Bagian 10

1.5K 203 33
                                    

Langkah lelahnya memasuki halaman bangunan yang sudah di tinggalinya belasan tahun ini. Usai menurunkan standar motor yang menjadi penyebabnya berjalan kaki dari gerbang kompleks ke rumah, ia memasuki teras lalu duduk lesehan untuk meluruskan kaki yang terasa pegal-pegal.

Asyik mengipas-ngipas wajah menggunakan kulit buku tulis yang sengaja ia copot, Fajar tidak menyadari bahwa seorang wanita berusia tiga puluhan berjalan menghampirinya.

"Fajar?"

Fajar mendongak, bibirnya mengulas senyum. Lelaki itu bangkit berdiri untuk menyalami sang ibu.

"Kok tumben baru balik?" tanya Sonia lantas melirik motor yang terparkir di depan rumah. "Kok suara motornya nggak kedengeran?"

Fajar terkekeh, "Mogok di depan komplek, keabisan bensin."

Mendengar hal itu Sonia menggelengkan kepala. "Kamu mah kebiasaan, kan kalau begini yang susah siapa? Yang kecapean siapa? Kamu."

Fajar kembali terkekeh lantas merangkul sang ibu. "Capek Fajar hilang kalau udah lihat senyum Bunda." Ucapnya lancar membuat Sonia mencubit pinggang puteranya tersebut.

"Bentuk rayuan nih, tau Bunda mah."

Fajar tergelak keras sambil mengikuti langkah ibunya memasuki rumah.

"Ganti baju dulu, terus makan, baru pergi beli bensin." titah Sonia yang langsung diangguki Fajar.

"Anja udah balik? Tadi Fajar mampir di tempat kerkomnya, tapi di tungguin gak keluar-keluar."

Tampak raut wajah Sonia berubah cemas saat Fajar menanyakan keberadaan sang adik. "Anja udah pulang dari tadi, tapi mukanya lesu gitu terus langsung masuk ke kamar, Bunda panggilin suruh makan pun nggak ada jawaban."

Fajar mengerutkan dahinya. "Pulangnya sama siapa?"

"Sendiri jalan kaki."

Fajar menghela nafas mendengar penjelasan Sonia. Ingatannya terputar di beberapa waktu lalu. "Fajar ke atas dulu." Tanpa banyak bicara Fajar menaiki anak tangga kemudian menghampiri kamar Senja.

Sampai di depan kamar sang adik Fajar langsung mengetuk pintu tersebut.

"Anja! Ini gue, mau ikut jalan-jalan gak?" tak mendapat sahutan dari sana, Fajar kembali mengetuk pintu tersebut.

"Jajan ayo, gue yang traktir deh!" Bibirnya membentuk senyum tipis ketika mendengar suara kenop pintu di buka. Wajah muram milik Senja adalah hal utama yang ia lihat. Fajar semakin yakin pasti sudah terjadi sesuatu dengan adiknya itu.

"Dimana?" kening Senja mengerut menatap Fajar, sedangkan kakaknya itu menatap dirinya dengan pandangan yang sulit diartikan.

"Kalau gak jadi ya-"

Tubuh Senja terdorong kebelakang setelah Fajar memaksa masuk dan menutup pintu tersebut. Mata tajamnya terfokus pada sang adik.

"Kenapa?" tanya Fajar dengan intonasi menuntut.

Senja bergeming.

"Kalau orang nanya tuh jawab, lo punya mulut kan?"

Senja tetap bergeming meski Fajar sudah menunjukkan nada bicara yang mulai meninggi. Kemudian tubuh Senja di bawah mendekat ke arahnya. Fajar memeluk sang adik. Dapat lelaki itu rasakan kemeja sekolahnya basah serta tubuh ringkih yang tengah ia peluk bergetar. Senja menangis.

Ah, Fajar teringat hal yang tidak sengaja ia lihat di taman kota sore tadi. "Nggak usah cengeng. Mending sekarang lo cuci muka terus ikut gue beli bensin."

Senja melepaskan pelukannya, ngusap jejak airmata di pipinya. "N-ngapain...hiks...ogah g-gue ik...hiks...kut lo beli bensin..hiks.."

Fajar merotasikan matanya malas. "Udah cepet cuci muka dulu!" Fajar mendorong-dorong sang adik pergi ke kamar mandinya. "Nggak usah dorong-dorong, ih!"

[END] To My Star | HeeJayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang