ziarah

247 22 6
                                    

Detak jam berlalu begitu cepat, menyisakan obrolan- obrolan receh yang cepat atau lambat menjadi kenang.
Matahari telah mencapai ujung tombaknya, pertanda waktu dzuhur akan tiba, usai menandaskan kudapan yang telah disediakan, abah meminta gus Asyhif dan rombongan yang lain untuk melaksanakan sholat dzuhur terlebih dahulu sebelum melanjutkan perjalanan.

Awalnya faza pikir abah dan uminya hanya bersama gus asyhif saja, ternyata perkiraanya meleset, selang beberapa menit  setelah abah dan umi tiba dirumahnya, keluarga ndalem yang lain menyusul, ada sekitar sepuluh orang termasuk ning nihla.

Ada kebahagiaan tersendiri bagi keluarganya bisa menerima tamu agung dari keluarga ndalem seperti ini, untung saja tadi ia sempat bebelanja dipasar dan masak makanan cukup banyak.

Faza sangat bahagia melihat para tamunya tersebut menyantap  masakanya dengan lahap, kebetulan ia baru memasak  mangut lele, pecel kembang turi yang merupakan makanan khas kendal, tidak lupa juga ia menghidangkan beberapa jajanan pasar yang ia beli tadi pagi dipasar.

"Masyallah ini, mangut lelenya enek sekali, baru pertama kali coba tapi langsung cocok dilidah" puji abah yang dikuti anggukan oleh ustazah nurul dan yang lainnya.
"Bener banget bah, sering-sering masak seperti ini nduk, baru kali ini umi lihat abah makannya lahap sekali" timpal umi sambil melirik kearah abah.
"Halah umimu ini tau apa sih, alhamdulillah semua masakan kamu selalu cocok dilidah abah nduk" puji abah sekali lagi.
Faza hanya menyungingkan senyum mendengar pujian dari dua gurunya tersebut, ia benar- benar merasa tersanjung mendengarnya.

"Ini pecel kembang turinya juga maknyus,  tu lihat si asyhif saja sampai habis makannya, padahal dia anti banget sama yang namanya sayuran" ustazah nurul kembali menimpali, namun kali ini gus asyhif yang menjadi sasaran.

Faza kembali melirik gus asyhif sekilas,  entah mengapa setiap nama itu disebut, ada desiran halus didadanya.
Gus asyhif nampak mengaruk tengkuknya yang tidak gatal begitu tertangkap basah tengah memeperhatikan faza dari tempatnya duduk.

"Mbak nurul apaan sih, jangan membuka kartu seperti itu dong, asyhif kan jadi malu" timpal gus asyhif membela diri, namun sayangnya keberuntungan sepertinya sedang tidak berpihak kepada gus asyhif.

" lebay kamu itu syhif, kamu malu sama siapa ? Orang sama keluarga sendiri saja kok malu!"  ustad fatah balas mengejek.

"Tapi memang umi perhatikan, sejak faza yang memesak didapur ndalem, asyhif ini memang lebih lahap makannya dan memang sudah tidak pilih- pilih makanan lagi, bener ngga syhif?" Skak mat sekali ucapan umi auliyah ini,  gus asyhif sampai kehilangan kata-kata untuk menjawabnya.
"Jangan-jangan pertanda ini umi" tiba-tiba ning nihla yang atusias ikut mengoda.
"Apaan si la, jangan ikut- ikutan kamu" elak gus asyhif kemudian.

" halah kamu itu gengsinya mbok yo diturunin dikit syhif, mau bilang masakan mbak faza enak saja kok jadi muter- muter ngga karuan gitu" ustad fatah kembali menimpali sembari menepuk punggung gus asyhif cukup keras.

"Aduh mas fatah ini ngga usah mengoda gus asyhif seperti itu, lihat itu wajahnya sudah seperti habis dipakein blush on"  timpal ning nihla lagi yang diikuti gelak tawa yang lainnya, faza ikut tersenyum mendengar guyonan tersebut dan gus asyhif juga diam- diam menyungingkan senyum tipisnya, yang sekali lagi tidak pernah disadari yang lainnya, kecuali abahnya.

"Makanya syhif kalo ditanya itu dijawab biar ngga digoda terus" gus asyhif ini memeng gengsinya lelewat tinggi, ia justru memilih untuk tidak menaggapi guyonan mas fatah kali ini.

Untung  asaja adzan dzuhur baru saja bekumanadang , jadi gus asyhif punya alasan untuk segera menghilang dari tempat itu, lebih tepatnya menjauh dari    orang- orang yang sejak tadi berusaha mengodanya tersebut.

Rindu Yang TertundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang