Trapped

367 24 2
                                    

Semua nampak berjalan dengan normal seperti biasa. Kasus tewasnya dua anggota tentara itu seakan lenyap tak berbekas, ulah siapapun itu tak ada satupun yang tahu. Semuanya nampak bersih tak bersisa. Naruto masih berdiri di dekat jendelanya, ia masih tak percaya kalau kasus itu seakan hilang ditelan bumi. Padahal hasil otopsi yang dilakukannya sendiri bahwa dua orang itu tewas bukan karena jatuh dari lantai tinggi rumah sakit, melainkan adanya racun ular kobra yang merusak sistem pernafasan dan peredaran darah mereka.

"Dokter Naruto, apa yang harus kita lakukan? Aku tak bisa membiarkan masalah ini hilang begitu saja." Dokter bernama Konohamaru itu menatap Naruto yang masih terdiam di posisinya, ia akui bahwa dokter senior di hadapannya pasti sedang merencanakan sesuatu.

"Apa yang dikatakan Konohamaru ada benarnya, dokter. Kita takkan mungkin berikan berita bohong pada pihak korban." Timpal seorang dokter wanita rambut panjang yang duduk di kursi tamu kerja Naruto.

"Hanabi...apa sebelumnya kau mendengar apa yang direncanakan ayahmu?" Dokter wanita itu seketika terdiam. Ia bingung apa yang harus dijawab untuk dokter senoirnya itu.

"Aku...mendengar sedikit ucapan ayahku semalam...dia menargetkan sese-ah...tidak...dua orang...sisanya aku tak dengar karena ayah menyuruhku masuk ke kamarku." Jawabnya dengan jujur. Ya, Hanabi adalah anak kandung dari 'rajanya' rumah sakit ini (Hizashi Hyuuga).

"Apa kau ada niatan untuk bertindak konyol seperti ayahmu?" Mata birunya menatap tajam gadis itu, tentu saja Hanabi begitu paham dengan tatapan intimidasi dari Alpha dominan itu.

"Dokter Naruto...aku ikut jalan kakak sepupuku, Neji...sudah jelas berarti aku memihak pada siapa bukan? Terlebih lagi, aku pernah melihat ayahku melakukan transaksi dengan seseorang dan orang itu menyerahkan sekotak hitam ukuran sedang." 

"Kapan itu terjadi?"

"Tiga atau empat hari yang lalu." Naruto diam kembali. Sedikit demi sedikit teka-teki mulai terpecahkan, memikirkan itu membuat kepalanya sedikit pusing ditambah lagi ia tak tidur semalaman karena menjaga kekasihnya yang masih lemas karena insiden beberapa hari lalu.

"Kalian boleh kembali bertugas. Ingat, jangan sampai kita diketahui siapapun."

"Roger."
.

.

.

.
Sasuke masih asik menikmati suasana taman yang begitu asri. Tubuhnya memang sedikit lemas ditambah lagi perutnya yang besar membuat pergerakannya semakin sulit, bisa dilihat ada satu tongkat berkaki empat untuk menopangnya berjalan.

"Sayang, mommy begitu bahagia. Sebentar lagi kau akan lahir dan mommy bisa memelukmu. Mommy janji, kelak kau lahir nanti...akan mommy berikan seluruh kasih sayang dan cintaku padamu sebagai seorang ibu. Dan sekarang, kau punya seorang daddy...bukannya itu sangat baik? Kau punya orangtua lengkap dan penuh cinta. Tetap tumbuh sehat di sini ya sayang." Ucapnya dengan penuh kelembutan, ia tak sabar untuk menjadi seorang ibu seutuhnya. Apalagi Naruto benar-benar menantikan kelahiran buah hatinya itu.

Saat berkeliling taman, pria pirang itu melihat raut wajah sang kekasih yang kelelahan. Ia akhirnya mengajak si manis duduk untuk melepas lelah.

"Baby, kau nampak lelah. Kau sakit?"

"Tidak, sayang. Perutku ini sangat berat, jalan pun terasa berat. Tapi aku senang, bayi kita pasti tumbuh dengan baik di sini." Naruto tersenyum bahagia. Ia begitu mencintai Sasuke dan juga bayi yang dikandungnya bahkan ia sudah membeli beberapa keperluan bayi untuk menyambut kedatangan malaikat kecilnya.

"Baby, menurutmu apa bayi kita ini laki-laki atau perempuan?"

"Naru, entah itu laki-laki ataupun perempuan...yang terpenting bayi kita sehat dan sempurna itu sudah sangat cukup untukku."

Love Behind PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang