mendengar cerita dari biarawati sebelumya tentang Yohan, entah kenapa Yena saat ini jadi merasa lebih aman di samping pria itu. Sehingga tanpa diperintah dua kali Yena duduk di sampingnya, bahkan dia sudah tidak membuat jarak lagi.

"Kau suka anak-anak?" Tanya Yohan sangat random dan tiba-tiba.

"Huh? Tentu saja," jawab Yena mulai merasa tidak enak dengan pertanyaan Yohan.

"Kalau begitu ayo kita memilikinya beberapa," kata Yohan dengan mudahnya mengatakan sesuatu seperti itu.

"Apa? Kau ingin mengadopsi salah satu dari mereka?" Tanya Yena dengan gugup dan berusaha untuk tidak berpikir macam-macam.

"Aku sempat memikirkannya, tapi aku tidak bisa memilih salah satu diantara mereka, dan juga sekarang aku punya kau kenapa kita tidak membuatnya sendiri?" Ucap Yohan lagi.

Wajah Yena memerah mendengarnya. Bisa-bisanya Yohan mengatakan sesuatu seperti itu dengan santai. Mereka tidak sedang ingin membeli permen, tapi ini menyangkut sebuah kehidupan. Dan lagi, meskipun Yena sudah tahu Yohan orang baik Yena belum siap untuk melakukannya.

"Aku suka sepak bola, jadi setidaknya kita harus memiliki sekitar sebelas untuk membuat tim," tambah Yohan.

"Ish kau benar-benar kelewatan," Yena memukul lengan Yohan karena malu dengan pembicaraan ini.

"Aw! Kenapa kau memukulku?" Protes Yohan.

"Untuk membuatmu berhenti bicara," balas Yena.

"Ohh yang benar saja, aku bercanda salah aku serius juga salah," ucap Yohan lalu kembali menoleh ke anak-anak.

Yena masih menatap Yohan, lalu dia menyadari kalau keringat Yohan cukup banyak. Akhirnya Yena mengambil sapu tangan dari tasnya.

"Lihat sini," panggil Yena.

Yohan menoleh, dan Yena mulai mengeringkan keringat di dahi Yohan menggunakan sapu tangan dengan lembut. Wajah mereka cukup dekat sehingga Yohan dengan mudah mengamati wajah cantik Yena dari dekat.

Dia pikir sebelumnya sudah pernah mengamati wajah Yena dari jarak sedekat ini. Tapi hari ini kenapa terasa berbeda? Melihat wajah Yena membuatnya merasa lebih tenang mengingatkannya pada ibunya? Ah atau mungkin karena suasananya sehingga Yohan merasa seperti ini?

"Hei, apa aku pernah mengatakan ini?" Tanya Yohan.

"Apa?" Balas Yena setengah tidak peduli.

"Kau cantik," ucap Yohan singkat namun berhasil membuat Yena membeku mendengarnya.

Dia menatap mata Yohan untuk memastikan kalau pria itu saat ini tengah bercanda atau hanya meledeknya. Tapi yang Yena dapatkan hanya tatapan penuh ketulusan yang belum pernah Yena lihat dari pria itu.

***

Yohan dan Yena tiba di rumah malam hari. Yohan baru saja mandi sedangkan Yena saat ini berada di dapur ingin menyiapkan makan malam. Perempuan itu mengeluarkan beberapa bahan makanan seperti daging dan sayuran.

"Kau ingin memasak?" Tanya Yohan berjalan menghampiri Yena.

"Hm, memangnya kau tidak lapar?" Balas Yena.

"Bukan begitu, hanya saja aku tidak yakin tuan putri sepertimu bisa memasak," ucap Yohan dengan wajah mengejek.

"Asal kau tahu saja, aku memiliki sertifikat memasak. Untuk berjaga-jaga kalau aku tinggal dengan mertua aku harus ahli di dapur," kata Yena dengan percaya diri.

My Crazy Husband || Kim YohanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang