Trapped 2

306 23 0
                                    

Mata Naruto menyipit, ia melihat ada yang aneh pada salah satu rekaman CCTV yang diberikan Hanabi. Ia melihat beberapa orang membawa sebuah kantong jenazah menuju mobil minibus hitam dan meletakkan kantong jenazah itu di bagian bagasi. Berselang beberapa detik kemudian, ia melihat hal yang membuatnya ingin membanting kursi ke layar monitor itu.

Hizashi dan Stewart melangkah dengan santai. Mata Hizashi melihat di sisi layar monitor tempat si pirang memantau. Ia menyuruh seorang ajudan untuk merusak CCTV itu dan akhirnya tayangan berakhir.

"Hizashi, Stewart...kalian memang incaranku dari awal."

"Maafkan aku, Kolonel Naruto. Kelakuan ayahku memang tak pantas untuk dimaklumi lagi. Aku ingin mengakui sesuatu." Matanya menatap ke arah gadis itu. Ia begitu menantikan apa pengakuan anak dari seorang psikopat itu.

"Aku...membuat sebuah ramuan, ramuan pencegah kelahiran janin atas ancaman ayahku." Naruto mengepalkan tangannya. Ia menahan amarahnya.

"Tujuannya apa dia minta kau buatkan itu?" Gadis itu bergetar saat aura tak enak dari pria itu menguar di tubuhnya.

"K-kata ayahku, dia ingin melakukan ujicoba untuk pencegahan kasus k-keguguran di rumah sakit. A-ayahku mengancam diriku dengan panah beracun...maafkan aku, Kolonel." Hanabi menangis walau ia berusaha tegar. Ini memang salahnya walau itu ancaman maut dari ayahnya. Konohamaru yang bernotabene kekasihnya Hanabi hanya bisa terdiam, ia tak tega melihat kekasihnya menangis tapi apa yang dilakukan kekasihnya memang di luar nalar.

Naruto menahan amarahnya, bagaimana jika obat terlarang itu masuk ke tubuh calon istrinya? Bisa saja obat itu membuat kekasihnya overdosis.

"Hanabi, kita bicarakan ini nanti. Sekarang apa kau bisa lacak dimana mobil itu sekarang? Ku kira plat mobil itu terlihat jelas."

"Kolonel, aku sempat melacaknya. Tapi ternyata mereka memiliki siasat lain. Mobil pertama berakhir di bandara Narita, sisanya tidak ada lagi." Konohamaru melacak mobil minibus hitam itu dan berakhir di parkiran bandara.

"Bandara, mereka pergi kemana?"

"Maaf, aku kurang bisa melacaknya. Mereka begitu pandai sembunyikan jejak."

"Dapat!" Gadis itu berseru kembali setelah ia diam menangis. Ia memberikan tablet (gadget pipih berukuran lebar) kepada Naruto, membiarkan pemimpinnya memeriksa sendiri.

"Ternyata mereka masuk ke kandang singa sendiri. Cukup mandiri. Kita berangkat sekarang! Kemasi barang, kita pergi!"

"Apa kita benar-benar pergi tanpa jejak seperti biasa?" Naruto hanya tersenyum.

"Kali ini, kita akan kembali. Percayalah padaku."

'Baby, aku akan menemukanmu. Bertahanlah sebentar.'
.

.

.

.
Ruangan itu begitu gelap, hanya sebuah jendela yang cukup tinggi. Sasuke hanya bisa duduk dan melihat sinar mentari yang menembus jendela itu. Sudah tiga hari ia di sini dan tak ada lagi kulit bersih dan mulus milik Sasuke, semuanya adalah memar, luka dan kusam karena tak diizinkan mandi (hanya sekedar buang air kecil dan besar) itupun butuh dua penjaga tepat di depan pintu kamar mandi.

Ia mengelus perutnya yang semakin besar itu. Ia tebak mungkin sudah masuk sembilan bulan, rasa mulasnya karena pergerakan sang bayi. Obat itu sepertinya sangat bekerja, rahimnya begitu kuat dengan bobot bayi yang semakin besar.

"Sayang, maafkan mommy...mommy sudah membawamu ke masalah hidup mommy yang rumit...tapi mommy yakin, Daddy pasti akan selamatkan kita...Daddy kita kuat...bertahanlah ya, sayang..."

Love Behind PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang