gladi bersih

176 21 7
                                    

Malam ini hari terakhir sebelum acara puncak besok malam. 
Dekorasi dan perlengkapan lain sudah hampir seratus persen, dan siap digunakan.
Usai merampungkan jamaah isya' para peserta haflah akhirusannah dan khotmil qur'an melakukan gladi bersih.
Iringan rebana mengema melantunkan   nadhom alfiyah ibnu malik sudah terdengar dari musholla putra, bel tanda kegiatan akan dimulai juga sudah melengking keras sedari tadi,meski mereka terbiasa dengan kegiatan terstuktur namun tetap saja, jika belum   ada teriakan dari para pengurus dan bunyi bel yang tak henti melelengking para santri  seperti mereka juga terkadang enggan beranjak.

sejatinya mereka sama seperti remaja pada umumnya, sama masih perlu banyak bimbingna orang dewasa dan sama harus ditindak tegas agar budaya disiplin tertanam didiri mereka.

suasana seperti itu tentu akan selalu sama disetiap pesantren, sama juga dengan tempat dimana faza dan teman temannya bernaung.

teriakan kecil dari beberapa santriwati, dan suara langkah terburu-buru mulai mendominasi, ditambah teriakan pengurus keamanan yang sudah kesekian kalinya berulang membuat para santriwati itu tambah ngedumel dan segera bergegas karna mereka menyadari, semakin lama mereka disana maka akan semakin panas telingga mereka mendengar ceramah para pengurus kemanan, maka semakin  cepat mereka beranjak semakin cepat juga suara itu pergi.

sementara faza sudah pasti telah sampai lebih dahulu disana, menempati barisan pertama, menghadap langsung didepan barisan santri putra, bukan hanya faza yang cukup kaget dengan pemandangan ini , tapi santri yang lainpun sama, meski banyak juga yang terang-terangan bersorak girang karna tak  ada satir penghalang antara santri putri  dan  santri putra, namun sungguh  ini pertama kalinya bagi gadis itu, biasanya selalu ada penyekat atau satir yang membatasi antara santri putri dan putra, meski kali inipun tetap ada batasan namun tetap saja tanpa ada satir diantara keduanya maka tentu akan ada perasaan yang kurang nyaman.

meski begitu gladi bersih ini tetap harus berlanjut bukan, malam itu kegiatan tetap berlangsung seperti biasa, hanya saja bukan abah  dan umi atau  ustazah nurul yang menemani namun gus asyhif dan gus alan yang  justru sibuk mengkoordinasi barisan sedari tadi. mengomando dari awal hingga akhir,  mulai dari formasi barisan, pelafalan bacaan, hingga cara berjalan.

namun entah mengapa faza merasa ada banyak diskriminasi disini, karna sedari tadi gus asyhif hanya fokus pada santri putra saja, padahal formasi barisan santri putri terlihat kacau sedari tadi, gadis itu jadi teringat desas-desusyang pernah beredar dari santriwati yang lain, jika gus asyhif memang seperti itu, beliau selalu mendahulukan kepentingan santri putra dan seakan menganggap sepele perihal masalah santri putri, sebelumnya faza memang belum pernah melihat secara langsung dan meragukan kebenaran itu, namun kali ini mungkin ia akan mempercainya.

"mbak im,  memang tidak apa-apa jika begini, bukankah sedari tadi formasi kita tanpak kacau balau, harusnya ustazah nurul ada disini sekarang" bisik faza, mbak ima yang berada tepat disamping gadis itu nampak berpikir sejenak.

jika dilihat dari sudut manapun ,apa yang diucapkan gadis itu memang benar, siapappun yang ada disana pasti akan berpikiran sama dengan gadis itu, namun tak ada satupun yan berani bersuara disana, mereka hanya berbisik satu sama lain tanpa melakukan apapun.

"kamu benar za, meskipun pelafalaan bacaan kita lebih unggul dari santri putra tetap saja jika barisan kita kacau seperti ini rasanya itu akan menjadi nilai minus bagi kita,!"

"nah benarkan, bukan hanya aku berpikiran seperti itu, lucu ngga sih mbak, masa ainun tubuhnya paling munggil diisini berada dibarisan paling belakang, sedangkan mbak maslakha yang paling tinggi diantara kita justru berada dibarisan paling depan!"

