Tok-tok!
“Sayang,” panggil Jungkook, suaranya ceria menembus suara aliran air dari kamar mandi.
“Iya, sebentar!” jawab Lisa, tergesa-gesa. Dia mengatur handuk melilit tubuhnya dengan cepat, kemudian melangkah keluar dari kamar mandi.
Tatapannya langsung tertuju pada suaminya, yang berdiri di ambang pintu dengan senyuman lebar. Namun, ada sesuatu yang berbeda dalam tatapan Jungkook—sebuah tatapan yang seolah menilai dan mengagumi.
“Di mana bajuku?” tanya Lisa, sedikit bingung melihat ekspresi suaminya.
Jungkook menggeser tubuhnya sedikit untuk memberi ruang. “Di ranjang,” ujarnya, nada suaranya penuh semangat.
Mata Lisa hampir melotot melihat tumpukan belanjaan yang menggunung di atas ranjang. Hatinya berdebar, dan dia segera mendekat, rasa ingin tahunya tak tertahankan.
Di atas ranjang, terhampar berbagai setelan kantor yang terlihat modis. Ada jas blazer berwarna navy yang dipadukan dengan blouse putih yang bersih dan rapi, serta celana panjang berpotongan modern yang membuat penampilan terlihat anggun. Di sampingnya, ada juga dress hitam sederhana yang elegan, siap dikenakan untuk rapat penting. Tak ketinggalan, ada beberapa atasan berwarna pastel yang ceria, lengkap dengan rok pensil yang menambah kesan profesional sekaligus feminin.
“Ya ampun! Kenapa kamu beli sebanyak ini? Padahal aku hanya butuh sepasang setelan kantor saja!” ungkap Lisa dengan nada terkejut, sambil mengamati berbagai pilihan yang berwarna-warni dan menarik perhatian di ranjang.
Jungkook mengedipkan bahu, tampak bingung. “Aku sama sekali tidak mengerti soal fashion wanita. Aku hanya meminta petugas di pusat perbelanjaan untuk membungkus semua stelan kantor wanita yang lagi tren,” jelasnya dengan polos.
Lisa menggelengkan kepala, meski senyumnya tak bisa ditahan. “Enggak apa-apa. Kan, bisa disimpan di lemari. Apalagi kita sering bercinta di sini,” Jungkook menambahkan dengan bercanda, membuat mulut Lisa menganga karena terkejut.
“Jungkook!” teriaknya, wajahnya memerah karena malu. Dia tidak bisa mempercayai suaminya begitu berani mengucapkan hal itu.
Sebelum Jungkook melangkah keluar, dia mendekat, menatap mata Lisa dalam-dalam. “Tunggu,” katanya lembut. Dengan gerakan cepat dan penuh kasih, ia mencuri ciuman lembut dari bibir Lisa. Ciuman itu singkat, namun cukup untuk membuat jantung Lisa berdebar lebih kencang.
“Hehe, aku tunggu di luar, Sayang,” Jungkook berkata sambil melangkah keluar, meninggalkan Lisa yang masih terperangah dan tersenyum.
Setelah pintu tertutup, Lisa menghela napas lega. Kejutan suaminya membuat hatinya bergetar, antara rasa malu dan bahagia. Dia akhirnya mengambil sepasang stelan baju kerjanya, merasakan kainnya yang lembut di antara jarinya. Dengan hati-hati, dia menyusun stelan yang lain di lemari, bersamaan dengan kemeja-kemeja suaminya yang rapi.
***
Setelah mandi, Lisa merasa segar, tetapi ketegangan menghantuinya. Hari ini, dia harus menghadapi rapat penting yang tak hanya menyangkut perusahaan, tetapi juga mengingatkan pada masa lalu yang rumit. Dia melangkah ke ruang meeting, di mana tim manajemen sudah menunggu. Dengan langkah mantap, dia membuka pintu dan menyapa mereka, “Selamat sore, semuanya!”“Selamat sore, Bu Lisa!” sapa tim manajemen serempak, menciptakan suasana formal yang kental.
Setelah semua duduk di meja lonjong putih yang mencolok, Jungkook, suaminya yang juga CEO, mengambil alih. “Terima kasih sudah hadir, semuanya. Hari ini kita akan membahas perkembangan terbaru terkait Hils Company, terutama setelah akuisisi oleh RH Company yang dipimpin oleh Pak Ryu Han,” katanya, tatapannya serius.
