Haechan terhanyut dalam diam menatap sendu ke arah putra kecilnya yang masih terlelap. Wajah gemas itu terlihat begitu tenang saat sedang tidur, persis seperti bayi kecil. Di ambil tangan mungil itu kemudian Haechan genggam penuh hangat sembari mengelusnya pelan. Lembut dan hangat, tangan putranya tidak pernah berubah. Melihat wajah damai putranya justru membuat Haechan ingin menangis saat ini juga. Putra kecilnya yang tak lagi kecil mengapa hidupnya begitu sulit?
Ingat sekali bagaimana Chenle yang selalu bergantung padanya, bagaimana Haechan ajar tentang isi dunia, dan bagaimana Chenle yang selalu berlindung padanya. Putra kecilnya itu banyak tanya, banyak ingin tahu hingga terkadang Haechan lelah sendiri menanggapinya.
Dahulu saat Chenle lahir, Haechan bertekad untuk lindungi Chenle dari kejamnya dunia. Ia peluk Chenle dengan erat, berharap semua kejam itu tak pernah sampai pada putranya. Namun, ternyata usaha yang Haechan lakukan tak berjalan sesuai rencananya. Haechan gagal melindungi putra kecilnya.
Putra kecil papa, malaikatnya papa dan daddy, sudah berapa lama kamu tahan sakit ini sendiri?
Sudah berapa lama kamu rasa sepi dan sendiri?
Putra kecilnya papa lelah ya? Maaf karena papa terlambat menyadari kalau putra papa tidak baik - baik saja. Malaikat kecil kami ternyata begitu rapuh meski selalu terlihat kuat.
Sebenarnya sudah sejauh mana kamu melangkah sendirian Chenle?
Tanpa sadar Haechan mulai menangis tanpa suara. Sedih, Haechan sangat sedih melihat putranya terbaring putus asa di ranjang rumah sakit. Tuhan kalau memang umurnya tak panjang, mengapa harus anaknya?
Kemana kehidupan sempurna milik Haechan pergi? Meski ia sudah meluruskan kesalahpahaman antara Mark dan dirinya tapi mengapa cobaan terus datang. Haechan butuh Mark sebagai pendamping, Haechan juga butuh Chenle sebagai pelengkap. Tapi kenapa Haechan tak bisa genggam keduanya bersamaan? Apakah terlalu egois?
Haechan sesekali melirik ke arah monitor detak jantung Chenle. Bunyinya begitu kencang hingga terkadang membuat Haechan terganggu, tapi kalau sampai berhenti Haechan juga akan menangis. Tak rela.
"Papa ternyata mirip sekali dengan Lele ya?" Haechan sedikit panik mendengar pertanyaan Chenle, ternyata anaknya sudah terbangun?
"Lele..."
"Papa kalau nangis sukanya diam - diam. Lele sedih liat papa nangis sendiri, padahal kan papa punya Lele di sini" jawab Chenle kemudian menggenggam balik tangan milik papanya. Tangan ini, tangan yang selalu membuatnya nyaman dan merasa aman.
"Kenapa bangun sayang? Papa berisik ya?"
Chenle menggeleng pelan, "mau lihat papa hehehe. Papa tambah kurus! Padahal kan papa sama daddy sudah baik..."
"Kamu juga tambah kurus" ucap Haechan sedih melihat kondisi putranya.
"Lele kan kurus karena sakit papa, masa papa mau kurus juga karena Lele! Papa tuh ya kenapa sih selalu gitu, dulu waktu Lele sakit demam papa malah nempelin Lele katanya biar demamnya pindah padahal kan Lele gak mau ajak - ajak papa sakit" rajuk Chenle kesal di balas kekehan pelan oleh Haechan.
"Kayaknya semua orang tua begitu deh, gak ada yang mau anaknya ngerasain sakit sayang" jelas Haechan lembut kemudian merapihkan rambut putranya yang berantakan.
"Tapi semua anak juga pasti gitu papa, gak mau orang tuanya sakit juga. Aneh kalau ada yang mau orang tuanya sakit, jahat itu pasti!"
"Putra papa cerewet banget sih, jangan hilang ya bawelnya papa suka denger kamu banyak ngomong" ungkap Haechan sembari terus mengelus - ngelus tangan mungil itu lembut.
"Lele senang papa mau nungguin Lele disini sama daddy! Papa sama daddy baik - baik ya? Kalau nanti Lele pergi, Lele mau daddy bisa jaga papa gantiin Lele!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lee Chenle - Chenji/Jichen
Fanfiction▶[ JICHEN - CHENLE ANGST ] - On Going Ini semua berisi kisah tentang Lee Chenle. Lelaki mungil yang menyembunyikan segala luka dan rasa sakitnya dibalik kesempurnaan yang ia miliki, ck miris bukan? "Tidak semua yang terlihat bahagia di luar itu bena...