"Ya mau bagaimana lagi, kamu tau sendirikan posisi kita seperti apa, didepan gus asyhif kita ngga bisa apa-apa, kamu lihat saja itu iqlima, dia yang roisul ma'had ( ketua pondok) saja tidak bisa melakukan apa-apa dan justru tenang-tenang saja sedari tadi" tutur mbak ima pasrah.

"Bukannya ngga bisa apa-apa mbak, tapi tidak mau melakukan apa-apa, bedakan antara dua kata itu!" Tekan faza kemudian.

"Ya terus kamu maunya gimana za, kamu sendiri juga pasti ngga berani kan menyampaikan unek-unekmu itu?"sanggah mbk ima.

Faza hanya terdiam, bungkam untuk sesaat, ucapan mbak ima memang benar, dia sendiripun tidak berani menyampaikan apa yang ada dipikirannya, namun bisa-bisanya dia justru menilai orang lain lebih buruk darinya.

"Kalian berdua yang sedari tadi ngobrol sendiri!, kalau tidak serius latihan lebih baik keluar dari barisan!" Tegur gus Asyhif yang sukses membuat keduanya terlonjak kaget.

Tentu saja ucapan itu tertuju kepada faza dan Ima, meskipun bukan hanya mereka yang sedari tadi bisik-bisik, namun posisi mereka yang berada dibarisan paling depan tentu saja terlalu mencolok untuk dilewatkan.

Faza mengigit bibir,bukan hanya gus asyhif tapi sekarang tatapan seluruh santri terarah kepadanya, seakan bersiap menerkamnya jika ia salah bicara sedikit saja, sementara tangan kanannya mencengkram erat sarung ima ,seakan mengisyaratkan jika saat ini gadis itu butuh bantuannya.

Nihil ima justru sama gugupnya, gadis disebelah faza itu justru sedari tadi menundukan pandangannya tanpa berani menoleh sekalipun.

Melihat tak ada jawaban apapun gus asyhif akhirnya memutuskan untuk membiarkan dua gadis tersebut, terlebih itu refleksnya tanpa sengaja, ia bahkan baru menyadari jika salah satu gadis itu adalah faza, jika ia tau sejak awal mungkin ia akan membiarkan keduanya, sejujurnya ada rasa bersalah  yang menghinggapinya setelahnya.

Ya seharusnya itu berakhir begitu saja jika faza mengurungkan niatnya mendebat gusnya sendiri, namun bukan faza jika ia hanya akan diam melihat apa yang seharusnya menjadi haknya tapi tidak dipenuhi sebagaimana mestinya, terlebih kali ini bukan hanya ia, ada ratusan santriwati yang sama sepertinya, jika ingin acara ini sukses tentu harus ada yang berani bicara, dan ya gadis itu akan melakukakanya meski ia tau jika akan ada resiko yang akan ia pikul setelahnya.

"Maaf gus, apa saya boleh bicara?" Masa bodoh dengan reputasi yang sudah ia bangun sebelumnya, masa bodoh juga dengan resiko menjadi terkenal dan jadi bahan ghibah para santri lainnya karena berani mendebat gusnya, faza akhirnya angkat bicara.

Gus asyhif nampak terkejut, ia mengurungkan niatnya untuk mengalihkan pandangan dari gadis itu.
Ia mencoba mencari keseriusan dari apa yang ia dengar barusan, sebenarnya apa yang gadis ini inginkan , padahal ia berusaha melindunginya dari kecerobohan yang ia tidak sengaja.

Banyak pertanyaan yang terus berputar dipikiran gus asyhif, cukup lama ia terdiam hingga suara gus alan menyadarkannya.

"Iya mbak, silahakan utarakan, apa yang ingin sampean sampaikan, jika saya bisa membantu pasti saya bantu!" Ujar gus alan setelahnya.

Satu hal yang faza lupakan, ada satu resiko yang tidak pernah terpikirkan, resiko yang sebentar lagi akan mengubah hidupnya.

Entah resiko itu akan menjadi keberuntungan atau justru membawa petaka dihidupnya, karna setiap sebab selalu ada akibatnya.

.
.
.




Hai guys, lama ngga update nih,
Maafin ya, lagi banyak problem yang harus diselesain.
tapi tenang, seperti janji diawal, cerita ini pasti berlanjut, jadi tetep dukung author ya, biar tetep semangat nulis.
Jangan lupa vote dan coment ya,
See you next chapter.=>







Eh, satu lagi, makasih buat kalian yang tetep stay dan dukung author disini,
Jujur, seneng banget ada kalian.
Makasih banget,:)



Rindu Yang TertundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang