Bagian 4

2.2K 266 16
                                    

Senja kesal, kesal dengan Fajar yang tak menepati janjinya. Janji menunggu Senja selesai dengan urusannya. Namun sekarang, bukan ketepatan janji, melainkan kedustaan yang ia dapat.

"Si Fajar kemana coba, udah sore lagi, mana laper."

Sepanjang jalan menuju parkiran Senja terus menggerutu sebal. Kakinya menendang apapun yang ditemukan, tidak peduli jika saja benda tersebut terkena orang yang kebetulan lewat. Yang jelas ia kesal.

"Pak Martin!"

"Lho, belum pulang, Ja?" Lelaki separuh abad yang merangkap sebagai satpam sekolahnya bertanya.

"Tadi abis ketemu sama coach dulu, Pak. Pak Martin liat Fajar, nggak?" tanya Senja kemudian.

Namun satpam tersebut menggeleng, lalu menunjuk salah satu motor dari tiga motor yang ada di parkiran.

"Tuh motornya masih ada, belum kesini dia." Sahut si satpam.

Senja menghela nafas. Ada perasaan lega setelah ia mengetahui bahwa Fajar tidak meninggalkannya. Namun rasa kesal Senja tetap bersemayam, sebab hari semakin sore, dan ia tidak tahu sang kakak berada dimana.

"Kamu tunggu di parkiran atau pos aja sana, saya mau kunci kelas dulu, ya. Nanti kalau ketemu langsung saya suruh cepet kesini."

Senja mengangguk cepat. "Terima kasih, Pak Martin. Maaf Senja repotin, hehe ..."

Satpam tersebut mengangguk sebelum angkat kaki dari sana, membiarkan Senja duduk di teras pos satpam.

Menit demi menit berlalu, Senja masih asyik bersenandung mengusir sepinya sekolah. Sedang asyik-asyiknya menikmati waktu sendiri, sapaan seseorang mengagetkannya hingga pemuda itu hampir terjengkang kebelakang.

"Senja!"

Deg!

Suara itu. Suara yang lama sekali tidak Senja dengar. Suara yang hingga kini masih ia hafal siapa pemiliknya. Seseorang yang sedikit mengganggu fokusnya hari ini akibat dari cerita Sajiwa.

Wajah yang sejak tadi menunduk itu perlahan terangkat, maniknya tepat menatap manik dari seseorang yang berdiri di hadapannya sambil tersenyum manis.

"Hai, Ja." Dia menyapa dengan riang, lain hal dengan Senja yang diam menatapnya sebelum menggumamkan satu nama.

"Ziya?"

Ziya, dialah orangnya. Melangkah mendekat untuk duduk di samping Senja yang spontan bergeser. Menatap si pemuda yang kembali menunduk tanpa melunturkan senyum di bibirnya.

"Nggak nyangka bakal ketemu di sini. Apa kabar, Ja?"

"Persis yang lo lihat, gue baik." Senja tersenyum membalas tatapannya, ah ... lebih tepat mencoba berani menatap mata yang selalu menjadi pujaannya dulu.

"Hu'um," Ziya mengangguk. Kemudian tidak ada lagi percakapan diantara keduanya, Senja melihat gadis di sampingnya sibuk dengan benda persegi di tangannya, seperti tengah berusaha menghubungi seseorang.

"Gue dengar lo pindah sekolah ke sini," akhirnya ia beranikan diri untuk kembali membuka percakapan mereka.

Gadis dengan surai coklat itu mengangguk. "Iya, baru selesai ngambil seragam." Ia menunjukkan paper bag yang di bawanya kemudian melanjutkan kalimatnya, "Papa pindah dinas lagi ke sini. Lo nggak pulang?"

"Nunggu jemputan, Tapi nggak tau dia kemana. Lo sendiri kenapa nggak pulang?"

Ziya membulatkan bibirnya sambil mengangguk, hendak kembali berucap namun suara klakson mobil mengalihkan perhatian mereka.

"Nunggu jemputan juga, tapi udah dateng. Itu jemputan gue. Pulang bareng gue aja gimana?" tanya Ziya sambil berdiri dan merapikan penampilannya.

Senja senang mendengar tawaran itu, Senja sudah ingin mengiyakan ajakan Ziya karena tidak ada pilihan lain untuk dirinya yang tidak memiliki sisa uang saku.

[END] To My Star | HeeJayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang