19. Anak papa

632 90 0
                                    


.
.
.
.
.
Gandy hanya mendengarkan apa yang sedang didebatkan oleh Jatna dan juga Faras, dua sahabat yang tidak bisa tenang sejak mereka masuk kedalam ruang osis. Gandy kadang heran, apa benar jika remaja tinggi itu akan menjadi ayahnya dimasa depan. Seingatnya ayahnya tidak seaneh ini.

"Kalian tidak lelah?" suara perdebatan itu langsung berhenti saat suara Gandy terdengar. Kedua remaja itu menatap Gandy dan tersenyum canggung.

"Salahkan ayah lo ini Ndy, dari tadi nanya sesuatu yang seharusnya bisa dia tanyakan padamu!" Faras berucap ketus, remaja itu sedang kesal. Ucapan Faras membuat Gandy menatap kearah Jatna dengan helaan nafas panjang.

"Memang apa yang mau papa tau?" Jatna langsung berbinar saat nada suara Gandy berubah menjadi lebih lembut, dan lagi remaja itu memanggilnya papa.

"Siapa ibu mu?"

"Istri mu." Jatna cemberut saat mendengar jawaban Gandy, ya memang tidak salah sih jika Gandy menjawabnya seperti itu, tapi bukan itu yang ingin dia dengar.

"Jawab yang benar Gandy, papa mu ini ingin tau siapa yang jadi istrinya." Gandy menggeleng, membuat Jatna sadar jika remaja itu enggan memberikan jawaban.

"Gandy, boleh gue tanya sesuatu soal Raka?" Gandy langsung mengalihkan pandangannya pada Faras, terutama saat mendengar nama Raka disebut.

"Tanyakan saja." Faras menatap Jatna yang tengah berdiri dan menatap penasaran padanya juga Gandy.

"Nanti saja saat dirumah, lebih baik sekarang lo cerita soal diri lo sendiri, biar papa masa depan lo itu tau." Gandy mengangguk kecil menyetujui.

"Tanyakan apa yang kalian mau tau, gue akan jawab, karena gue bukan orang yang bisa cerita." ucapan Gandy membuat senyum puas diwajah Faras juga Jatna.

Cklek

"Boleh gue ikut bolos disini?" tiga remaja yang sebelumnya sudah ada didalam ruang osis itu serempak menoleh kearah pintu, ketiga melihat Indra sedang melongokan kepalanya disana.

"Masuk saja, lagi pula kita semua akan pulang cepat karena guru-guru akan rapat." Gandy menatap Faras lekat, pantas saja ketua dan wakil osis itu mengajaknya membolos, ternyata setelah ini mereka sudah bisa pulang.

"Bang Faras makin manis deh." Indra yang mendengar jawaban Faras langsung masuk dan menyodorkan sebuah coklat pada remaja itu.

"Thanks."
.
.
.
.
.
Jatna menahan Gandy yang akan pulang bersama Faras, remaja tinggi itu menarik Gandy untuk pulang bersama nya dan Aksa tentu saja. Melupakan fakta bahwa Gandy tinggal dirumah Faras.

"Gandy pulang sama gue ya hari ini." Gandy hanya diam saat Jatna menarik tangannya yang akan masuk kedalam mobil Faras. Tentu saja ucapan Jatna itu membuat Faras menatapnya kesal.

"Gak, Gandy sama kita!" Jatna malah menyembunyikan Gandy dibelakang tubuhnya, tentu saja bersama Aksa.

"Nanti gue balikin kerumah lo dengan selamat deh Ras, boleh kan Raka?" Raka hanya mengangguk kecil, tidak ada salahnya membiarkan Gandy bersama dengan kedua orang tuanya.

"Tuh Raka aja gak keberatan pacar nya gue bawa, jadi dadah Faras." Gandy menggeleng heran menatap Jatna, jika diperhatikan lebih jelas, tentu saja ekspresi wajah Gandy sama dengan Aksa, malas.

"Bukan masalah lo bawa Gandy atau gimana Jatna, tapi kita pulang nanti gimana? Tadi pagi Gandy yang bawa mobil!" Jatna mengerjap, dia baru ingat jika dua sahabatnya itu tidak bisa membawa mobil sendiri.

"Yah, padahal gue mau kenalin Gandy ke Aksa." Jatna langsung memasang wajah melas, Gandy yang melihat itu tentu saja tidak tega.

"Raka, lo aja yang bawa pulang mobilnya ya, jangan ngebut." Gandy menyerahkan kunci mobil Faras yang sedari tadi dipegangnya pada Raka, Raka sendiri menerima itu dengan senang hati.

DejavuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang