Bagian 7

1.5K 232 14
                                    

"Awal ketemu dia di parkiran gue biasa aja, tapi sejak kita satu kelas dan temenan lagi kayak dulu ..."

"Sekarang lo suka sama dia, lagi?"

Senja tersenyum sebagai jawabannya, yang mana Fajar telah mengerti arti dari senyum itu.

Fajar menghela nafas, bayang-bayang dirinya bersama Senja ketika membicarakan gadis manis itu masih memutar di kepala. Apalagi dengan suara Senja yang menyatakan bahwa dirinya kembali menyukai gadis yang menjadi masa lalunya. Seketika membuat Fajar mengerang frustasi sambil mengusak rambutnya sendiri.

Fajar kacau

Tapi kenapa?

Sedang asyik bergelut dengan pikirannya, suara ketukan pintu membuat atensi pemuda itu teralih.

"Fajar, makan dulu, dari siang lo belum makan. Lo punya maag kalau lupa!"

Suara itu lagi, suara yang membuat Fajar kacau lepas istirahat sekolah. Suara yang membuatnya frustasi memikirkan pertanyaan-pertanyaan aneh di dalam kepalanya. Suara milik lelaki mungil yang membuat harinya kali ini kacau, dan sangat disayangkan lelaki itu adalah adiknya sendiri.

"Iya bentar!" Fajar berteriak lemah. Lemah karena sedang kacau, lemah pula karena memang belum mengisi perut sejak siang.

Seharusnya memang tadi siang ia memakan bekal yang sudah Sonia siapkan untuknya, namun setelah mendengar cerita Senja, seketika nafsu makan Fajar hilang. Ia mengelak pada sang adik dengan alasan belum lapar.

Fajar menjajakan kakinya di lantai. Dengan gontai ia melangkah ke arah pintu, membukanya dan mendapati sang adik yang berdiri di sana.

"Astaga!! Zombie darimana ini nyasar ke rumah gue!!!"

Melihat respon sang adik menimbulkan pemikiran di kepala Fajar bahwa Senja terlalu banyak bergaul dengan Sajiwa yang memang notabennya sosok paling dramatis yang pernah Fajar kenal.

Sebuah toyoran Fajar berikan untuk sang adik hingga lelaki itu memekik.

"Kebanyakan gaul sama Jiwa lo!" hujat Vega seraya berjalan mendahului sang adik yang masih berdiri di ambang pintu kamarnya sambil mengusap-usap kening.

"Bodoh!" pekik Senja sambil berlari menyusul sang kakak yang sudah lebih dulu sampai di meja makan.

"Bunda kemana?" Fajar bertanya setelah mengamati rumah yang terasa lebih sepi.

"Lah, ke rumah Bude, tadi kan bilang sama lo." Sahut Anja heran.

Sedangkan Vega menatapnya kebingungan. "Emang iya?"

"Au ah gelap!"

Pemuda itu menggaruk kepalanya, lantas mengendikkan bahu. Kembali fokus pada piring berisi nasi dan lauk pauk di depannya.

"Jar ..."

"Hm?" Fajar mendongak menatap Senja di seberangnya dengan pipi yang menggembung berisi makanan.

Melihat sang kakak begitu lucu, Senja tidak kuasa untuk tidak tertawa.

"Anjir Fajar ..., gemesin banget lo! Kita tukeran peran aja gimana? Gue jadi Kakak lo Adiknya, kita selisih dua bulan doang elah." Senja menaik turunkan alisnya menggoda.

Fajar meraih gelas yang sudah terisi air kemudian meneguknya, lepas itu ia menatap sang adik dengan pandangan meremehkan. "Tanya sama diri sendiri, udah cocok belum jadi Kakak gue kalau masih nangis-nangis ngabisin tisu Bunda pas putus sama pacarnya."

"ANJING! Nggak usah di bahas please, itu aib terbesar gue!" Senja agak memelas, namun sialnya melihat ekspresi itu membuat Fajar mati-matian menahan diri untuk tidak menerkam sang adik. Karena, sial Senja begitu menggemaskan dengan sorot mata dan bibir mengerucutnya.

🌼

"Fajar ... pinjem charger laptop dong!"

Fajar yang tengah duduk di tengah kasur dengan posisi menghadap balkon seketika menoleh, melihat Senja yang berdiri di ambang pintu kamarnya.

"Charger lo emang kemana?" tanya Fajar.

Senja cengengesan sambil mengusap belakang lehernya, "Lupa taro dimana."

Fajar menghela nafas kecil, lalu kembali membelakangi sang adik. "Masih muda aja udah lupaan, tuh di atas meja ambil sendiri, jangan manja!"

Senja berdecak malas, lantas masuk ke dalam kamar sang kakak. Sedikit memperhatikan seisi kamar dari lelaki itu.

"Nggak nyangka gue, kamar lo rapi gini." Puji Anja.

Mendengar itu Fajar tersenyum miring, sedikit menyombong. "Bunda ngajarin pola hidup yang baik. Selain makanan kita juga harus rawat lingkungan sekitar, termasuk kebersihan dan kerapihan kamar."

Mendengar celotehan sang kakak, Senja tersenyum simpul. "Emang cocok lo jadi Kakak gue, bisa jadi panutan!" katanya bangga lalu kembali menjauh, mendekati meja belajar Fajar.

Lelaki itu memperhatikan Senja yang membelakanginya. Ia tersenyum kecil, namun bukan senyum yang menggambarkan kebanggaan setelah mendapat pujian dari sang adik. Senyum itu terukir untuk menggambarkan pernyataan pahit akan takdir yang tertulis untuk hidupnya.

"Ja,"

Senja menoleh. "Apa?"

Fajar memberikan gestur agar Senja mendekatinya. Lelaki itu melangkah mendekat pada sang kakak.

"Apa sih?" tanya Senja penasaran.

Namun Fajar enggan menjawab, ia hanya menepuk sisi kosong di sampingnya. Menyuruh Senja untuk duduk di sana. Lagi dan lagi Senja menurut, duduk di samping kakaknya dengan tatapan yang menyorot kebingungan.

"Nikmati sore lagi bareng gue."

Sekon kemudian Senja menoleh ke arah balkon. Di atas sana jingga menyapa netranya, sinar hangat matahari perlahan memudar meskipun bulan belum mengambil alih peran. Senja tersenyum kecil, memang sudah berapa hari ia melewati rutinitasnya karena kesibukan di sekolah. Tapi ia sangat bersyukur, karena Tuhan masih memberikan kesempatannya menikmati senja lewat sosok kakak yang terbilang cukup menyenangkan hari ini.

"Fajar ..."

Yang di panggil namanya menoleh, mendapati sang adik tersenyum padanya. "Senja mau bilang makasih." Fajar mengangguk kecil sebagai jawabannya sebelum tiba-tiba sang adik bersandar pada bahunya.

"Gue sayang lo, banget."


- t b c -

[END] To My Star | HeeJayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang