"Fajar! Fajar!"
Langkah kecil itu terhenti kala seseorang memanggil-manggil namanya dari arah belakang. Fajar menoleh, disusul dengan kerutan dahi melihat Senja berlari ke arahnya.
"Ngapain lari-lari? Habis dikejar debt collector ya?"
Random disaat waktu yang tidak tepat adalah sisi lain dari seorang Fajar Batara, dan Senja terlampau bosan menghadapinya. Hingga akhirnya Senja hanya mendengus sambil merotasikan mata.
"Gimana sesi nembaknya? Si Disty mana? Kok lo malah jalan-jalan di sini sendiri?"
Tuk!
"Nanya satu-satu kenapa sih! Gue mutusin buat nolak."
"Lho kenapa?!"
"Ya gue nggak suka sama dia?"
"Lantas?" Senja memicingkan matanya, tatapan menyelidik dari pemuda itu membuat bulu kuduk Fajar seketika berdiri.
"Biasa aja natapnya!"
"Jar ... biar gue tebak, lo nolak Disty karena ada orang yang lagi lo suka ya?"
"Sejak kapan lo banting stir jadi cenayang?"
"Ck. Denger ya Fajar Batara, gue ini adik lo, kita saudara yang gede bareng-bareng, semisterius-misteriusnya perasaan lo gue masih peka hanya dengan ngeliat tatapan lo itu."
Pletak!
"Banyak gaya bocah."
"Anjing ah! Kalau otak gue geser itu salah lo ya!"
Fajar tertawa ringan tangannya terulus untuk menyingkap surai Senja yang hampir menutup dahinya. Jemari itu mengusap lembut bekas sentilan yang ia berikan di dahi sang adik sambil menggumamkan kata maaf.
Senja di hadapannya sedikit mendongak untuk memandangi wajah sang kakak karena memang perbandingan tinggi mereka yang cukup kontras. Lelaki itu menghela nafasnya kemudian menyingkirkan tangan Fajar perlahan.
"Ngaku deh, benar kan tebakan gue?"
"Iya."
"... siapa anjing?! Kok gue nggak tahu?"
"Nggak semua hal harus lo ketahui Anja."
"Dih?"
"Kenapa dih?"
"Oke kalau ini rahasia lo sendiri, tapi gue pastikan rahasia itu bakal terungkap dengan sendirinya. Untuk siapa lo simpan perasaan itu."
Fajar tetap membungkam bibir yang melukis ulasan senyum itu, perihal asmara sedari dulu dirinya memang tidak ingin membagi cerita kepada siapapun tanpa terkecuali Anja. Tidak ada alasan, sebab tabiatnya memang selalu ingin merahasiakannya setiap kali ia menyimpan perasaan suka maupun cinta kepada seseorang. Bagi Fajar lebih baik seperti itu, terlebih kali ini cintanya berlabuh di tepi dermaga seseorang yang mustahil untuknya.
"Balik sekolah gue mau basket dulu, mau ikut?"
"Mengalihkan pembicaraan," Senja menggerutu dengan raut sebalnya membuat sang kakak tesenyum maklum. "Gue mau jalan sama Ziya."
"Ngedate? Kalian udah balikan?"
"Kerkom ya- belum, tapi rencana gue mau ngomongin hal itu nanti." Ucapnya pelan diakhir kalimat.
Fajar menganggukkan kepala. "Oke, hati-hati. Kabarin gue kalau ada apa-apa."
"Nggak akan Fajar, jangan kambuh posesif lo oke, nanti orang-orang ngira kita incest."
"Ya biarin aja. Kalaupun benar bukan urusan mereka juga."
"FAJAR!!!"
"Aduh aduh! Iya ampun Anja! Ya Tuhan sakit jangan cubit-cubit!!!"
🌼
Sesuai rencana yang sudah disusun sedemikian rupa oleh dirinya juga Ziya. Kini dua cucu Adam dan Hawa itu berjalan ke halte bus dekat sekolah mereka, hendak menuju perpustakaan kota tanpa menyadari seseorang yang berada di belakang sana memperhatikan keduanya berjalan berdampingan.
Di sisi lain, Fajar tersenyum kecut mengingat sang adik yang pergi dengan perempuan itu. Ada rasa tidak rela namun dirinya sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa.
"Gue bodoh ya, Ja? Udah tau salah, tapi masih aja ngebiarin rasa ini semakin tumbuh."
Fajar tertawa dalam hening dan kekosongan di sekitarnya. Menertawakan diri sendiri yang terlihat lemah di hadapan semesta dan takdir.
"Gue bersyukur jadi saudara lo. Tapi boleh nggak sih gue minta Tuhan buat setting ulang masa itu? Andaikan Ibuk lo berbaik hati waktu lalu, pastinya sekarang Anja bukan saudara Fajar-
D-dan kita nggak perlu terikat hubungan ini."
Fajar menghirup dalam-dalam oksigen yang bercampur dengan asap polusi sore itu lalu menghembuskannya perlahan. Kembali kakinya melangkah ke arah lapangan basket.
Di sisi lain, Senja dan Ziya sudah sampai di perpustakaan, keduanya berjalan masuk dengan beriringan ke dalam bangunan tersebut.
"Lantai dua ya Ja, di sini terlalu rame, gue gak bisa fokus."
Senja mengangguk sambil mengikuti langkah kecil Ziya. Usai sampai di lantai dua, Ziya mengedarkan tatapannya mencari tempat kosong untuk mereka berdua.
"Ayo."
Entah sadar atau tidak, Senja merasakan jemarinya di genggam oleh Ziya. Terkejut namun rasa bahagia kemudian menyelimuti perasaannya.
Usai duduk di kursi yang Ziya temukan, kedua anak cucu Adam dan Hawa tersebut memulai kegiatan yang keduanya sudah rencanakan sebelum berangkat ke lokasi.
"Soalnya ada dua puluh nomor, kita bagi rata, oke?" ucap Ziya santai. Senja mengangguk setuju tanpa melepas tatapannya barang sedetik dari gadis manis di hadapannya.
Belasan menit berlalu, belasan menit pula Ziya mendengar pemuda di seberangnya menghela nafas kecil. Gadis itu tidak mengerti, apakah Senja kesulitan soal-soal yang sudah menjadi tugasnya, atau ada hal lain yang sedang memenuhi pikiran pemuda tersebut. Yang jelas, setiap Ziya melirik ke arahnya, ia selalu mendapati Senja tengah menatapnya.
"Senja,"
"Eh? Kenapa Zi?"
Gadis itu meletakkan bolpointnya kemudian melipat tangan di atas meja. "Ada yang ganggu pikiran lo? Gue perhatiin lo nggak fokus dari tadi. Apa soalnya terlalu susah? Gue bantu ya? Nomor berapa yang lo nggak ngerti?"
"Eh, bukan Zi. Nggak apa-apa, lo kerjain aja dulu tugas lo."
"Terus? Kalau gue selesai duluan mau gue tinggal, hm?"
Senja menanggapi dengan kekehan, ia tahu Ziya hanya bercanda, mana mungkin seorang gadis yang ia kenal tidak berani pergi kemanapun seorang diri itu meninggalkannya di perpustakaan mengerjakan soal sendirian.
"Tugas gue tinggal enam soal lagi kok. Tadi cuma mikirin rencana aja."
"Rencana apa?"
Senja menatap gadis itu tanpa melunturkan senyumnya. "Zi, ayo ke taman kota selesai nugas." Hatinya mengharapkan jawaban menyenangkan dari gadis itu dan sesuai harapan, Ziya mengangguk mengiyakan ajakan Senja.
Senja sudah senang mendengar jawabannya.
Senja sudah antusias menyelesaikan tugas-tugasnya.
Namun jawaban Ziya selanjutnya seketika mematahkan semangat juga rencana lain yang dirinya persiapkan untuk di taman kota nanti.
"Sebetulnya gue ada janji sama Jiwa, tapi nanti malam jadi nggak masalah kalau kita jalan dulu." Gadis itu tersenyum tanpa menyadari bahwa dirinya mematahkan ekspektasi-ekspektasi lelaki di hadapannya.
- t b c -
Hai hai hallo!! Maaf baru sempet update lagi, maaf pula udah buat kalian nunggu kelanjutan ceritanya :( jujur belakangan ini aku sulit bagi waktu untuk nulis dengan pekerjaan lain karena memang lagi padatnya, tapi aku bakal berusaha menyeimbangkan lagi kok agar cerita ini nggak terbengkalai wkwk. Btw part ini rada panjang ya? Gapapa, anggap aja sebagai pengganti beberapa hari yang lalu aku gak update, haha. Semoga kalian terhibur, dan terima kasih untuk masih bersama TMS ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] To My Star | HeeJay
Fanfiction"Terlalu digenggam, hingga keduanya berakhir terjerumus dalam lingkaran yang paling berbahaya." ---- Warning! ⚠ • Boyslove. • Bromance. • HeeJay area. Homophobic jangan salah alamat. Start : 03 Juni 2022 End : 26 Juli 2022