SEBUAH PESAN

52 9 1
                                    


Tuti kini berdiri di sebuah rooftop di cafe depan Toserba sambil bersedekap tangan melihat pemandangan ke sekeliling. Candra tetap bergeming dan sedang duduk memperhatikan wanita dewasa di depannya dengan seksama. Pemuda itu masih tampak bingung dan di benaknya dipenuhi banyak pertanyaan berlalu lalang yang belum mendapat satu pun jawaban.

"Saya tidak bermaksud jahat, Ndra. Saya mengajak Kamu mengobrol di tempat ini agar lebih leluasa menyampaikan sebuah amanah penting," ujar Tuti membuka obrolan.

Candra masih terdiam sambil mengamati tiap kata demi kata yang akan dilontarkan oleh wanita itu. Ia tidak berniat mengajukan pertanyaan meskipun di benaknya dilingkupi banyak keingintahuan yang hingga kini belum terjawab.

"Saya pikir seseorang yang hidup di masa yang berbeda tidak mungkin bisa ditemui di masa sekarang. Tapi ternyata dugaan saya salah besar," lanjut Tuti meneruskan kalimatnya.

"Maksudnya?" tanya Candra spontan.

"Kamu adalah seorang pemuda yang pernah saya temui di masa yang lalu," jawab Tuti.

"Apa Anda sedang bergurau dengan saya?"

"Saya serius, Ndra."

"Mungkin Kamu akan sulit menerima kenyataan tentang ini?"

"Sebenarnya apa maksud  Anda?"

"Kamu harus menemui seseorang dan mengatakan padanya bahwa Wisesa masih sangat mencintai Galuh Kusuma. Dan jelaskan padanya bahwa selama ini Wisesa telah menjadi kambing hitam atas permintaan seseorang," ungkap Tuti.

Aneh sungguh-sungguh aneh siapa sebenarnya wanita ini? Dan kenapa dia menyebut tokoh fiksi yang aku ciptakan. Dan apa tujuannya menyuruhku untuk menemui seseorang di masa silam.

Batin Candra berkecamuk  turut berperang dengan realita seolah apa yang diucapkan Tuti hanya bualan semata.

"Sepertinya Anda salah orang. Bisa saja seseorang yang pernah Anda temui itu hanya mirip dengan saya. Permisi!" ucap Candra berdiri dan  siap melangkah pergi.

"Tunggu! Saya belum membahas hal lebih jauh selain ini. Jangan buru-buru pergi!" larang Tuti.

"Maaf  saya tidak paham dengan apa yang Anda sampaikan. Dan sepertinya, Anda salah orang. Sekali lagi maaf, saya masih banyak pekerjaan," tolak Candra seakan tak peduli.

"Bagaimana jika Galuh Kusuma merindukanmu? Apa Kamu tidak berniat menemuinya, Wisesa?"

Langkah Candra terhenti sejenak, ia menoleh ke arah Tuti tanpa ekspresi.

"Apa yang Anda inginkan?"

"Saya tahu Wisesa begitu mencintai Galuh Kusuma."

"Maaf, sejujurnya saya tidak mengenal seseorang yang Anda maksud. Permisi!" Candra masih bersikukuh dengan pendiriaannya tidak ingin mendengarkan perkataan Tuti karena  menurutnya ucapan wanita dewasa itu hanya omong kosong.

"Baiklah, jika Kamu memang tidak ingin mendengar ucapan saya. Tapi satu hal yang harus Kamu ingat, semua hal yang Kamu tulis pasti menemukan kebuntuan dan jiwamu akan terjebak," teriak Tuti dengan nada tegas.

Candra kemudian melanjutkan langkah setelah mendengar perkataan terakhir dari wanita itu. Namun ia sempat menoleh sejenak tetap tanpa ekspresi. Tuti menatapnya dengan sorot tajam.

🍀🍀🍀

Devi masih sibuk beres-beres ruang keluarga setelah sang mengurung diri di kamarnya. Ia penasaran dengan secarik kertas yang terlipat rapi di atas meja dekat rak buku. Dengan perlahan ia membuka lipatan kertas itu kemudian membacanya.

PURNAMA   DI  NEGERI  DAHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang