.
.
.
.
.
Faras menghentakan kakinya, hal itu merupakan kebiasaan buruk Faras jika tengah menunggu. Saat ini dia tengah ada diruang ugd, menunggu Raka sadar. Faras terpaksa membawa Raka kerumah sakit karena kondisi remaja mungil itu yang sangat mengenaskan. Faras tidak bisa meninggalkan Raka sendirian dirumah sakit, karena dia pun tidak bisa menghubungi keluarga Raka. Bagaimana bisa menghubungi keluarga remaja mungil itu jika Faras saja tidak bisa menemukan ponsel milik Raka. Apa mungkin remaja itu tidak memiliki ponsel?"Eungh." Faras langsung menoleh begitu telinganya mendengar lenguhan Raka.
"Raka." Faras menghela nafas lega saat melihat Raka membuka matanya.
"Raka, hei." Faras kembali memanggik Raka saat melihat raut kebingungan dari remaja mungil itu.
"Kak Faras." Faras tersenyum saat mendengar suara lirih Raka. Faras tidak tau kenapa dia bisa sepeduli ini pada orang yang baru saja dikenalnya.
"Apa yang kamu rasain? Masih sakit?" Raka menggeleng, dia akhirnya sadar jika dia tengah berada dirumah sakit.
"Kak Faras yang bawa aku kesini?" Faras mengangguk, tatapan remaja itu berubah tajam.
"Sejak kapan mereka melakukan perundungan pada mu?" Raka diam dan menunduk, dia menghela nafas berat saat mendengar pertanyaan Faras.
"Satu minggu." Faras membelalakan matanya, sudah satu minggu Raka mengalami perundungan dan dia baru mengetahui itu.
"Anak-anak itu tidak bisa dibiarkan, mereka harus dilaporkan ke kepala sekolah." Raka menyentuh tangan Faras saat melihat remaja itu emosi.
"Jangan, biarkan saja." Faras terlihat marah saat mendengar kalimat itu keluar dari mulut Raka.
"Biarkan saja? Apa lo udah gila?!" Faras akhirnya hanya bisa menghela nafas kasar saat melihat tatapan memohon Raka, tatapan itu sama seperti tatapan Nath saat memohon sesuatu padanya.
"Baik, aku akan biarkan mereka, sekarang beritahu alamat rumah mu, aku akan mengantarmu pulang." Raka berkedip.
"A-aku bisa pulang sendiri kak." Faras melotot marah.
"Aku antar atau aku akan melapor kejadian ini pada kepala sekolah!" Raka sepenuhnya terdiam, dia tidak bisa membiarkan Faras mengadu pada kepala sekolah, karena itu akan menghambat tugasnya.
"Baik, terserah kak Faras." Faras tersenyum, dia membantu Raka untuk turun dari ranjang ugd. Beruntung dia tadi sudah sempat meminta supir keluarga untuk menjemputnya.
"Ayo, lagi pula ada hal yang ingin aku tanyakan padamu, dan kamu harus jawab itu dengan jujur."
Deg
Raka memejamkan matanya, dia memang tidak tau apa yang akan ditanyakan Faras padanya, tapi dia yakin itu akan sedikit membuka jati dirinya.
"I-iya kak."
.
.
.
.
.
Faras mengedarkan pandangannya pada rumah petak milik Raka. Tidak ada siapa pun disana yang menandakan Raka memang tinggal sendiri. Apa benar ibu Raka sudah meninggal, seperti yang ditulis remaja itu diberkas sekolah."Kak Faras bisa duduk dikasur itu, maaf kalau rumahnya kecil." Faras mengangguk, dia tidak masalah dengan rumah kecil, karena sejak kecil dia juga diajarkan hidup sederhana oleh kedua orang tuanya.
"Lo tinggal sendiri?" Raka mengangguk, remaja itu baru saja mengeluarkan dua botol air mineral dari dalam kardus dan memberikannya pada Faras.
"Maaf aku cuma punya air mineral kak, soalnya aku tidak bisa minum soda." Faras mengangguk.
"Kemarilah, gue ingin bertanya dengan santai." Raka menuruti perintah Faras untuk duduk disebelahnya.
"Apa yang mau kak Faras tanyakan?" Faras memandang Raka lekat, wajah Raka selalu mengingatkan nya pada Nath, meskipun terkadang jika Faras boleh jujur Raka juga terlihat mirip dengan Dhika.
![](https://img.wattpad.com/cover/300649887-288-k909.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dejavu
أدب الهواةRaka hanya ingin semua baik-baik saja, dia hanya ingin sang bunda tetap tersenyum bahagia. Raka akan melakukan apapun untuk mewujudkan mimpinya itu, termasuk melakukan hal yang sangat tidak mungkin. Saat dia dan segala mimpinya diremehkan, hanya Gan...