Mimpi yang masih berlanjut

59 13 0
                                    

Di kafe ORION, Candra masih serius menulis bab cerita yang beberapa jam yang lalu sudah disusunnya. Ia menggunakan nama tokoh dari karakter yang ditemukannya lewat mimpi aneh kemarin lusa. Ada dua tokoh yang sangat menarik perhatiannya yaitu Dharma Wisesa dan Galuh Kusuma Wardhani. Dua tokoh inilah yang akan dieksplorasi secara prioritas karena mereka adalah tokoh utama dalam kisah fiksi sejarah yang akan dipaparkan oleh Candra. Ruangan khusus di kafe ORION ini memang secara khusus disiapkan oleh Gita agar Candra  merasa lebih nyaman melakukan aktivitasnya saat menulis karya fiksi jika sedang bosan di rumah karena sendirian.

Candra adalah tipikal orang yang tidak menyukai kesepian meskipun dalam definisi tidak suka keramaian, pada intinya dia tidak suka sendirian. Kesimpulannya adalah merasa nyaman sendiri dalam keramaian. Sebab ia suka mengamati pergerakan orang lain, tentang karakter dan tingkah laku masing-masing orang yang sengaja disimak dengan semua ciri khas yang dimiliki. Menurut Gita kebiasaan Candra memang aneh acapkali nongki di ORION, satu hal yang sering paling dilakukan adalah duduk sendirian di pojokan dekat jendela kaca yang mengarah ke jalan raya sambil memperhatikan orang-orang yang lewat.

Di ruangan itu Candra memang sendirian. Tapi ia tidak merasa kesepian sebab di sebelah ruangan tersebut terhubung langsung dengan ruang kerja Gita karena disekat kaca tebal. Jadi apapun kegiatan Candra tampak jelas dari ruangan Gita. Ada satu pintu kaca penghubung jika Gita maupun Candra ingin memasuki ruangan secara bergantian.

Satu gelas coffee latte dan sepotong pancake strowberry terhidang di meja kecil di samping meja kerjanya. Candra belum sempat mencicipinya sebab masih sibuk mengetik kata demi kata dalam sebuah kalimat untuk menuliskan cerita yang dibuat. Rasa lelah pun menyergapnya sesaat. Mulutnya menguap berulang kali. Semalam ia memang kurang istirahat karena sibuk mengatur jadwal dan menyusun konsep cerita fiksi yang sesuai dengan ide yang akan disampaikannya. Hanya dalam hitungan empat puluh lima detik, Candra langsung terlelap saat merebahkan kepalanya di daun meja di detik terakhir mengetik tulisan dalam bab pertama.

Ketika dua pendekar wanita sedang dalam perjalanan menuju lereng Gunung Penanggungan, mereka dihadang oleh sekelompok bromocorah yang sering meresahkan para pengelana dan saudagar yang lewat daerah tersebut.

"Hahaha. Tidak sia-sia kita lewat sini, Kakang Lowo Ireng. Lihatlah kita dipertemukan lagi oleh dua bidadari cantik dari dunia persilatan," celetuk saudara Lowo Ireng diikuti tawa sumbang dari kawanannya.

"Benar ucapanmu Rayi."

Galuh dan Setyawati berdiri sejajar saling berdempetan punggung agak miring melirik komplotan bromocorah yang pernah ditemui Galuh.

"Merekalah yang mengeroyok saya, Yunda. Dan mereka juga hampir membunuh pemuda yang saya tolong waktu itu," bisik Galuh.

"Bukankah mereka perampok yang meresahkan penduduk desa di kaki bukit ini, Dinda Galuh?"

"Benar, Yunda."

"Mau apa kalian?" tanya keduanya bersamaan.

"Kau masih ingat aku rupanya. Hahaha," ucap mereka tertawa remeh.

"Apa yang kalian inginkan," tanya Setyawati.

"Berikan mutiara keabadian kepada kami."

"Mutiara keabadian tidak boleh dibagikan kepada sembarang orang dan hanya murid dari Perguruan Cempaka Putih yang boleh memilikinya," tolak Setyawati.

"Kalau tidak bisa diminta secara baik-baik itu artinya kalian lebih suka cara kasar. Klabang Wisa, Antawirya kita habisi mereka!" perintah Lowo Ireng.

"Baik, Kakang," jawab mereka bersamaan.

Mereka bertarung sengit dengan menggunakan pedang. Saling menyerang dengan jurus-jurus andalan.

PURNAMA   DI  NEGERI  DAHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang