madrasah diniyah

367 99 9
                                    

Lengkingan bell mulai terdengar membuyarkan suasana pesantren yang semula masih adem ayem.

Para santri sudah kembali dari sekolah sejak jam satu siang tadi, beberapanya langsung menuju dapur mengambil jatah makan siang, beberapanya yang lain ada yang langsung berganti baju dan memutuskan mencuci pakaian atau sekedar merebahkan badan sambil ngobrol ngalor ngidul.

Saat ini mereka tengah meributkan hal-hal yang awalnya diangap tidak penting, padahal tadi mereka santai sekali,seakan tidak ada yang akan terjadi. ada yang mulai kocar-kacir mencari kerudung putih, pergi dari kamar yang satu kekamar yang lain hanya untuk meminjam kerudung dari salah satu santri yang mungkin kebetulan punya lebih dari satu kerudung putih yang bisa di pakai dengan dalih jika kerudungnya baru saja dicuci atau hilang entah kemana.

"Mbak pinjem kerudung putih" ucap salah seorang yang tiba-tiba nyelonong masuk kekamar eva

"Mbak buruan si, aku turun dulu tak tunggun di lorong ngga pake lama!". Teriak seorang santriwati lagi dari bawah tangga yang tidak diketahui siapa mbk yang dimaksud itu, kalo didengar dari suaranya itu ainun dan bisa jadi mbk yang dimaksud adalah heni karena kedua orang itu memang cukup dekat.

"Vin, aku pinjam sandalmu tar tak balikin," sahut seorang lagi yang terburu-buru mengambil sendal dari rak dan segera turun sambil menenteng kitab dan buku.

"Va, jarum pentul dong satu, punyaku habis nih" sela seorang gadis yang biasa dipanggil mbk ana itu.

"Nes, buruan sih, aku turun dulu deh, mana kitabmu tak bawain sekalian". Kali ini vivin yang angat bicara.

Ia segera turun dan membawa tumpukan kitab dan buku yang tidak lain adalah milik dirinya dan anes.

Seperti itulah kesibukan para santri jika akan berangkat madin, selalu ada saja sesuatu yang membuat suasana menjadi ramai.

Sementara Faza masih sibuk mempelajari materi yang tadi diberikan oleh aida, ia membaca dengan seksama dan memahaminya satu persatu, ia berharap semoga semuanya akan berjalan lancar dan sesuai rencana.

Ia sudah menyiapkan mental dan hatinya, ia juga sudah menyiapkan metode pembelajaran yang akan ia gunakan nantinya.

"Cie yang jadi ustazah sekarang" goda mbak ima yang baru saja masuk kekamar.

"Apaan si mbk im, kalo aja ngga karna terpaksa , aku juga ngga mau kali mbak." Ketus gadis itu kemudian.

"Huss. Ngga boleh ngomong gitu, rejeki ngga boleh dianggurin tau, itung-itung buat pengalaman , kamu kan belum pernah ngajar madin, sekali-kali bolehlah dicoba". Kini iqlima yang menyahut.

"Kamu juga qlim, pake ngusulin aku lagi, aku belum siap tau".

"Ngga usah ngerendah gitu deh za, kita semua tau kok diantara kami cuma kamu yang ilmu salafnya paling bagus, ibarat kata mah uda nglotok banget". Goda mbk ima lagi sambil cekikikan.

"Iya mbk im, kita mah cuma remahanya aja." Timpal iqlima kemudian.

"Ngga gitu juga kali, aku juga masih sama belajar kok kaya kalian, kalo dibandingin sama ustad yang lain mah aku ngga ada apa-apanya".

"Udah ah, udah saaltu tu, aku berangkat dulu" putus faza ,ia tidak ingin percakapan ini bertambah jauh lagi.

Tak bisa dipungkiri , faza memang termasuk salah satu santriwati terbaik disini, selain prestasi akademiknya disekolah dulu yang bisa dibilang cukup membagakkan, prestasinya dipesantren juga tidak bisa diangap remah, tak hanya sekali dua kali gadis itu memenagkan lomba baca kitab, tapi hampir setiap lomba baca kitab kuning ia lah yang selalu menjadi juara terbaik baik itu tingkat kabupaten ataupun tingkat provinsi.

Rindu Yang TertundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang