Sebelum mengenal terlalu jauh dan melupakan tentang sejarah sederhana miliknya, mari dahulukan ingatan tentang masa lampau.
Masa yang menjadi awal cerita itu dimulai.
Tujuh belas tahun lalu, di rumah sederhana milik wanita single parent beranak satu.
Tangis pilu khas bayi menggema menerobos suara derasnya hujan malam itu. Gemuruh bersahutan seakan memberi sinyal kepada wanita pemilik rumah yang tengah menimang bayi laki-laki berumur dua bulan agar keluar rumah untuk menemui si bayi malang.
Ketika itu, petir yang menggelegar berhasil membuat Sonia, nama wanita tersebut, berjengit. Dan saat itu pula ia mendengar suara tangis lain di antara suara-suara guntur dan riak hujan.
Sonia menidurkan si mungil yang sudah terlelap di box bayi. Jemarinya mengusap lembut pipi gembil itu. "Bunda tinggal sebentar ya, Fajar tunggu di sini."
Usai memberi kecupan pada pipi kanan si bayi, Sonia berjalan keluar tanpa berpikir lagi. Tangis pilu itu seakan menghipnotis wanita muda tersebut.
Langkahnya terhenti di ambang pintu utama, ada rasa ragu juga merinding yang menjalar di dalam diri. Sonia menghela nafas sejenak, mengusir segala pemikiran buruk yang tiba-tiba memenuhi kepala. Wanita itu pun membuka pintu.
Ceklek...
Saat itu, hanya kepala Sonia yang menyembul. Matanya mengedar menatap seluruh sudut halaman rumah, hingga akhirnya berhenti tepat pada keranjang yang bertengger di atas teras rumah.
Sonia mengernyit bingung melihat benda tersebut. Apalagi ternyata dari sana lah sumber suara tangis itu. Rasa takutnya berganti dengan rasa penasaran yang amat besar. Di hampirinya benda tersebut dengan langkah cepat.
Namun detik berikutnya langkah Sonia terhenti, pupilnya melebar, telapak tangan miliknya mengatup bibir ketika melihat isi dari keranjang tersebut.
"Astaga, ya Tuhan!!"
Tanpa berpikir lama, Sonia langsung membawa masuk keranjang yang ternyata berisi bayi malang itu ke dalam rumah.
"Ya Tuhan, bayi siapa ini, mengapa ada di rumahku." Lirih Sonia panik sambil memindahkan bayi yang bajunya sudah setengah basah itu ke atas ranjang.
Sonia menggantikan pakaiannya dengan terburu-buru agar si bayi tidak kedinginan lagi, sebab udara dingin di luar sana sudah cukup menusuk kulit lembut si mungil.
"Ah, kamu laki-laki ya, aku kira perempuan karena kamu terlihat cantik," Sang bayi tertidur setelah Sonia menggantikan baju dan memberikannya kehangatan, sedangkan wanita itu masih asik menatap si mungil.
"Aku nggak tau kamu sengaja ditinggalin, atau tidak. Apa kamu bawa sesuatu yang bisa menjadi petunjuk untukku?" Sonia berucap seorang diri sambil mengusap pipi si bayi menggunakan telunjuknya. "Ah iya, mengapa aku tidak cek keranjangmu saja? Haha ... aku ini pelupa sekali, maafkan aku, hm?"
Sonia beranjak dari posisinya untuk menghampiri keranjang si bayi yang ia simpan di sudut kamar.
Alangkah terkejutnya ia ketika memeriksa seluruh isi keranjang tersebut dan mendapati kotak yang terbuat dari kayu berwarna biru navy terletak di sisi keranjang. Segera Sonia mengambil benda tersebut dan membukanya.
sebuah surat dan kalung emas putih dengan bandul berbentuk bunga daisy yang pertama kali Sonia dapatkan. Sangat cantik. Begitu batinnya menilai kalung tersebut.
Lantas wanita itu kembali menyimpan benda tersebut di dalam kotak, dan beralih membuka suratnya.
"Maafkan aku yang telah meninggalkan keranjang serta seorang bayi di teras rumahmu. Aku menitipkan dia padamu. Namanya Permesta Senja. Jika ingin tahu, dia anakku, oh atau mulai sekarang akan menjadi anakmu? Seorang anak tidak berdosa yang aku telantarkan sejak kelahirannya seminggu lalu.
Maafkan aku karena membebankan dia padamu, tapi aku benar-benar tidak bisa mengurusnya. Aku takut jika Senja tumbuh bersamaku, ia akan menjadi seorang anak laki-laki pemberontak. Aku tidak ingin Senja seperti itu.
Aku menitipkannya karena aku mempercayaimu. Ku mohon sayangi Senja selayak anak kandungmu sendiri.
Terakhir, aku titipkan kalung daisy itu untuknya. Berikan itu saat ia menginjak usia sepuluh tahun, namun jangan katakan itu adalah hadiah dariku.
Terima kasih dan maafkan aku."
Sonia menghela nafas kecil usai membaca surat tersebut, ia kembali melipatnya dan menyimpan benda itu di tempat asalnya tadi. Ibu beranak satu itu kembali menghampiri ranjangnya dan duduk di tepian.
"Kamu bukan beban, melainkan anugerah dari Tuhan untukku. Terima kasih telah hadir, terima kasih telah melengkapi hidupku bersama Fajar. Mulai sekarang kamu adalah anakku, Adik Fajar, bagian dari keluarga kami. Sampai kapanpun akan tetap seperti itu."
Sonia mengecup kening sempit si bayi lalu menarik selimut berkarakter anak ayam untuk menutupi tubuh mungilnya.
"Selamat tidur pangeran kecil."
Sonia beranjak menghampiri box bayi yang di tempati oleh anak laki-lakinya, ia lalu menidurkan si mungil di samping putera kecilnya.
"Fajar senang kan memiliki Adik? Fajar senang kan memiliki teman bermain nanti? Namanya Permesta Senja, nama yang serasi dengan namamu, tapi mulai sekarang kita akan memanggilnya Anja. Semoga kalian saling menjaga dan menyayangi, hum? Bunda menyayangi kalian."
Usai memberi kecupan sayang untuk puteranya, sejenak Sonia memperhatikan wajah mungil milik Fajar. Semakin ia menatapnya, semakin pula ia mengingat wajah seseorang yang mencampakannya setelah kehadiran Fajar di dunia dua bulan lalu.
"Tumbuh dengan baik anak-anakku."
❍ Main Character ❍
🌼
Note :
Hallo! Aku kembali setelah hiatus nulis cukup lama. Aku minta maaf sering gagal ngelanjutin buku-buku yang baru aku publish. Tapi sekarang, aku datang bersama buku ini, yang mana isi ceritanya aku remake dari buku aku sendiri di lain akun. Dan semoga dengan adanya buku ini mood nulis serta ide-ide terus ngalir biar nasibnya nggak sama seperti buku-buku sebelumnya gitu xixixi.
Sudah ya? Semoga kalian suka! Happy reading ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] To My Star | HeeJay
Fanfiction"Terlalu digenggam, hingga keduanya berakhir terjerumus dalam lingkaran yang paling berbahaya." ---- Warning! ⚠ • Boyslove. • Bromance. • HeeJay area. Homophobic jangan salah alamat. Start : 03 Juni 2022 End : 26 Juli 2022