pulang

254 27 2
                                    

Faza segera bergegas, ia telah mendapat izin bu nyai siang tadi untuk pulang beberapa hari kekampung halaman, sudah lama gadis itu tidak pulang, bahkan saat libur lebaran kemarin ia mengurungkan niatnya untuk lebaran dirumah karna pesan ayahnya untuk tetap tinggal dipesantren guna membantu ndalem pesantren yang sudah pasti akan terus dipadati tamu yang berdatangan.

Faza tidak keberatan akan itu meski sebagian besar teman- temannya memilih pulang, namun gadis itu tetap meemegang nasihat ayahnya, bahwa selama ia menjadi santri ia adalah seorang abdi yang siap mengabdi kepada kiainya,siap melakukan apapun untuk membantu kiainya. Status abdi ndalem merupakan status yang istimewa karena tidak semua santri bisa memiliki kesempatan untuk menempati posisi tersebut  posisi dimana mereka bisa  berkhidmah lebih dekat dengan kiai.
Dan baginya ada kebanggaan dan keberkahan tersendiri sebab bisa menjadi abdi ndalem, karena dari sanalah ia bisa memiliki lebih banyak kesempatan berinteraksi langsung dengan kiai/bu nyai, bisa mendengarkan beberapa cerita yang jarang di publish, bisa mengambil hikmah dari kehidupan sehari-hari, bisa berkontribusi lebih banyak untuk melayani kebutuhannya, memiliki intensitas komunikasi dan belajar langsung darinya.

rencananya ia akan pulang besok pagi-pagi sekali namun, bu nyai  menyarankan agar ia pulang sore ini saja,  gadis itu tidak menanyakan alasannya ia hanya sendiko dawuh atas permintaan bu nyainya itu, beliau juga menitipkan bingkisan untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh dan gadis itu menerimanya dengan senang hati.

Faza sudah siap berkemas ia hanya membawa satu ransel berukuran tanggung dan kardus berisi beberapa kitab dan buku yang sudah selesai dikaji serta bingkisan yang diberikan oleh bu nyai untuk dibawa pulang, faza dibantu oleh mbk ima untuk membawa barang bawaanya ke tepi jalan raya, rencananya gadis itu akan naik angkot jurusan penggaron, lalu naik brt jurusan terminal mangkang yang kemudian dari terminal mangkang naik bus sampai kedesanya.

Mbk ima sempat menyarankan dirinya untuk naik kereta saja agar cepat sampai kerumahnya namun, faza  menolak karna sebenarnya jika dihitung jam perjalanan dan total biayanya  naik kereta jelas lebih mahal dan lebih bertele- tele , ia harus naik angkutan dulu ke terminal penggaron lalu naik BRT jurusan mangkang, kemudian transit BRR jurusan stasiun poncol di simpang lima , naik kereta jurusan stasiun weleri dan kemudian naik bus lagi menuju desanya, itu akan lebih menguras waktu, tenaga, serta biaya.

Susana sore itu lumayan terik, jam sudah menunjukan pukul setengah empat, namun matahari masih bersinar terik. Faza segera menaiki angkot , perkiraan ia akan sampai di terminal penggaron pukul empat kurang seperempat jika perjalanan ini lancar tanpa hambatan, dan benar saja gadis itu sampai disana tepat pukul 16.45, namun ia masih harus menunggu BRT kurang lebih lima belas menit lagi sebab BRT yang harusnya ia tumpangi telah berangkat lebih dulu tepat saat gadis itu baru turun dari angkot.

Faza menunggu dihalte bersama seorang ibu- ibu yang ia taksir usianya sekitar limapuluhan, seumuran dengan ibunya, ibu itu hanya mengunakan stelan daster oblong dan membawa dua tas belanja bertuliskan giant.
Ia menduga ibu itu habis berbelanja diswalayan giant disebrang jalan sana yang jaraknya kira- kira seratus meter dari hatle tempat kami menunggu.
Faza sering mendengar teman-teman sepondoknya yang  sering pergi kesana, terutama teman- temanya yang sering kena takzir akibat ketahuan keluar pesantren tanpa izin untuk sekedar jalan- jalan kesana, sebenarnya ia penasaran seperti apa suasana didalam sana namun ia selalu mengurungkan niatnya karena tidak pernah punya kesempatan untuk pergi kesana, waktunya sehari- hari sudah padat untuk mengaji dan mebantu dapur ndalem ditambah tugas tambahan yang terkadang harus ia kerjakan.

setelah menunggu hampir lima belas menit BRT yang ia tunggu menepi dihalte ,gadis itu segera masuk dan duduk tepat dibangku paling pojok dekat jendela, penumpang BRT dijam itu  lumayan ramai karna bertepatan dengan para karyawan yang pulang kerja, namun ia bersyukur karna masih bisa mendapat tempat duduk, ia pernah merasakan lelahnya berdiri dan berdesakan dengan penumpang lain selama berjam-jam karna pada saat itu penumpang BRT sangat padat. faza membenarkan posisi duduknya, mencari posisi ternyaman karna ia akan tidur sebentar, ditambah lagi perjalanan kali ini akan memekan waktu kurang lebih satu setengah jam jika lalu lintas sedang normal,    ia menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi dan memejamkan matanya sejurus setelah musik yang dibawakan oleh  band fortwenty yang berjudul tenang mengalun dari speker dalam BRT, faza tidak  menyadari jika salah seorang penumpang yang duduk dibarisan kursi laki-laki sedari tadi tak melepas pandangan dari nya, seseorang yang mungkin tak asing lagi bagi faza, yang tak akan pernah gadis itu sangka.

Rindu Yang TertundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang