TMRA!

14.2

"Apakah kamu baik-baik saja?"

Rowena mengangguk bukannya menjawab. Di tengah ketegangan, dia melihat orang-orang membeku karena terkejut.

Rowena melihat sekeliling, lalu perlahan menatap Killian lagi.

Shock, marah, sedih, dendam…

Angin puyuh emosi bertahan di dadanya, tetapi satu-satunya kata yang keluar adalah satu.

"Kapan?"

Dia ingin tahu sudah berapa lama.

Sudah berapa lama dia bertunangan dengan wanita lain dan siap menikahinya, tanpa sepengetahuannya?

Tapi tidak ada respon. Killian, yang telah melihatnya menjadi pucat, memerintahkan Melissa alih-alih menanggapi.

"Nona Philone sepertinya tidak enak badan, jadi tolong bawa dia kembali ke dalam."

"Sesuai keinginan kamu."

Melissa mengatupkan bibirnya dan menjawab, sambil memegang lengan Rowena.

"Nona, kita harus pergi dari sini."

“Tidak…aku tidak bisa…….”

Dia tidak bisa menerimanya. Itu adalah pemandangan yang belum pernah dia lihat sebelumnya, bahkan dalam mimpi buruknya. Rowena menggelengkan kepalanya dengan tatapan kosong seolah-olah dia telah melihat hantu.

"Tidak tidak……."

“Nona, tolong………”

Melisa memohon dengan suara menangis.

“Ayo kita pergi dari sini. Ya……?"

Penghinaan, kemarahan, kasihan. Melissa merasa seperti mata di sekelilingnya menembus mereka berdua, mirip dengan duri. Mata yang hanya dipenuhi rasa suka dan ingin tahu berubah begitu mereka mengetahui bahwa Rowena adalah seorang "nyonya".

Orang-orang yang terlibat begitu tenggelam dalam pikiran sehingga mereka tampaknya tidak menyadarinya, tetapi itu membuatnya semakin tragis dan memilukan. Di atas segalanya, fakta bahwa Melissa bersimpati padanya selama empat bulan terakhir membuat hatinya sakit.

"Tidak…"

“Ayo, nona. Aku akan membawamu ke kamarmu…….”

Melissa menyenggol Rowena, yang terus menggelengkan kepalanya dalam penyangkalan tanpa henti, dan berjalan menuju vila.

Dia diam-diam memperhatikan penduduk pulau yang telah membuka jalan bagi mereka tanpa mengucapkan sepatah kata pun saat mereka pindah.

***

Hal yang sama berlaku untuk Duke, yang tidak bisa mengalihkan pandangannya dari sosok yang semakin berkurang. Setelah melihatnya menghilang sepenuhnya di balik tembok tinggi, Killian menoleh ke Bupati.

“Kami lelah setelah menempuh perjalanan yang begitu jauh. Di mana kamar Nona Everdeen?”

“Oh… ya, tentu saja. Kami sudah menyiapkan ruangannya.”

Bupati yang berdiri tercengang dengan keributan itu menjawab dengan cepat. Pada saat yang sama, wajahnya bergetar ketakutan.

Bertentangan dengan suara halus, pria di depannya sekarang seperti tali yang kencang. Jika dia membuat kesalahan sekecil apa pun, dia sepertinya akan memotongnya tanpa ampun.

Itu adalah penampilan yang tidak terduga untuk seorang pria yang baru saja menginjak-injak hati seseorang dengan wajah acuh tak acuh.

Sementara Bupati diam-diam bertanya-tanya, Killian, yang menoleh ke Chloe, berbicara dengan lembut.

"Nyonya saya kasar, tapi tolong abaikan itu, dia tidak tahu apa-apa."

Itu adalah permintaan maaf yang tidak jelas, tetapi itu menyiratkan bahwa dia harus tetap diam. Chloe, menyadari niatnya yang sebenarnya, tersenyum dan menggelengkan kepalanya.

“Tidak, tidak perlu.”