Lisa duduk di samping Jungkook, merasakan detak jantungnya meningkat. Rapat sebelumnya mengenai strategi pemasaran dengan Hils Company telah menunjukkan bahwa Ryu Han hadir dan berkomitmen pada kemitraan, meskipun situasi ini membuatnya cemas.
“Seperti yang kita ketahui, akuisisi ini membawa perubahan besar dalam dinamika pasar kita,” Jungkook melanjutkan. “Kita perlu mempertimbangkan langkah strategis untuk menjaga hubungan yang baik dengan Hils Company, terutama dengan adanya manajemen baru.”
Salah satu anggota tim menambahkan, “Kita harus menganalisis dampak dari akuisisi ini terhadap kontrak kerja sama kita. Apakah ada risiko yang perlu kita waspadai, terutama dengan manajemen baru yang dipimpin oleh Pak Ryu Han?”
Lisa menahan napas, berusaha tetap tenang. Dalam hati, dia khawatir jika Hils Company memutuskan untuk menghentikan kerja sama, dampaknya akan sangat buruk untuk JK Company. “Kita perlu merumuskan strategi baru untuk mempertahankan posisi kita di pasar. Kita harus memastikan bahwa keputusan kita berdasarkan pada analisis data yang kuat dan tidak dipengaruhi oleh faktor eksternal,” ujarnya, berusaha menjaga nada suaranya tetap stabil.
“Setuju,” Jungkook mengangguk. “Kita harus menjaga komunikasi yang baik dan memantau setiap langkah yang diambil oleh RH Company. Ini adalah waktu yang kritis bagi kita dan kita tidak boleh lengah.”
“Selain itu, kita perlu mempersiapkan presentasi yang lebih kuat untuk menunjukkan nilai kita kepada Hils Company. Jika kita bisa menunjukkan hasil yang solid, kita mungkin bisa memperkuat posisi kita, meskipun ada perubahan manajemen,” kata salah satu anggota tim.
Lisa merasa beban di pundaknya semakin berat, tetapi dia berusaha untuk tidak membiarkan kekhawatirannya terlihat. “Saya akan menyusun analisis dampak dari akuisisi ini untuk presentasi berikutnya,” ujarnya, berusaha kembali ke fokus utama meski pikirannya dipenuhi kecemasan.
Setelah rapat berakhir, semua anggota tim saling berpamitan dan satu per satu meninggalkan ruangan. Lisa tetap berada di luar ruangan meeting, sambil mengumpulkan catatan-catatan penting. Dia melirik pintu ruang Jungkook, merasakan campuran kerinduan dan ketegangan yang menggelayuti pikirannya. Meskipun dia ingin sekali menjenguk suaminya, dia tahu tidak ada alasan yang cukup untuk masuk ke dalam; semua hasil rapat sudah dia kirim melalui email kepada anggota tim, dan tidak ada urusan mendesak yang memerlukan kehadirannya di sana.
Dia hanya bisa melihat pintu ruang Jungkook dari tempatnya berdiri, terhalang oleh tembok, membuatnya merasa semakin jauh. “Jungkook, lagi ngapain, ya?” gumamnya pelan, seolah berharap suaminya mendengar. Rindu menyelimuti hatinya, tetapi dia tidak ingin mengganggu fokus Jungkook dengan memasuki ruangannya tanpa alasan yang jelas.
Dia termenung sejenak, terbenam dalam pikirannya, hingga pintu terbuka dan Jungkook muncul dengan senyuman hangat, meski Lisa bisa merasakan ketegangan di antara mereka. “Sudah lebih dari jam pulang, Sayang,” ujarnya, suaranya lembut namun tegas.
Lisa menatap jam di pergelangan tangannya, terkejut menyadari waktu yang berlalu. “Oh, iya ya. Waktu cepat sekali berlalu,” jawabnya sambil mengangguk, mengambil tas dari mejanya dengan gerakan yang luwes.
Mereka melangkah berdampingan, turun ke bawah menuju parkiran. Dalam perjalanan itu, Lisa merasakan kehangatan yang menyelimuti hatinya, tetapi bayangan masa lalu dan Ryu Han terus menghantuinya. Tak peduli seberapa sulit tantangan yang dihadapi di kantor, di samping Jungkook, dia tahu dia harus tetap kuat dan berdaya.
***
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekretaris Jeon (LISKOOK)🔞
FanfictionDi balik kesuksesan dan kekayaan Jeon Jungkook, seorang miliuner muda yang tampan dan berkarisma, terdapat satu masalah yang terus menghantuinya-tekanan dari ibunya yang tak henti-hentinya bertanya, "Kapan kamu menikah?" Dalam usaha untuk menghindar...